Mohon tunggu...
Hendri Mahendra
Hendri Mahendra Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pernah aktif sebagai aktivis pers mahasiswa di kampus UIN Maliki malang dari tahun 2007-2012. Jabatan yang pernah diemban saat di pers mahasiswa adalah sebagai Litbang (penelitian dan pengembangan) dan pemimpin redaksi. Beberapa kali pernah diundang mengisi materi jurnalistik dan filsafat di beberapa komunitas pers di malang. Tertarik dengan kajian: Filsafat, jurnalistik, politik, sejarah, budaya dan mitologi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puisi Sukmawati dan Filsafat Pancasila Bung Karno

14 April 2018   20:51 Diperbarui: 14 April 2018   20:53 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: wowkeren.com

Andai saja setiap warga di negeri ini berpikiran seperti Sukarno, saya pikir takakan terlalu emosi untuk memahami makna tersirat dari puisi Ibu Indonesiakarangan Sukmawati. Ah, itu kan karena Sukarno bapaknya Sukmawati? Sayaduga pertanyaan sumbang kayabegini akan mengalir deras dengan sendirinya.

Its oke, tapi saya berani jamin. Semisal Sukarno masih hidup dan Sukmawati bukan anak biologis Sang Proklamator, tak akan sulit bagi bung Karno untuk memahami maksud tersirat dari puisi Sukmawati. Apa sebab? Karena sekitar 73 tahun yang lalu Sukarno pernah bilang "dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar Kebangsaan. Kita mendirikan satu Negara Kebangsaan Indonesia."

Bagi sukarno, dalam mendirikan Negara Indonesia kebangsaan lah yang lebih didahulukan ketimbang agama atau ketuhanan yang ia anut. "Saya minta, Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan Saudara-saudara Islam lain, maafkanlah saya memakai perkataan kebangsaan ini (sebagai dasar negara)! Saya pun orang Islam," lanjut Sukarno.

Bagi bung besar ini, Pancasila yang terdiri dari 5 sila dasar pertamanya ialah kebangsaan. Bukan Ketuhanan. Pada awalnya, urutan Pancasila ialah; 1. Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme/Prikemanusiaan; 3. Mufakat/Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; 5. Ketuhanan yang berkebudayaan. Nah, inilah konsep asli pancasila yang disampaikan Sukarno pada 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI. 

Dalam buku Filsafat Pancasila menurut Bung Karno, jika pancasila diperas menjadi 3 butir atau trisila, Sukarno bilang pancasila menjadi "Sosio nasional: nasionalisme dan internasional. Sosio demokrasi: demokrasi dengan kesejahteraan rakyat. (dan) Ketuhanan." Jika mau diperas atau diekstrak lagi, "Trisila menjadi ekasila atau satu sila, yang intinya adalah gotong royong," kata ayah Sukmawati ini.

Jadi, dasar Negara pertama, yang utama dan yang baik bagi Sukarno ialah kebangsaan (dalam artian lain bekerjasama-bergotongroyong), bukan Ketuhanan. Bahkan Ketuhanan diletakkan di nomor terakhir dari urutan pancasila. 

Kebangsaan yang termaktup dalam buku Filsafat Pancasila menurut Bung Karnoialah Negara yang ada untuk semua golongan, entah itu Islam, Kristen, Hindu, dan agama-agama lainnya. Karena kebangsaanlah yang akan dapat mempersatukan semuanya, tak hanya semua agama tapi juga semua etnis yang ada di bumi pertiwi ini.

Puisi sukmawati pun menurut saya bicara pada konteks kebangsaan. Sari konde Indonesia memang lebih indah dari cadar dalam perspektif kebangsaan. Sebab, sari konde bersifat universal untuk semua warga Indonesia. Ia bisa diterima oleh semua warga Indonesia, sedangkan cadar belum tentu bisa diterima oleh semua WNI. 

Umat muslim saja (yang perempuan), tidak semuanya menerima cadar sebagai pakaian, apalagi umat non muslim. Dalam konteks ini, sari konde tentu lebih 'cantik' dari cadar.

Puisi Sukmawati jadi kontroversi menurut saya, karena kita masih menganggap prioritas bersikap dalam berbangsa adalah agama, bukan kebangsaan itu sendiri. Padahal kebangsaan itu adalah tempat berpijak semua orang di negeri ini. Jika ia pecah, maka umat beragama juga yang akan rugi. Umat beragama tak akan lagi nyaman beribadah. 

Seperti yang terjadi di Iraq dan Suriah, yang sebagian warganya lebih ngotot memprioritaskan pendirian Negara khilafah, yang ujung-ujungnya perang berkepanjangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun