Mohon tunggu...
Hendra Marhum
Hendra Marhum Mohon Tunggu... warga sipil

literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bulan yang Menyimpan Getar Kebangkitan dan Luka

15 Mei 2025   19:50 Diperbarui: 15 Mei 2025   18:51 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mei, dalam sejarah Indonesia, adalah bulan yang mekar dan berdarah. Ia hadir seperti musim semi yang ganjil di negeri tropis: membawa janji perubahan, tetapi juga meneteskan air mata dari langit yang kelabu.

Pada awal Mei, angin pendidikan berembus dari masa lalu, membawa harum perjuangan Ki Hajar Dewantara. Ia bukan sekadar guru; ia adalah taman yang membuka gerbang pengetahuan di tengah ladang keterbelakangan. Pada tanggal 2, kita menunduk hormat pada benih yang ia tabur, yang kelak akan tumbuh menjadi hutan pemikir di tanah air ini.

Kemudian, pada 20 Mei 1908, dari rahim zaman yang sedang gamang, lahirlah Boedi Oetomo. Ia adalah bayi pertama dari kebangkitan, teriakan kecil dari bangsa yang selama ini tidur dalam selimut penjajahan. Hari itu, seperti pagi yang pertama kali membuka jendela matahari kepada bangsa Indonesia, sinar kebangsaan menyelinap pelan, menghangatkan hati yang lama beku.

Namun, tak selamanya Mei bersenandung lembut. Di tahun 1998, langitnya mendung dan bumi bergetar. Pada 12 Mei, Tragedi Trisakti membelah dada ibu pertiwi. Empat mahasiswa gugur, tak membawa senjata, hanya cita dan suara. Mereka adalah bunga-bunga idealisme yang dipetik paksa sebelum sempat mekar penuh. Darah mereka mengalir ke jalan, menjadi tinta merah dalam lembar sejarah perjuangan rakyat.

Lalu, kerusuhan datang seperti badai tanpa arah. Pada 13 hingga 15 Mei, Jakarta terbakar, manusia memburu sesamanya dalam kabut kebencian dan kekacauan. Bangsa ini menatap cermin dan melihat wajahnya sendiri penuh luka: ras, identitas, dan dendam yang tertanam dalam diam kini meledak dalam bara. Ini bukan sekadar kerusuhan, ini adalah jeritan sejarah yang lama dibungkam.

Dan akhirnya, pada 21 Mei, sang Orde yang telah bertahan tiga dasawarsa runtuh oleh gelombang rakyat. Soeharto menyerah. Ia turun dari tahta kekuasaan seperti pohon tua yang tak mampu lagi menahan angin perubahan. Hari itu, bangsa ini seperti menulis ulang dirinya: dari ketakutan menuju harapan, dari bisu menuju suara

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun