Beberapa waktu lalu saya pergi ke puskesmas untuk mencari surat sakti bekal melakukan perjalanan. Menurut informasi yang saya dapati dari teman saya, katanya prosesnya cukup singkat. Hanya dicek sedikit lalu tinggal menunggu hasil surat ditanda-tangani.
Sambil menunggu tak lupa saya amati kondisi sekitar. Bukan kepho ya. Daripada melamun menunggu giliran lebih baik melihat-lihat ke kanan dan ke kiri. Siapa tahu ada gadis seksi secantik bidadari.
Seorang lelaki setengah baya datang bersama anaknya. Dia melapor ke petugas bahwa dia datang dari kota zona merah. Dia juga bertanya "apakah di sini bisa melakukan tes?"
Saya mendengar jawaban dengan nada yang agak tinggi. "tidak bisa, Pak! Kalau mau tes covid itu bukan di puskesmas. Pergi aja ke lab atau rumah sakit."
Langsung lelaki itu pergi bersama dengan anaknya. Saya jadi penasaran. Nggak bisa cek? Tapi kenapa kata teman bisa ngeluarin surat sakti buat perjalanan?
Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepala tanpa tahu jawabnya. Gimana mau tahu? Dicek aja belum.
Berikutnya saya melihat gadis cantik dengan kerudung merah keluar dari ruang pemeriksaan. Seorang laki-laki yang kira-kira berumur dua atau tiga tahun lebih tua datang menghampiri. Di belakangnya balita berusia tiga tahun memakai masker pink. "Sudah selesai bun?" tanya si lelaki. "sudah."
Gubrak... Ternyata bukan gadis lagi. Sudah ada yang punya bro....
Tapi saya tetap belum dipanggil juga. Akhirnya, karena sudah satu jaman menunggu, saya bertanya kepada petugas: "Mbak, kok saya belum dipanggil ya?" "Sebentar pak. Bapak daftar atas nama siapa?" "Rendi." "Maaf pak, belum ada daftarnya. Sepertinya bapak belum daftar." "Waduh."
Saya ingat-ingat kembali, ternyata sepertinya saya memang lupa belum daftar. Maklum, banyak melihat-lihat jadi kelupaan.
"Ya udah mbak, saya sekalian daftar." "Keluhannya apa ya pak?" "Ini mbak, saya hendak membuat surat keterangan agar bisa pergi ke luar kota." "O, langsung aja pak masuk ke ruang pemeriksaan."