Mohon tunggu...
Jendry Kremilo
Jendry Kremilo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Cerita di Balik Dapur Pers, Menakar Netralitas Media dan Jurnalisme

22 April 2022   21:36 Diperbarui: 25 April 2022   18:59 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

         Akhir-akhir ini berita hangat seputar invasi rusia terhadap negara ukraina,menjadi salah satu headline  dan santapan empuk para jurnalis baik dalam skala lokal maupun internasional,model pemberitaan jurnalistik yang ditawarkan pun berbeda-beda, ada yang netral maupun berpihak pada salah satu kubu, media-media di Indonesia pun tak mau ketinggalan harum cendananya, intensinya pun juga berbeda-beda,sudah barang tentu komersialisasi adalah salah satu tujuan utamanya.

        Terkadang media harus merelakan netralitasnya demi menyajikan komoditas berita dengan tagline yang super duper alay untuk menarik atensi publik agar singgah dan membaca hidangan diksi-diksi yang terkadang dipelintir atau bahkan dilebih-lebihkan.Lantas dengan realitas demikian,  kode etik jurnalisme, bisa kita katakana hanya sekadar formalitas yang menjadi banker bagi para jurnalis untuk berlindung dari aneka tuntutan pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat pemberitaan yang di sadurkan oleh para jurnalis.

        Padahal kita tahu bahwasannya media,merupakan salah satu pilar demokrasi bangsa Indonesia, yang seyogyanya bertugas membongkar kedok-kedok para penguasa melalui jalur investigasi jurnalistik agar bangsa ini dapat menilai dan melihat sejauh mana para elite memprioritaskan kemaslahatan bersama atau justru sebaliknya memuluskan jalan kepentingan pragmatis dari golongan atau kelompoknya agar tetap berada pada lingkaran kekuasaan.

Mencari Media Yang Tendensius

        Agaknya, menjadi hal yang cukup menyulitkan untuk menakar sejauh mana netralitas dan independensi dari suatu media untuk berdikari dan menolak adanya intervensi kooperatif maupun intervensi kekuasaan, namun berdasarkan catatan investigasi tempo, sekurang-kurangnya terdapat beberapa media yang dianggap tendensius, Masalahnya, sejumlah media yang dimiliki elite partai menunjukkan ada indikasi tak independen dan tak netral terkait dengan berita politik menjelang pemilihan umum 9 April nanti.

       Hasil penelitian Masyarakat Peduli Media menunjukkan adanya keberpihakan media terhadap pemiliknya. Peneliti dari Masyarakat Peduli Media, Muzayin Nazaruddin, memberikan dua contoh media televisi yang berpihak ke pemiliknya, yakni TV One milik Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dan Metro TV milik Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Demikian pun TV One, lebih banyak menyiarkan Partai Golkar dan Aburizal Bakrie dibanding partai dan calon presiden lainnya,

       Keberpihakan tak hanya terjadi di televisi, tapi juga media cetak. Muzayin memaparkan Rakyat Merdeka  juga memberi porsi pemberitaan dominan bagi Dahlan Iskan, pemilik Jawa Pos Group, citra yang dibangun Jawa Pos terhadap figure ini juga cenderung positif dan dominan, Dalam hasil penelitian PR2M, media massa, baik cetak maupun elektronik yang dimiliki politikus, sering digunakan untuk kepentingan pribadi.

       Tentu realitas jurnalisme yang sedemikian mirisnya, lama kelamaan akan menimbulkan kerancuan dan bias informasi di ruang publik, masyarakat yang minim literasi tentu akan menjadi objek empuk  para jurnalis dalam menyiarkan berita yang minim substansi , terutama jika dibumbui dengan tagline yang cenderung vulgar dan melebih-lebihkan fakta clickbait masyarakat akan mudah terpancing dan terkooptasi oleh alur berpikir media yang tendensius.Terutama  tingkat literasi masyarakat Indonesia yang belum berbanding lurus dengan penggunaan internet itu sendiri.

Netralitas Hanya Mitos?

        Netralitas media dan jurnalisme sebetulnya menjadi ruh  agar tercipta suatu hidangan yang objektif terhadap fakta yang terjadi dilapangan, Netralitas mengandaikan media dan jurnalis menjaga jarak dengan objek pemberitaan, sehingga prasangka dan intervensi kepentingan bisa jauh dari objek pemberitaan,namun apakah bisa demikian? Tentu tak semudah membalikan telapak tangan, media dan jurnalis diberondong berbagai macam intervensi yang mereka sendiri tak mampu kendalikan

       Tidak berhenti di situ, Chomsky dan Herrman (1988) bahkan secara eksplisit menyatakan bahwa media tidak mungkin bersikap netral. Alasan kontekstual yang mendasari hal tersebut terbagi kedalam empat bagian; pertama, media ownership yakni berkaitan dengan kepemilikan media tertentu oleh sejumlah konglomerat sehingga,terkadang pemberitaan yang disadurkan pembaca bersifat gloryfing the owner memuja-muja figur  pemilik media serta sedapat mungkin menutup-nutupi kekurangan maupun masalah yang pernah dialami sang pemilik media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun