Mohon tunggu...
Mochamad HendraSukmana
Mochamad HendraSukmana Mohon Tunggu... Lainnya - Alumni Jurusan Pendidikan Sejarah UPI

Agama diajarkan kepada manusia agar ia memiliki pengetahuan dan kesanggupan untuk menata hidup, menata diri dan alam, menata sejarah, kebudayaan, politik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari Dwi Tunggal sampai Dwi Tanggal Soekarno dan Hatta 1945 - 195619

6 Mei 2020   17:03 Diperbarui: 6 Mei 2020   16:56 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno dengan  Drs. Moh. Hatta dan seluruh dukungan rakyat Indonesia. Sebagaimana diketahui kedua tokoh inilah yang mengangkat Indonesia dalam percaturan politik Internasional, baik itu ketika masih dalam cengkraman kolonialisme Belanda maupun ketika masa pendudukan Jepang. Begitu juga UUD 1945, segera diberlakukan sehari setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945.

Salah satu konsepi Ir. Soekarno mengenai pembuatan partai tunggal yang di tuangkan ke dalam keputusan PPKI yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI). Yang antara lain bahwa Ir. Soekarno,  memandang pemungutan suara (voting) akan berdampak tirani terhadap minoritas. Dengan banyak partai, persatuan akan menjadi kabur, membingungkan rakyat. Seperti ungkapannya yang di tulis pada risalah Mentjapai Indonesia  Merdeka pada bulan maret 1933 :

Satu partai pelopor? Ja, satu partai pelopor, dan tidak dua, tidak tiga! Satu partai sadja jang bisa paling baik dan paling sempurna jang lain tentu kurang baik dan kurang sempuran. Satu partai sadja jang bisa menjdadi pelopor.

Memang lebih dari satu pelopor, membingungkan massa. Lebih dari satu komandan membingungkan tentara. Riwajat duniapun menunjukan, bahwa di dalam tiap -- tiap  masa -- aksi  jang hebat adalah hanja satu partai sadja jang menjadi pelopor berdjalan di muka sambil memanggul bendera  (Soekarno,1957 : 310)

Namun beberapa keputusan yang dibuat oleh PPKI ternyata tidak bisa berjalan sempurna, terutama hal ini disebabkan karena kurangnya dukungan dari elit politik nasional pada waktu itu (Kahin,1970:148). Kemudian dikeluarkan Maklumat pemerintah tanggal 4 Nopember 1945 dalam Aturan Peralihan Pasal IV UUD 1945 tentang perubahan PPKI menjadi KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang berfugsi sebagi lembaga pembantu presiden dan menyatakan presiden Soekarno menjalankan kekuasaan MPR, DPR, dan DPA sebelum lembaga-lembaga tersebut terbentuk (Manan, 2003:192).

Hal ini antara lain, adalah manifestasi dari pemikirannya tentang demokrasi yang cocok pada masyarakat Indonesia, Ir. Soekarno mengungkapkan tentang kebudayaan masyarakat Indonesia dengan mengambil dari istilah sabda pandhito ratu, yang merupakan suatu kultur terpimpin, di mana demokrasi terpimpin layaknya demokrasi yang mengenal lembaga khalifah, di mana khalifah harus dipilih oleh umat Islam dan khalifah harus mampu melidungi seluruh umat Islam.

Pada  suatu kesempatan lain dalam pidatonya Ir. Soekarno mengibaratkan pemimpin merupakan pengembala. Seorang kepala pemerintahan diartikan sebagai imam yang memiliki tanggung jawab atas keadaan rakyatnya.  Ternyata ketentuan tersebut di atas banyak tidak disetujui oleh sebagian elit politik, karena mencerminkan kekuasaan presiden yang bersifat absolut dan otoriter terutama dengan ambisi. Drs. Moh. Hatta yang mempunyai keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara yang berdemokrasi.

Disusul dengan  dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden no. X pada tanggal 16 Oktober 1945 bertujuan mengurangi kekuasaan presiden dan mengubah ketentuan yang diberikan oleh Aturan Peralihan Pasal IV tersebut. Maklumat Wakil Presiden no. X menetapkan bahwa kabinet presidensil yang diatur oleh UUD 1945 diubah menjadi kabinet parlementer.

Kabinet bertanggung jawab kepada KNIP yang berfungsi sebagai DPR  (Rauf, 2000:114-115).  Maklumat Wakil Presiden No. X ini merupakan pukulan telak terhadap kepemimpinan Ir. Soekarno yang dinilai otoriter, selanjutnya Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden menandatangani maklumat tersebut sebagai ungkapan kekesalannya terhadap kepemimpinan Ir. Soekarno dan merupakan bukti bahwa Drs. Moh. Hatta lebih dekat dengan sistem liberal yang dicita-citakannya.

Demokrasi parlementer menurut Drs. Moh. Hatta mengutamakan aspek-aspek politik. Definisi Parlementer di Barat merupakan hasil politik dari suatu evaluasi politik, karena lapisan demi lapisan dan masyarakat memperoleh kekuatan ekonomi, mereka maju ke medan perjuangan politik serta telah mencapai kemenangan dan telah mendapat perwakilan parlementer.

Demokrasi di Indonesia mengandung unsur pembinaan dan pelaksanaan ekonomi yang besar. Sedangkan demokrasi di Barat dapat menerima banyak bentuk, selama dua hal yang pokok dipenuhi yaitu; (1) perwakilan rakyat secara jujur (2) pemerintahan yang bertanggung jawab pada parlemen. Demokrasi parlementer bukan hanya memiliki parlemen sebagai wakil rakyat dan pemerintahan yang bertangung jawab pada parlemen.  Di samping itu parlemen dan peralatan parlementer merupakan suatu langkah maju kearah pembangunan demokrasi parlementer (Hatta 1957:50-54).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun