Pada awal bulan Desember 1945, pertempuran Cisokan terjadi begitu hebat di Cianjur. Sebagai alternatif jalan menuju Sukabumi, pasukan TKR bersama laskar pejuang Cianjur menggempur habis-habisan serdadu Sekutu/Gurkha. Tepatnya di jembatan penghubung desa Ciranjang, aksi hit and run pejuang Republik, dapat serta merta membuat musuh kalang kabut.
Sekilas memang, kondisi geografis dengan kontur pegunungan menjadi lokasi strategis gerilya dari para pejuang. Tetapi, kontribusi rakyat dalam aksi penghadangan tersebutlah, para pejuang berhasil "menghabisi" tentara musuh. Walau dalam persenjataan dapat dikatakan kalah jauh.
Bahkan tank kelas Sherman pun tidak berdaya menghadapi serangan frontal dari atas perbukitan yang memang berkontur terjal. Dibawah komando Kapten Anwar, pasukan Republik berhasil memberi pukulan telak. Kapten Dasuni Wahid sebagai komandan lapangan pun memberikan tembakan pembuka sebagai pemula pertempuran. Dor, dor, dor, dan tak lama kemudian terdengar ledakan dari sebuah truk pasukan Sekutu.
Truk tersebut terkena ranjau yang ditanam oleh para pejuang. Duaaaarrr! Seketika pasukan Sekutu berhamburan tiarap dijalanan. Hujan granat dan bom molotov yang dilemparkan dari atas perbukitan layaknya badai api yang menyambar siapa saja. Aksi dari para penembak jitu yang bersembunyi di rerimbunan pohon pun menyantap pengemudi truk yang mencoba melarikan diri.
Pertempuran Ciranjang ini sama halnya dengan peristiwa Bojongkokosan, yang dikenal dengan perang konvoi. Walau tidak setenar Bojongkokosan, tetapi semangat juang dan patriotisme rakyat Cianjur tentu wajib diacungi empat jempol. Mereka tergabung bersama laskar Hizbullah, Barisan Banteng, Sabilillah, hingga Yotam yang colabs bareng rakyat bersenjata apa adanya.
Tidak ada rasa gentar walau yang dihadapi adalah pasukan pemenang Perang Dunia 2. Sekiranya demikian yang dapat dikisahkan kepada anak-anak korban gempa Cianjur beberapa waktu lalu. Membangkitkan semangat juang, untuk dapat bangkit lagi usai luluhlantak dihantam gempa. Menjadi sebuah keyakinan tersendiri bagi anak-anak untuk dapat bangkit bersama.
Tim Misi Kemanusiaan yang berkolaborasi dengan Tim Tagana dari regional Jawa Timur, pada beberapa sesi memberikan trauma healing melalui berbagi kisah, mendongeng, bernyanyi bersama, dan fun games. "Hal ini memang menjadi agenda rutin yang kami kerjakan", ungkap Rully Onzo selaku ketua dari Tim Misi Kemanusiaan.
"Di bulan Desember 1945 lalu, pernah terjadi pertempuran hebat disini, dan kita membagi semangat juang kepada anak-anak semua", sambung Rully, yang juga beraktivitas sebagai pengajar sejarah di MAN 1 Bogor. Itulah sejarah, dengan segala hikmah yang dapat dipetik dari setiap peristiwanya.
Seperti semangat Sersan Abubakar, yang mampu bangkit memberikan serangan balasan walau posisi pasukannya tengah terjepit. Hal ini tentu saja dapat dijadikan media edukasi bagi anak-anak penyintas gempa. Berbagi kisah inspiratif dengan kegiatan fun games dan kerjasama kelompok, yang dapat membuat mereka kembali ceria. Sebuah hal yang direduksi dari semangat persatuan dan nasionalisme dari para pahlawan bangsa.