Mohon tunggu...
Hendra
Hendra Mohon Tunggu... Penulis - Clear thinking equals clear writing

Lahir dan besar di Jakarta. Topik tulisan: mengatur keuangan pribadi, kehidupan di Australia dan filosofi hidup sederhana. Saat ini bermukim di Sydney.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Stay in Australia vs Go Back Home for Good"

15 November 2017   02:14 Diperbarui: 15 November 2017   09:52 1485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Karena mereka juga pernah mencicipi bangku sekolah di Indonesia, mereka juga gerah dengan sistem pendidikan tanah air yang menekankan pada hafalan, les sana sini dan ditambah pula beberapa mata pelajaran yang dinilai tidak berguna.

Life style and way of thinking

"Di Indo duit itu dewa, kalau gak ada jangan harap lu bakal dianggap" komentar Adi. Menurutnya kebanyakan orang Indonesia menomor satukan gengsi. Jika ingin menjalin hubungan dengan teman baru atau rekan bisnis, Adi merasa harus pakai barang 'branded' baru ditanggapi serius. Dia melihat sendiri bagaimana teman-temannya rela menumpuk hutang kartu kredit demi kelihatan sukses. Sementara di Sydney dia merasa jauh lebih santai, tidak merasa peer pressure untuk pamer biar bisa diterima dalam group, Adi sempat kaget ketika tahu HP boss lebih butut darinya. Singkat kata, dia lebih bebas menjadi diri sendiri.

Sementara Dewi asal Jakarta mengaku betah tinggal Sydney karena ada kejelasan hukum, birokrasi simple dan masyarakatnya lebih tertib dibanding Jakarta. Semua bisa diurus sendiri dari pengurusan passport, perpanjang SIM dan visa PR, sementara di Indonesia jasa makelar hampir pasti butuh kalau tidak mau makan hati.

Dia juga lebih nyaman dengan pola berpikir masyarakat Australia yang lebih terbuka dan menghargai privasi. Pertanyaan private seputar gaji berapa, sudah kawin belum, agama apa rasanya cuma di Indonesia.

Go back home

Melanjutkan bisnis keluarga

Ini alasan delapan puluh persen teman-teman jaman kuliah memilih (atau disuruh) balik for good. Kalangan ini biasa termasuk keluarga berduit atau setidaknya punya toko. Ibaratnya mobil sudah ada mereka tinggal menjalankan saja, syukur kalau bisa mengembangkan. Kemapamanan bisnis orang tua mereka memungkinkan mereka menjadi 'big fish in a small pond'.

Ketika tulisan ini diturunkan, kebanyakan PR mereka sudah hangus dan  mereka tidak merasa menyesal.

Demi orang tua dan keluarga

Michael memutuskan pulang for good setelah bapaknya meninggal karena tidak ada saudara kandung yang bisa menjaga ibunya meskipun dia mengaku lebih suka tinggal di Sydney. Dia sudah berusaha membujuk ibunya untuk tinggal di Sydney lewat family sponsor namun tidak berhasil. Selain kendala bahasa dan cuaca, ibunya lebih kerasan tinggal dekat saudara. Kabar terakhir dia membuka toko online lantaran sulit mendapat kerja mengingat umurnya tidak muda lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun