Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cut Nyak Mutia Perempuan Pejuang dari Tanah Rencong

31 Juli 2021   22:06 Diperbarui: 31 Juli 2021   22:25 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tanah Rencong dikenal juga dengan Aceh, sebuah daerah Kesultanan Islam yang berkembang sejak abad ke 14. Menjadi sebuah area yang terkenal karena terletak di pintu masuk Selat Malaka. Suatu selat penghubung antar belahan Asia Barat, Eropa, Afrika, dengan Asia Tenggara dan Timur.

Ara yang menjadi incaran bangsa-bangsa barat untuk dapat dijadikan wilayah koloni. Portugis, Spanyol, Perancis, Inggris, hingga Belanda. Selalu berupaya untuk menguasasi daerah di Semenanjung Melayu ini.

Kesultanan Aceh sendiri adalah sebuah kerajaan yang memiliki kedaulatan atas daerahnya sebelum Belanda mulai mencampuri urusan politik dan pemerintahannya. Suatu sikap yang kelak menimbulkan pertempuran bersejarah dengan pengaruh asing di dalam Kesultanan Aceh.

Sejak masa Sultan Mahmud Syah hingga Cut Nyak Dhien, semangat perjuangan menentang hegemoni asing terus dikobarkan. Teuku Umar, Panglima Polim, Pang Nagroe, Cut Nyak Mutia, Pocut Baren, hingga Laksamana Malahayati, nama-nama para pejuang yang telah menorehkan catatan sejarahnya bagi Indonesia.

Cut Nyak Mutia yang lahir di Aceh Utara pada Februari 1870, perjuangannya tentu tak kalah hebat dengan para pejuang lainnya. Ia telah tercatat sebagai salah satu pahlawan dari Aceh oleh pemerintah Indonesia. Namanya telah abadi bagi seluruh rakyat Indonesi.

Perjuangan Cut Nyak Mutia

Cut Nyak Mutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya, Teuku Tjik Tunong. Namun pada Maret 1905, Tjik Tunong berhasil ditanggap Belanda dalam suatu penyergapan. Ia langsung dihukum mati di pinggir pantai Lhoksumawe, dengan wasiat agar Pang Nagroe melanjutkan perjuangannya.

Pesan Tjik Tunong kepada Pang Nangroe untuk menikai Cut Mutia usai dirinya meninggal. Ternyata tetap mampu membangkitkan semangat Cut Mutia untuk terus berjuang. Siasat gerilya dan perang terbuka dilancarkan oleh para pejuang Aceh di sekitar Lhoksumawe.

Pada suatu peristiwa, serangannya dapat dipatahkan oleh pasukan Marsose Belanda di Paya Cicem, tenggara Lhoksumawe. Ia bersama pasukannya berhasil menghindari sergapan dengan mengundurkan diri ke hutan. Tetapi Pang Nangroe yang melindungi usaha gerak mundur Cut Mutia, gugur dalam pertempuran.

Pang Nangroe bersama pasukannya telah sahid. Tetapi Cut Mutia tidak sedikitpun gentar dan terus melancarkan serangannya hingga ke daerah Gayo. Dengan sisa pasukannya ia tetap menggempur pos-pos jaga Belanda di setiap daerah yang ia lewati.

Walau strategi yang diterapkan kali ini adalah gerilya, dan menghindari perang terbuka dengan pasukan Marsose Belanda. Hal itu tetap merepotkan Belanda yang tengah berupaya menghentikan perjuangannya. Sayembara hidup atau mati, juga dipropagandakan kepada rakyat, berharap ada pengkhianat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun