Mohon tunggu...
Hendri Teja
Hendri Teja Mohon Tunggu... Novelis - pengarang

Pengarang, pengemar narasi sejarah. Telah menerbitkan sejumlah buku diantaranya: Suara Rakyat, Suara Tuhan (2020), Tan: Gerilya Bawah Tanah (2017), Tan: Sebuah Novel (2016) dan lain-lain. Untuk narasi sejarah bisa salin tempel tautan ini: Youtube: https://www.youtube.com/@hendriteja45

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dianiaya DPR, Pekerja Rumah Tangga Melawan

5 Oktober 2015   09:47 Diperbarui: 5 Oktober 2015   16:38 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Topiah, Pekerja Rumah Tangga (PRT), mengaku kerap dianiaya majikannya,  Fanny Afriansyah alias Ivan Haz, anggota DPR. Dia  mengaku kerap ditendang dan dibenturkan ke tembok oleh putera mantan Wapres Hamzah Haz tersebut.  Akibatnya, kepalanya dijahit dan telinganya robek sehingga harus dioperasi. Dia juga mengaku hanya diberi makan hanya sekali sehari, dan dua bulan upah kerjanya belum dibayar. Karena tidak tahan lagi, Topiah kabur dan kemudian melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian.

Pelaku Kekerasan Bisa Siapa Saja

Sebelum kasus Topiah mencuat, media telah ramai mempublis keluarga pengusaha batu permata di Medan, serta tiga janda paruh baya di Tangerang Selatan. Di Depok, seorang PRT tua dianiaya oleh seorang PNS yang juga istri polisi. Di Bogor, pelakunya istri purnawirawan jenderal polisi.

Belakangan, pada Juli 2015, sempat mencuat oknum Brimob Polda NTT menganiaya seorang PRT anak. Seorang polisi yang nyambi sebagai debt colector pun sempat kedapatan menganiaya PRT di Bogor.  Lantas, kendati sulit dipercaya, bukan tidak mungkin seorang anggota DPR pun melakukan hal yang sama.

Kasus ini kian menyedot perhatian, karena selain anggota DPR, Ivan Haz adalah putera mantan wapres yang pernah menjadi ketua umum PPP. Sebagai pembuat UU, secara otomatis anggota DPR adalah kalangan pertama yang diwajibkan taat dan patuh akan peraturan perundang-undangan.

Sebagai putera Hamzah Haz dan politisi parpol Islam, tentu ada nilai-nilai humanis yang harus kukuh dipegang.  Sehingga menjadi tandatanya besar, kesalahan apa yang dilakukan Topiah sehingga rela kabur dengan memanjat pagar dan akhirnya terjatuh. Artinya ada ketakutan mahabesar di sini.

Damai = Tidak Ada Efek Jera

Menariknya, Ivan sempat menyesalkan, mengapa urusan ini tidak diselesaikan secara kekeluargaan. Mengapa Topiah sampai harus lapor polisi. Pernyataan ini adalah fenomena yang terjadi pada mayoritas kasus dugaan penganiayaan PRT. Data JALA PRT mencatat terjadi 408 kasus kekerasan terhadap PRT di mana 85 % diantaranya terhenti proses hukumnya di kepolisian. Artinya 347 kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan.

Perdamaian ini tidak terlepas dari latar belakang PRT sebagai kalangan buruh yang paling lemah posisinya. Bukan sekadar karena mayoritas berpendidikan rendah, tetapi juga faktor kuantitasnya yang bisa dihitung jari dalam satu rumah tangga. Jika buruh industri bergerak dalam wadah unit kerja, maka perjuangan PRT cenderung individual. Dan perjuangan perorangan selalu dihantui oleh rasa takut yang berlebihan.

Walhasil, ketika kekerasan terjadi, PRT lebih cenderung memilih damai ketimbang bertarung demi mendapatkan hak-haknya. Fenomena ‘nrimo’ akan kian kental jika dalam penuntutan tersebut, PRT tidak didampingi oleh relawan buruh yang bisa membangkitkan kepercayaan dirinya.

Kedua, karena tidak ada sanksi atas pelanggaran hak-hak PRT dari sisi majikan khususnya. Tidak ada rujukan payung hukumnya karena UU Perlindungan PRT belum ada, sementara UU No. 13 Tahun 2003 tidak memasukan PRT sebagai buruh atau tenaga kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun