Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ramai Ramai Gugat Parliamentary Threshold

28 Mei 2023   06:00 Diperbarui: 28 Mei 2023   06:20 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pemilu (sumber: kompas.com/Andika Bayu Setyaji)

Topik parliamentary threshold mulai tampak ke permukaan kini, usai penetapan partai-partai yang lolos sebagai kontestan pada gelaran Pemilu 2024 mendatang. Peraturan parlimentary threshold sendiri kiranya sudah ditetapkan sejak Pemilu 2014 silam. Dimana setiap partai peserta Pemilu wajib memiliki syarat perolehan suara sebagai ambang batas minimumnya. Dengan ketetapan 4 persen secara nasional, untuk setiap calon anggota dewan, sesuai dengan putusan Pemilu tahun 2019.

Kiranya ada beberapa gugatan yang telah tampak dengan melayangkan protes bagi ketentuan ini. Khususnya dari Partai Buruh yang masih menuntut pencabutan atas syarat yang dianggap memberatkan. Sesuai ketentuan Undang-Undang Pasal 7 Tahun 2017, mengenai ambang batas di parlemen dianggap telah menghalangi hak bagi warga negara untuk aktif sebagai wakil rakyat.

Juga tuntutan bagi pencabutan aturan presidential threshold sebesar 20 persen, yang dirasa terlalu politis. Ini mungkin yang jadi kendala bagi partai-partai baru dengan perolehan suara fluktuatif. Dimana besarannya tidak selalu konsisten, dalam mendapatkan dukungan secara penuh dari konstituen. Khususnya bagi ruang pemilihan pada tingkat anggota dewan (DPR).

Secara umum, persoalan parliamentary atau presidential threshold tidak dipahami secara utuh oleh masyarakat. Ini adalah fakta yang harus dikemukakan, agar ada ruang edukasi bagi masyarakat terhadap konstelasi politik bangsa secara realistis. Jangan sampai ada upaya-upaya penggiringan opini demi kepentingan politis dari kelompok atau partai yang terlibat dalam politik praktis. 

Namun kiranya yang patut disorot adalah perihal ambang batas suara bagi calon wakil rakyat. Disini ada aspek sosial kultur yang jadi penting guna membangun konstelasi politik secara positif. Apalagi dalam proses kampanye, dan sosialisasi politis dari partai-partai yang menghendaki daya dukung yang terbaik.

Bukan lantaran hanya dimanfaatkan suara konstituen oleh partai-partai besar. Tetapi melalui pendekatan yang lebih humanis dalam tujuan pemenuhan hak sebagai warga negara. Ambang batas dianggap akan menghalangi tokoh-tokoh kompeten yang memiliki visi dan misi terbaik bagi masa depan bangsa. Sesuai dengan tujuan demokrasi yang potitif melalui orientasi kerakyatan.

Jadi, pada momentum Pemilu nanti, para calon wakil rakyat tidak harus melulu dari lingkaran partai besar. Kira-kira demikian atas persoalan threshold dalam aturan pemilihan secara terbuka dan transparan. Agar tidak ada upaya penggiringan suara dengan proses politisasi yang tidak sehat (kampanye hitam), atau bahkan money politic.

Ini yang patut dipahami dan harus dihindari, demi demokratisasi yang lebih baik lagi. Apalagi ada adagium politik yang menyebutkan bahwa "dalam politik tidak ada teman dan lawan abadi, karena yang ada hanyalah kepentingan abadi". Sekeras-kerasnya konflik di lingkaran bawah (pendukung) niscaya tidak akan mempengaruhi hasrat politik demi tujuan partai yang pragmatistik.

Ini kiranya dapat menjadi dasar, bagi para pendukung fanatik yang kerap mengalami benturan sosio politis di lapangan. Bahwa secara prinsipil kritik terhadap peraturan parliamentary threshold memang menjadi daya dukung utama dan menguntungkan bagi partai politik besar. Walaupun justru merugikan bagi partai politik kecil atau baru, ini yang menjadi abstraksi politik Indonesia saat ini.

Apalagi banyak survei yang telah menampilkan perolehan suara diatas ambang yang ditentukan. Seperti PDIP, Gerindra, Demokrat, Golkar, Nasdem, dan PKB. Hanya 6 partai yang dapat dikatakan lolos untuk sementara ini, sisanya masih dibawah 4 persen, dengan perolehan yang kurang signifikan. Apalagi terhadap partai-partai yang elektabilitasnya masih dibawah 1 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun