Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Potret Kebersahajaan Petani dan Tradisi Sedekah Bumi

27 Juni 2022   05:30 Diperbarui: 27 Juni 2022   05:49 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Petani Desa Cibuntu, Kuningan, Jawa Barat

Identifikasi petani sebagai simbol penghidupan merupakan sebuah potret kemanusiaan yang tidak lepas dari hasil bumi. Hasil bumi yang didapat dari alam, menjelma menjadi berbagai macam tradisi dan kebersahajaan hidup bagi para pelaku usaha tani. Khususnya bagi para petani di tengah era modernisasi saat ini.

Kemajuan teknologi faktanya tidak membuat tipologi kultur masyarakat tani bergeser mengikuti perkembangan zaman. Konsistensi keberpihakan terhadap alam, menjadi "jalan ninja" yang senantiasa dipertahankan. Moderniasi yang mengiringi perkembangan usaha pertanian, biasanya hanya meliputi area teknologi, dan tidak kepada tradisi.

Menjaga tradisi dianggap sebagai syarat utama dalam kegiatan bertani. Kita tidak akan membahasnya secara teoritis dalam artikel ini, melainkan melalui berbagai kisah yang terangkum dari sudut pandang pengalaman penulis bersama para petani.

Seperti para petani di desa Cibuntu, yang konsisten mempertahankan tradisinya untuk sedekah bumi, tatkala panen atau hasil tani baik. Keuntungan dari alam, tentu untuk dinikmati bersama-sama, walau pengembangan desa Cibuntu tidak lepas dari upaya membangkitkan aspek wisata budaya melalui pendekatan ekowisata.

Tetapi para petani disana secara faktual lebih mengembangkan pendekatan kultur dan budaya sebagai dasar dalam berkegiatan pertanian. Bukan hanya bicara modernisasi dalam berbagai teknik dan teknologinya. Upaya pemakaian pupuk organik yang didapat dari peternakan kambing disana justru menjadi kunci dalam menjaga kelestarian alam.

Hal ini senada dengan konsep pertanian yang dilakukan oleh masyarakat Dieng. Baik dalam usaha kentang, ataupun terong belanda, pemanfaatan pupuk organik menjadi kunci yang menjadi ciri khas dalam menjaga tradisi. Tentu hal ini juga diimbangi dengan kegiatan sedekah bumi, yang biasa dilakukan tatkala ada upacara ruwatan rambut gimbal.

Bukan semerta-merta fokus pada upaya agrowisata atau ekowisata sebagai alternatifnya, melainkan menjaga budaya dan tradisi yang menjadi identifikasi sosial bagi para petani tradisional. Maka, hal ini dapat menjadi pembeda bila proyeksi modernisasi dalam berbagai sektor pertanian diupayakan guna meraih keuntungan yang lebih baik.

Khususnya untuk mengurai persoalan daya jual dan beli, yang tidak dapat lepas dari kebijakan publik. Atau bahkan menyelesaikan persoalan tengkulak dan praktek-praktek ijon, yang justru merugikan para petani.

Dokpri. Petani Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah
Dokpri. Petani Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah
Dalam arti kata, para petani tidak menolak upaya modernisasi. Akan tetapi lebih adaptif dan kolaboratif agar tetap mampu menjaga tradisi bertani yang identik dengan budaya bangsa.

Konsep kebersahajaan yang sudah melekat kuat dalam kultur para petani, sudah semestinya menjadi modal penting yang patut dipertahankan. Untuk dapat terus dijaga, dan dirawat, agar tidak tergerus dengan kultur modernisasi dengan orientasi yang lebih kapitalistik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun