Mohon tunggu...
Hendra Wattimena
Hendra Wattimena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alumni Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Pattimura

Blogger di www.sudutplambon.com, banyak membahas seputar dunia pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Psikopat Tak Kasat Mata

7 Maret 2021   22:11 Diperbarui: 7 Maret 2021   22:47 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Kulihat di sana sini mayat-mayat sedang berbaris
Diantar oleh orang-orang berbaju putih ditengah gerimis
Lalu dimasukkan kedalam liang lahat secara sadis
Sedangkan suara tangis terdengar dari kejauhan merintih begitu pedis
Kusaksikan dengan retinaku mayat-mayat itu sebelum dilahap debu
Masih sempatnya saling mengajak satu dengan lain untuk minum kopi
Sambil menikmati simfoni kematian yang berbunyi ditengah sunyi
Kemudian perlahan-lahan menghilang ditelan bumi
Mayat-mayat itu dibunuh secara sadis oleh seseorang tak kasat mata
Disegala media dia selalu hadir tanpa menunjukkan batang hidungnya
Muncul diberita tapi tak mau diwawancarai, seakan mulutnya terbungkam
Dia hanya memilih diam dengan tatapan retinanya mengundang derita
Dia bukan penyanyi tapi pandai bernyanyi
Dengan suara penuh misteri menaikkan kidung dengan alunan simfoni kematian
Sembari menari salsa kemudian meloncat-loncat dari satu benua ke benua lain
Lalu mengembara diantara hiruk pikuknya dunia
Kemudian diam-diam mencari tempat untuk ditinggali
Dia pandai menulis puisi tapi bukan seorang penyair
Aksara-aksara indah dia rangkai satu persatu
Menunggu ada yang membacanya
Semua puisinya adalah puisi kematian
Puisinya terselip mantra-mantra penuh kutukan
Jika kau menyentuhnya maka kau diantara ada dan tiada
Siap tuk dihajar oleh diksi-diksi penuh bisa

Kemudian menunggu sang malaikat maut menjemput
Jika kau kuat kau akan tetap bertahan dikesunyian dunia
Melihat manusia-manusia kepala batu
Dia akan tertawa terbahak-bahak, senyumannya sinis begitu menakutkan
Dia memang tak kasat mata, tapi jangan kau sangka dia tak ada
Dia bukan konspirasi semata dia nyata
Sukanya berpesta dengan darah manusia
Mengangkat darah dalam segelas cawan
Lalu meminumnya bersama iblis-iblis di neraka
Membuka sidang paripurna tuk menentukan calon-calon jenazah
Membuat huru-hara
Memburu satu persatu manusia yang menjadi targetnya
Mungkin kau adalah salah satunya
Atau saudaramu
kekasihmu
Atau kerabatmu
Tunggu saja waktunya jika kau masih tetap berleha-leha
Dia tak suka diajak berdiplomasi tak suka berbasa-basi
Jangan coba-coba kau dekati dia lalu mau mengajak berekonsiliasi
Pastinya kau akan ditusuknya sampai mati
Dia harus dilawan, dia harus ditawan
Jangan biarkan dirinya terus berkeliaran di dunia
Dia sudah membuat ribuan orang meneteskan air mata
Memegang perut lapar
Dia harus dilawan, dia harus dipenjara
Jangan biarkan dia terus-menerus bersenang-senang menikmati
Kesengsaraan umat manusia
Dia harus dilawan, dia harus dilawan

Mari kita bersatu padu bahu-membahu
bunyikan terompet perlawanan
Pakai pelindung diri tutup mulut dan hidungmu
Basuh kedua tanganmu dan naikkan doa-doa kepada sang ilahi..
Kita tak boleh biarkan dia seperti ini
Dia harus angkat kaki dari bumi
Kita harus kirim pembunuh itu kembali ke neraka
ketempat dimana dia berasal disana lebih pantas untuknya
Hey.. Corona tunggu saja waktunya kau akan binasa
Hey Corona tunggu saja waktunya
Kau pasti akan dilahap habis api neraka
Rumah Tiga, 24 November 2020
 Pukul 11:31 WIT

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun