Mohon tunggu...
Hendriko Handana
Hendriko Handana Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa, menulis suka-suka

Pria berdarah Minang. Seorang family man humble. Hobi membaca, menulis, dan berolahraga lari. "Tajamkan mata batin dengan mengasah goresan pena"

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Muda, Berprestasi, dan Bermahakarya

12 September 2019   01:00 Diperbarui: 12 September 2019   14:16 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku bertajuk "Masih Belajar", ditulis oleh Iman Usman

Ternyata... saya salah, salah besar. Dia lahir dan mengenyam pendidikan dasar sampai SMA di Kota Padang. Cukup dekat dari tempat saya dibesarkan. Hanya jarak beberapa milimeter saja kalau diukur pada peta Indonesia.

Pun juga kenyataannya, Iman lahir dan berkembang dari keluarga yang punya keterbatasan secara ekonomi. Ayahnya berprofesi sebagai penjual minyak tanah, sedang ibunya fokus mengurus rumah tangga.

"Lantas bagaimana bisa, apa rahasia, dan dorongan apa yang membuat Iman untuk bisa berkarya sejak usia sangat muda...?"

Sebuah kejadian menjengkelkan dalam hidup Iman, di usia 13 tahun saat SMP, dia mencalonkan diri sebagai kadidat ketua OSIS. Iman penuh percaya diri bahwa ia akan terpilih dan sanggup menjalankan ide-ode dengan cemerlang.

Namun, kenyataan berbeda. Saat orasi penyampaian visi dan misi, ia di-bully oleh sekelompok siswa. Di kala orasi, seseorang melempar sampah di hadapannya. 

Meskipun Iman tetap melanjutkan orasi, namun setelahnya, ia langsung berlalu menuju toilet. Menangis, sedih perasaannya tersayat luka. Ia tak mengerti, apa sebab gerombolan siswa itu menghinanya, tak sedikitpun menghargainya.

Hasil pemungutan suarapun tak berpihak pada Iman. Ia memperoleh hanya memperoleh suara sedikit dan urutan paling buncit. Rekan-rekan sekolah sepertinya tak percaya kemampuannya. Iman, merasa minder. 

Sejak saat itu, ia merasa tak berani lagi tampil berbicara di depan. Trauma akibat bully-an teman-temannya. Dan ia merasa bahwa public speaking sama sekali bukan bakatnya.

Namun... siapa menduga tak sampai tujuh tahun kemudian, Iman memoles dirinya menjadi pribadi yang benar-benar berubah istimewa. Iman didaulat menjadi pembicara di depan sebuah forum dunia. Tak tanggung-tanggung, Majelis Umum PBB.

Salah satu cuplikan kegagalan pada kisah ini, justru menjadi titik balik bagi Iman untuk tidak terus jatuh dan larut dalam kesedihan mendalam.

Kiat apa yang dilakukan Iman?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun