Mohon tunggu...
Hendra
Hendra Mohon Tunggu... Penulis - Clear thinking equals clear writing

Lahir dan besar di Jakarta. Topik tulisan: mengatur keuangan pribadi, kehidupan di Australia dan filosofi hidup sederhana. Saat ini bermukim di Sydney.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Panduan Praktis Membuka Bisnis Lewat Keahlian Bela Diri

3 Februari 2017   13:04 Diperbarui: 3 Februari 2017   13:12 3196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Seperti sebagian praktisi bela diri, saya pernah berangan-angan membuka klub bela diri setelah mencapai level Master. Menjalani hobi sambil mengeruk uang, sebuah kombinasi sempurna! Organisasi klub Taekwondo dimana saya dulu berlatih membuka mata saya bahwa ternyata membuka klub bela diri sebagai bisnis sampingan tidak semudah itu.

Ada beberapa faktor yang perlu diketahui sebelum menjadikan bela diri sebagai usaha sampingan:

Berlatih bela diri beda dengan mengajar

Saya merasa hidup ketika latihan tapi frustasi mengajar sabuk putih. Benar-benar butuh kesabaran ekstra. Mereka kesulitan mengeksekusi tendangan dasar saya rasa gampang. Saya rasa ini karena keahlian bela diri terpatri dalam muscle memory  sehingga lebih mudah didemonstrasikan daripada diajar. Alhasil banyak yang jago tapi hanya sedikit yang qualified sebagai instruktur. Selain itu instruktur harus tajam mengamati teknik murid agar bisa memberi umpan balik efektif demi perkembangan. Singkatnya, mengajar memerlukan keahlian baru untuk sukses.

Tingkat murid behenti (drop-out rate) tinggi pada tahun pertama

Ini adalah realitas tidak mengenakkan dari usaha bela diri. Umumnya murid sabuk putih antusias pada awalnya. Dari pengamatan pribadi, kita cukup melihat apakah murid akan bertahan dari tahun pertama khususnya anak usia sekolah. Kebanyakan berhenti dalam tiga atau empat bulan setelah ujian kenaikan sabuk pertama karena komitmen kerja/sekolah, bosan, ikut teman lain yang sudah berhenti atau kecewa hanya ada bogem mentah dalam dunia nyata.

Pemasukan tidak jelas pengeluaran jalan terus

Murid baru datang dan pergi pada tahun-tahun pertama berarti pemasukan tidak jelas. Ditambah lagi pengeluaran sewa ruangan beserta pembelian sejumlah alat latihan (kicking pad, target mitt, target pad, shin guard). Menetapkan sistem kontrak latihan dengan auto-debit dalam kebanyakan kasus bisa menjadi bumerang. Kontrak sendiri tidak masalah selama fair, kesalahan terbesarnya pada timing.

Sekolah bela diri baru menghadapi dua masalah utama: membangun basis murid loyal dan pemasukan tidak menentu. ‘Mengunci’ murid yang baru mendaftar lewat sistem kontrak mungkin masuk akal dari segi bisnis (setidaknya dalam jangka pendek) - tidak beda dengan gym membership. Namun sulit bertahan tanpa basis murid loyal dalam jangka panjang. Kemungkinan terburuk murid merasa instruktur lebih tertarik cari duit daripada mengajar!

Dengan pertimbangan faktor-faktor diatas, berikut solusi mengatasinya:

Pertahankan pekerjaan utama

Melepas pekerjaan mapan demi mengejar cita-cita mengajar bela diri mungkin kedengeran heroik. Kenyataannya, beberapa instruktur saya memiliki pekerjaan full time sebagai pengacara dan manajer. Mereka bekerja dari jam 9 pagi hingga 5 sore dan mengajar dua kali sehari seminggu dari pukul 7 sampai 8 malam. Passion mereka terasa sekali saat mengajar, tapi mereka tidak bodoh melepas itu semua mengejar sentimen passion.  

Klub bela diri sudah berdiri lebih dari sepuluh tahun, karena jam mengajar yang cenderung malam, rata-rata murid berusia pertengahan dua puluh tahun keatas dan sudah bekerja. Dari sekian banyak instruktur dalam organisiasi, setahu saya hanya Grandmasters mengajar full time!

Realitasnya hanya sedikit praktisi bela diri (selain atlet professional) yang seratus persen cari makan dari mengajar. Tidak ada salahnya memiliki impian mengajar full time suatu hari, selama dilakukan dengan cerdas.

Membangun bisnis dari nol butuh kerja keras, lupakan saja berbisnis penuh waktu kalau tidak sanggup bekerja 40 jam penuh waktu ditambah 8 jam sampingan.

Tempat latihan gratis/murah

Untuk mengatasinya, berlatihlah diruangan terbuka seperti taman. Meminta ijin aula atau lapangan sekolah juga bisa menjadi win-win solution. Instruktur bisa mendapat murid baru sekaligus promosi dan sekolah ‘menyediakan’ ekstra kulikuler. Ide ini saya dapat dari satpam sekolah merangkap instruktur bela diri. Namun sebagai orang luar sekolah, tidak ada ruginya bertanya.

Harus dibawah naungan organisasi resmi

Memiliki aliran bela diri sendiri memang menggiurkan. Dari proses sertifikasi, kurikulum, turnamen, iuran members, regulasi organisasi, semua dikuasi sendiri. Mungkin ini salah satu sebab beberapa bela diri pecah sepeninggal pendiri. Murid berbakat yang pernah berguru langsung dan memiliki interpertasi sendiri membuka aliran baru. Contoh: meskipun Karate awalnya berasal dari pulau Okinawa (Jepang), saat ini memiliki berbagai aliran dari Shotokan, Kyokushin, Goju-ryu, Shito-ryu, Shorin-ryu dan seterusnya.

Ada juga menciptakan keahlian bela diri karena kondisi linkungan yang memaksa seperti Capoeira. Konon budak-budak Afrika yang dibawa ke Brazil saat itu menyamarkan serangan bela diri lewat tarian agar tidak menarik perhatian penjajah Portugis. Dari dalam negeri, kerasnya lingkungan Haji Achmad Dradjat memaksanya menjadi petarung jalanan hingga lahir aliran yang kita kenal sebagai ‘Tarung Derajat’.

Kalau Anda tidak pernah berguru langsung sama pendiri bela diri (atau setidaknya pada keturunannya) dan tidak memiliki latar belakang unik seperti Haji Achmad Dradjat, sebaiknya sekolah bela diri tetap dibawah naungan organisasi resmi. Murid yang merasa dibohongi sekolah abal-abal pengobral sabuk merupakan penghancur reputasi tercepat. Dibawah organisasi resmi, Anda bisa fokus membangun basis murid karena organisasi pusat sudah menetapkan kurikulum.

Mengapa Anda melakukan ini?

Mendapat murid pertama paling sulit, kesulitan berikutnya mempertahankan murid terus berlatih meskipun sabuk hitam sudah ditangan. Prioritas orang terus berubah seiring fase kehidupan. Ditambah lagi banyak pilihan olah raga yang lebih ‘aman dan fun’ diluar membuat persaingan makin ketat.

Jadi buat apa melakukan ini semua?

Instruktur saya melepas dunia corporate dengan pangkat terakhir sebagai manajer. Dari dulu dia memang suka dengan dunia fitness, nutrisi dan bela diri. Sebagai sampingan, dia mengambil kursus personal trainer. Sebagai salah satu murid paling senior dan berbakat, Master menawarkan dia mengambil alih sekolah bela diri dibawah naungan organisasi yang sama.

Dia mengaku tidak suka dengan dunia coporate. Posisi keuangan dia memang sudah mantap berkat beberapa investasi property. Sebagai qualified personal trainer, dia membuka kelas one-to-one dan group training di taman terbuka ketika masih kerja kantoran sekaligus ajang memasarkan sekolah bela diri.

Saya tidak ragu passion mendorongnya berganti karir 180 derajat. Tapi dia juga tidak bodoh langsung banting stir begitu saja tanpa pegangan jelas sebelum melepas karir corporate.

Semoga sukses bagi Anda yang ingin membuka sekolah bela diri!

Hendra Makgawinata

Sydney, 03/02/2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun