Mohon tunggu...
Hendra Kumpul
Hendra Kumpul Mohon Tunggu... Lainnya - Ro'eng Koe

Sedang Belajar Menulis ndakumpul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Koja untuk Bupati Manggarai

18 Mei 2020   16:44 Diperbarui: 18 Mei 2020   16:43 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi nenek penjual koja. Kompas.com

Guyuran hujan sudah mereda. Sang nenek pamit untuk kembali menjajakan kojanya. Namun sebelum itu, saya mengambil dua kantong plastik koja rebus untuk dibawa ke rumah. Ketika saya menyodorkan selembar dua puluh ribu, sang nenek menolaknya. Ia berjalan di emperan tokoh, dengan suara yang kecil, ia menawarkan kojanya kepada setiap orang, "Koja...koja tenang" ("Kacang tanah...kacang tanah rebus").

Seperginya sang nenek, saya dan teman saya juga beranjak ke rumah. Di atas motor, saya merenungkan kembali kata-kata terakhir sang nenek, tidak baik membuang pekerjaan yang sudah menghidupi kita bertahun-tahun. 

Penyesalan dan refleksi pun berkecamuk dalam kepala saya. Betapa saya telah menyia-nyiakan pekerjaan saya atau tidak tekun dan setia pada pekerjaan yang diembankan kepada saya. Betapa saya sering menjadi orang yang cepat puas pada pekerjaan. Pokoknya banyaklah refleksi saya tentang kata-kata terakhir sang nenek dengan saya.

Namun, ada satu kisah menarik yang saya dapati dari kisah sang nenek tadi. Ia telah menjajakan koja rebusnya di Kota Ruteng selama dua puluhan tahun dan di masa bupati yang berbeda-beda. Mulai dari alm. Gaspar Ehok, Anthon Bagul, Christian Rotok, dan kini Deno Kamelus. 

Jadi ada empat orang bupati yang memerintah dan sang nenek masih menjajakan koja rebusnya dengan cara yang sama, berkeliling sambil meneriakkan "koja...koja".

Ada yang miris di sini. Para bupati Manggarai tidak pernah memerhatikan nasib sang nenek dan penjual kacang tanah rebus lainnya di Kota Ruteng selama dua puluhan tahun terakhir.

Mungkin pula cengkeram kapitalisme begitu hebatnya, hingga para bupati dan semua orang Manggarai lainnya lebih tertarik pada produk korporasi, semisal kacang garuda atau produk kacang tanah lainnya dalam rupa kemasan yang berseliweran di toko-toko dan kios-kios.

Padahal, kacang tahan yang direbus merupakan produk asli orang Manggarai. Bupati tinggal bekerja sama dengan pengusaha dan penjaja kacang tanah di Kota Ruteng atau sekitarnya untuk memproduksinya dalam jumlah yang banyak dan dijual dalam bentuk kemasan yang menarik. 

Bukan tidak mungkin, secara perlahan-lahan koja menjadi produksi yang laris-manis. Petani akan berlomba-lomba menanam koja. Produksi koja pun lancar. Masyarakat Manggarai pasti akan membelinya sebab mereka bangga koja telah diproduksi dan dikemas dengan apik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun