Mohon tunggu...
Hendra Fahrizal
Hendra Fahrizal Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Certified Filmmaker and Script Writer.

Hendra Fahrizal, berdomisli di Banda Aceh. IG : @hendra_fahrizal Email : hendrafahrizal@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Cerita Seorang Bapak: Ikut Program Bayi Tabung dengan Dokter Binarwan Halim

11 Mei 2018   23:30 Diperbarui: 29 September 2020   00:15 43881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin begitu banyak blog yang menceritakan pengalaman berobat bayi tabung atau istilah medisnya In Vitro Fertilization. Biasa yang menulis adalah ibu-ibu. Nah, ini adalah versi dari sudut pandang bapak-bapak.

Awalnya, saya nggak begitu setuju dengan istilah "bayi tabung" yang terasa rada menyeramkan dan rada kayak rekayasa genetika macam apalah, seperti membiakkan bayi dari senyawa batu krypton dicampur nitrogen. Padahal sebenarnya secara prosesnya lebih sederhana.

Louise Joy Brown, Bayi Tabung Pertama Dunia, 1978.
Louise Joy Brown, Bayi Tabung Pertama Dunia, 1978.
Saya menikah dengan istri saya, Maya, sudah hampir 5 tahun. Dua tahun setelah menikah dan belum punya anak, kami mulai memulai program hamil, walau awalnya tak terlalu fokus. Pakai jasa dokter lokal di Banda Aceh, kota tempat kami berdomisili, tapi tak berhasil. Lalu berobat tradisional 2 kali. Pada masa tersebut, istri saya pernah hamil. Hanya saja terlambat diketahui. Hal itu disebabkan karena siklus menstruasinya tidak teratur benar, jadi kala terlambat datang bulan, kami mengira itu hal biasa karena sering terjadi. Jadi, begitu sekali ini terlambat bulan, istri saya tak lekas mengecek dokter atau menguji pada test-pack. Begitu tahu hamil, istri saya ternyata sudah 7 minggu. Tak terlalu lama, muncul flek dan akhirnya keguguran. Bisa jadi karena tak dijaga dengan kesibukannya sebagai karyawan bank.

Setelah istirahat berhubungan selama 3-4 bulan setelah dikuret, kami melanjutkan proses berhubungan seperti biasa. Dalam setahun juga belum menghasilkan.

Lalu muncullah ide untuk berobat ke Medan.

Berobat ke Medan ini setelah melihat teman seperjuangan sewaktu berobat tradisional kini telah hamil dan punya anak. Mereka cerita, mereka berobat di Halim Fertility Centre, dengan dokter Binarwan Halim. Hanya saja, keberhasilan itu bukan dengan program bayi tabung. Hanya proses pengobatan medis biasa akibat kista. Tapi, karena berhasil, ya tak ada salahnya untuk kami coba juga. Cek punya cek di internet, dokter ini sudah melanglang buana belajar dari Singapura hingga Amerika dan beliau adalah dokter pertama yang mampu melakukan proses bayi tabung di luar Jawa. Keren juga nih. Tapi, ada beberapa blog yang menyebut biaya sama dokter ini rada mahal. Apa benar? Soal budget kita akan bahas di akhir. 

dr. Binarwan Halim (sumber : FB Binarwan Halim)
dr. Binarwan Halim (sumber : FB Binarwan Halim)
Setelah mencari-cari informasi, kami mencoba menghubungi pihak klinik. Pihak klinik mengatakan, jika ingin datang ke klinik untuk pertama kali, silakan datang pada hari kedua istri menstruasi. Berangkatlah kami ke Medan menjelang menstruasi hari kedua itu. Tiba di klinik, kami ditanya-tanya riwayat penyakit, seperti apakah ada penyakit maag, diabetes, pernah operasi dan seterusnya. Nah ini yang saya suka. Karena yang saya tahu, setiap kendala medis itu kerap berhubungan dengan penyakit lainnya. Proses ini tak kami lewati waktu berobat di Banda Aceh. Saya juga tahu, misalnya, bila ada riwayat diabetes maka seseorang juga menjadi sulit hamil, bukan hanya karena faktor sebatas penyakit dalam kelamin seperti kista, keputihan, dan seterusnya.

Kami diminta melakukan cek darah juga di lab. Karena saya tinggal di Banda Aceh, mereka membolehkan cek darah dilakukan di Banda Aceh. Saya juga diminta melakukan uji sperma untuk di cek kesehatannya. 

Langkah berikutnya, istri saya di papsmear. Ia juga di-USG oleh dokter. Di situ dokter mengatakan bahwa istri saya keputihan. Lalu dokter memberi jadwal untuk melakukan HSG (hysterosalpingography), yaitu tes untuk mengecek saluran pada rahim untuk mendeteksi kesuburan, lalu dilakukan pula pembersihan saluran di vaginanya agar sperma dapat menempuh perjalanannya dengan aman dan nyaman seperti jalan tol. 

Pada saat melakukan HSG, saya tak boleh masuk saat tindakan. Selesai tindakan, saya baru melihat, sarung tangan dokter yang melakukan proses itu sudah berdarah-darah. Wah, pake darah-darah juga ya ternyata. Terus dokter berkata, bahwa setelah ini nanti akan ada reaksi-reaksi nyeri dan sejenisnya, jadi ia meminta diabaikan saja. Menjelang pulang, kami dibekali obat.

Keterangan foto : Istri saya setelah di HSG.
Keterangan foto : Istri saya setelah di HSG.
Setelah beberapa hari proses HSG, kami diminta berhubungan lagi sesuai jadwal yang telah ditentukan. Istri akan dicek lagi untuk dilihat apakah sperma "mendapat jalur yang benar" menuju telur. Nama proses ini adalah UPS atau Uji Pasca Senggama. Nanti akan dilihat seberapa banyak sperma tertinggal di sel telur ini. Untuk ini, seingat saya dokter tak memberitahu hasilnya.

Kami lalu diberi obat untuk sebulan. Artinya, menjalani program hamil dengan dokter ini tetaplah melewati tahapan mengkonsumsi obat-obatan lebih dulu. Bila gagal, baru akan naik ke tingkatan pengobatan selanjutnya, yaitu inseminasi, dan terakhir, bayi tabung. 

Kami menjalani proses mengkonsumsi obat ini selama 3 bulan, setiap obat ditebus per bulan. Setelah 3 bulan berjalan tak ada perkembangan positif, selepas lebaran pada Juli 2017 lalu kami memutuskan untuk meningkatkan program hamil ke tahap ke lebih tinggi, yaitu inseminasi. Dokter juga menyarankan demikian.

Apa itu inseminasi? Saya jelaskan secara naratif saja ya, sperma saya diambil, lalu dibantu untuk disuntikkan menuju sel telur menggunakan kateter. Dengan proses penyuntikan sedekat-dekatnya dengan sel telur, maka dianggap sperma akan langsung segera bertemu sel telur. Itulah anggapan saya sebagai orang awam mendengar penjelasan dokter.

Pada tahap inseminasi,  istri saya lebih dahulu disuntik hormon. Suntikan ini dilakukan sebanyak 7 kali selama 7 hari. Satu suntikan per hari. Karena berada di luar kota, kami boleh menyuntik sendiri di rumah, kecuali suntikan pertama dan terakhir wajib dilakukan oleh perawat di Medan. Suntik hormon ini berguna untuk memperbesar sel telur dalam rahim istri. Dengan pembesaran sel telur, maka sel telur lebih mudah berjumpa sperma dan mudah dibuahi.

Setelah selesai acara suntik menyuntik itu, pada jadwal yang telah ditentukan, kami kembali ke klinik untuk dicek pemeriksaan sel telur tersebut. Ternyata, istri saya memiliki 8 sel telur besar. Kata perawat, itu jumlah yang relatif banyak dan bagus. Lalu perawat menyarankan agar kami skip (melompati) proses inseminasi ini. Langsung ke bayi tabung.

Kenapa demikian?

Ada dua alasan.

Pertama, agar mudah dikontrol. Proses inseminasi tak dapat dikontrol karena proses pembuahan dilakukan di dalam rahim secara alami. Dengan kondisi 8 sel telur besar itu, bila rezeki, bila rejeki nih ya, maka bila banyak sekali sel telur terbuahi, maka otomatis akan menjadi embrio dan sulit untuk berkembang. Misalnya, 5 sel telur jadi embrio, ya jelas tidak mungkin ada kembar lima dan  berbahaya. 

Kedua, dengan proses bayi tabung, pengontrolan lebih mudah. Sel telur itu, kedelapannya akan diangkat dan dibuahi di luar (dalam tabung). Lalu, setelah disatukan dengan sperma, nanti akan dilihat mana yang berhasil jadi embrio. Sebutlah, seluruhnya berhasil menjadi embrio (walaupun biasanya ada pula yang gagal beberapa atau seluruhnya), maka hanya sebagian embrio itu yang akan ditanam kembali dalam rahim, misalnya 3 saja. Dengan asumsi, mungkin 1 atau 2 embrio gagal berkembang menjadi janin, maka masih ada 1 embrio lagi yang bertahan. Bila ketiganya gagal, maka saya dan istri masih memiliki stok 5 embrio lagi yang dibekukan di tempat khusus. Jadi tidak terbuang percuma sebagaimana ensiminasi. Karena yang harus diingat, memperoleh embrio sehat itu tidak mudah.

Tempat pembekuan embrio ini biayanya sebesar 100 ribu per bulan.

Namun bila salah satu dari 3 embrio ini berhasil, maka 5 embrio lain yang dibekukan itu bisa digunakan untuk program hamil ke depannya jika berniat menambah anak lagi. Karena, setelah berhasil memperoleh 8 sel telur, belum tentu istri saya akan kembali mendapatkan sel telur sebanyak ini lagi, dengan alasan usia. Semakin tua usia seseorang, semakin sedikit sel telur dan kesehatan sel telurnya.

Anyway istri saya berusia 30 tahun saat ini.

Setelah mendapat penjelasan itu, yang pertama saya tanya adalah biayanya. Haha. Jelas, saya tak pernah berpikir sama sekali untuk ikut program bayi tabung ini. Saat itu, di depan dokter, saya masih cenderung memilih program inseminasi saja, karena untuk biaya inseminasi, Insya Allah saya masih sanggup. Tapi kalau bayi tabung? Saat itu saya memang tak pernah berpikir akan memilih program ini. Alasannya jelas saja, biaya yang sudah pasti mahal.

Keluar dari ruangan dokter, kami telah memutuskan tetap ikut program inseminasi saja.  Lalu kami diminta ke ruangan lain untuk melakukan pengambilan darah. Di ruangan tersebut seorang perawat, kalau tak salah namanya Sari, kembali berbicara, "Sayang bila tidak melompat ke program bayi tabung karena prosesnya tidak terlampau panjang lagi". Ia menyebutnya converted. Penjelasannya, sebagian tahapan proses bayi tabung telah dilakukan saat inseminasi, dan saya dan istri sudah melewati sebagian tahapan itu. Jadi tak banyak lagi tahapan bayi tabung yang harus dilewati, artinya, biayanya pun tak banyak lagi.

Nah, untuk pasien converted, biayanya bisa ditekan. Perawat ini lalu memberi penjelasan lebih rinci dari positif tidaknya memilih program bayi tabung daripada inseminasi. Saya nggak tau kenapa, penjelasan perawat ini lebih mengena di otak saya. Dia tidak memaksa, cuma dia memberi pemahaman untuk dipertimbangkan.

Setelah berkali-kali memandang istri saya, dan wajah istri saya membaca ia menyerahkan pada saya dan hanya berharap yang terbaik, oke, akhirnya saya setuju, walaupun pada awalnya masih belum tau soal kesanggupan biaya. Tapi, "Duit nanti kita cari," putus saya.

Nah, karena konversi ini, kami yang seharusnya kembali besok ke Banda Aceh besok, urung. Kami diminta tetap tinggal di Medan sampai 10 hari kedepan. Ini adalah masa terpanjang kami tinggal di Medan. Seringnya cuma 1 malam. Pernah sekali waktu menginap selama 5 hari, saya lupa waktu proses apa. Untungnya di depan klinik, ada sebuah hotel kecil, bangunannya ruko, yang memberi diskon bagi pasien (cukup dibuktikan dengan kartu berobat) dan mendapatkan kamar senilai 200 ribu saja. Itu sangat membantu sekali. Hotel 511 namanya. Walaupun berbentuk ruko dan kecil, tapi kamarnya bagus sekali dengan peralatan mandi lengkap plus air hangat. Kualitas kamar sudah setara hotel bintang 3. Ada juga restoran di bawahnya. Untungnya, karena terbiasa melayani tamu pasien, di restoran itu, saya bisa memesan healthy-food, karena dalam proses ini, dokter melarang benar istri saya makan makanan yang mengandung penyedap rasa, pengawet, dan sayur terkontaminasi pestisida. Tiga hal yang sulit sekali saya penuhi bila berada di Medan karena kami tak tinggal di rumah sendiri atau rumah relasi. Restoran ini membantu sekali. Satu porsi besar healty-food sekali makan adalah 50 ribu. Lauk dan sayurnya ternyata cukup besar dan banyak sehingga bisa dimakan berdua, jadi lebih hemat. Jadi saya tinggal request nasi tambahan saja untuk saya. 

Pada masa 10 hari itu, pertama kali, kami dikonseling. Dijelaskan secara komprehensif mengenai apa itu proses bayi tabung yang sebagian kami telah mengerti dari membaca-baca.

Lalu kami dimintai surat nikah dan disodori beberapa surat pernyataan, misalnya bila salah satu dari kami meninggal atau kami bercerai, maka sisa embrio akan dimusnahkan. Ini tentu aturan normatif, karena pasti biasanya banyak orang yang meminta proses bayi tabung dengan sperma dari luar pernikahan, misalnya sperma bule agar anaknya jadi blesteran. Hahaha. 

Setelah setuju dan menandatangani pernyataan, besoknya istri melakukan OPU atau Ovarium Pick Up yang berarti pengambilan sel telur. Sebelum proses ini, istri saya di cek tekanan darah dan suhu badannya untuk dilihat kesiapan fisik dan mentalnya. Karena perawat berkata, terkadang kalau pasien terlampau takut dan mempengaruhi tekanan darahnya, maka proses ini tidak dapat dilaksanakan. Alhamdulillah tekanan darah istri saya normal dan boleh segera dilakukan tindakan.

Tak lama kemudian, proses OPU dilaksanakan. Delapan sel telur itu diangkat dari rahimnya. Sperma saya juga diambil. Proses ini semuanya dilakukan di Rumah Sakit Stella Maris, tidak lagi di klinik. Tapi di rumah sakit itu, Dokter Binarwan juga salah satu pemiliknya.

Setelah melakukan proses OPU dan istri berbaring selama sekitar 1 jam, kami diizinkan kembali ke hotel. Perawat berkata, proses pembuahan sperma dan sel telur dalam tabung baru akan diketahui perkembangan dan hasilnya pada 3-5 hari.

Jadi kami diminta menunggu dan akan ditelpon sekitar 3-5 hari lagi bila proses pembuahan dalam tabung berhasil atau tidak berhasil. Bila berhasil, maka istri harus bersiap tindakan selanjutnya, yaitu proses ET atau embrio transfer, alias memasukkan kembali embrio yang telah berhasil dibuahi sperma ke dalam rahim. 

Nah, di sinilah makna bayi tabung itu sebenarnya. Bayi tabung hanyalah memindahkan sel telur dan sperma ke dalam sebuah tabung khusus selama 3 hari, lalu dimasukkan kembali dan istri hamil seperti biasa. Ini berbeda dari banyak tafsiran orang-orang bahwa bayi tabung adalah bayi dikembangbiakkan dalam tabung hampir seluruh masa pembuahannya di luar rahim. 

Sebelum pulang kami diberi obat-obatan, karena salah satu efek samping OPU adalah nyeri dan perut kembung. Pada efek yang lebih ekstrim adalah muntah-muntah. Tapi untungnya, istri tak mengalami itu, atau setidaknya tidak begitu signifikan, dia relatif baik-baik saja.

Tiga hari kemudian HP saya berbunyi dan diminta datang besok untuk melakukan embrio transfer. Di rumah sakit, dokter menjelaskan dari 8 sel telur yang dibuahi, 5 berhasil dengan baik, 3 lainnya tak baik atau tak berhasil. Jadi dokter memutuskan untuk memasukkan 2 embrio dulu. Sisanya akan dibekukan dan baru akan dipakai bila 2 embrio ini gagal atau ingin program hamil lagi bila tindakan ET ini berhasil membuat hamil.

Keterangan foto : Istri menunggu giliran tindakan OPU.
Keterangan foto : Istri menunggu giliran tindakan OPU.
Proses ET ini cukup singkat. Saya boleh masuk melihat ke ruangan tindakan dan melihat di monitor bagaimana embrio masuk ke dalam rahim. Dokter memasukkan kateter, embrio disuntikkan. Selesai. Tak sampai satu menit. Istri lalu diminta berbaring selama 2 jam.
Keterangan foto : Istri setelah di ET.
Keterangan foto : Istri setelah di ET.
Sebenarnya selepas dari sana saya ingin kembali ke hotel karena biaya hotel sudah dibayar full sampai tiga hari kedepan. Tapi melihat seluruh pasien bayi tabung yang ditindak di hari yang sama semua pada menginap di rumah sakit Stella Maris yang berada di lantai bawahnya, saya jadi ikut-ikutan juga. Ya sudahlah, biaya hotelnya jadi hangus.

Keterangan foto : Frontline RS Stella Maris.
Keterangan foto : Frontline RS Stella Maris.
Kami menginap di RS Stella Maris selama 2 malam. RS ini pelayanannya bagus sekali. Pelayanannya boleh dibilang kelas satu. Slogan We Serve You as Our Family seperti pada foto emang bukan sekedar jargon. Ruangan dan toilet sangat bersih. Pasien benar-benar dipantau. Makanan sehat tersaji 3 kali sehari plus snack setiap pukul 10 dan 16. Dengan biaya yang kami keluarkan, pelayanannya sangat sepadan. Begitu check out, kami diminta menulis kritik saran. Dari situ saya tahu kenapa RS ini bagus.
13-5af5ba2add0fa87629330092.jpg
13-5af5ba2add0fa87629330092.jpg
Dari sana, kami terbang kembali ke Banda Aceh. PR-nya adalah, dua minggu setelah ini, kami diminta cek darah (BetaHCG). Boleh dilakukan di lab lokal (kami lalu memilih prodia) untuk penentuan kehamilan. PR lainnya banyak sekali, istri dilarang melakukan pekerjaan berat, makanan harus sehat sebagaimana syarat pasca OPU. Jadi, istri kembali bedrest selama dua minggu dan tak masuk kantor. Walaupun, kata dokter bedrest itu tak wajib benar asal tak ada kegiatan berat. Tapi, biar afdol, ya sudahlah bedrest saja.

Perlu saya tekankan, dalam melewati proses bayi tabung ini, bila istri bekerja, maka memiliki atasan yang "pengertian dan baik hati" adalah berkah tersendiri. Istri saya bekerja di sebuah bank, dan hingga saat ini ia sudah begitu banyak meminta izin (bukan cuti, jatah cutinya sudah habis), bahkan untuk bedrest ini istri saya izin sampai 1 bulan. Secara cuti tahunan cuma 12 hari, cuti 1 bulan itu tidak mungkin, kecuali sakit. 

Nah, program hamil, dan bedrest pada saat hamil, tidak dinyatakan sebagai izin sakit bagi kantor. Tapi, kebetulan di kantornya ada skema cuti tanpa tanggungan, yaitu cuti tanpa digaji. Boleh diambil hingga maksimal setahun.

Ya sudah, kami ambil itu selama 2 minggu dulu sampai hasil BetaHCG (penentuan kehamilan). Dan atasan istri saya sangat mendukung dan memahami kondisi kami. Saya tak yakin kalau bukan beliau atasannya, mungkin izin-izin yang serba banyak ini akan sulit diperoleh.

Begitu pula dengan suami, kalau bukan karena saya wiraswasta dan berusaha sendiri, boleh jadi saya akan mendapatkan kesulitan yang sama untuk izin pada atasan, sebentar-bentar seperti ini, karena pasti akan mengganggu kinerja.

Sambil menunggu tes penentuan kehamilan atau BetaHCG di minggu kedua setelah ET, saya iseng minta istri saya tes uji kehamilan pakai testpack merk Akurat. Ada garis sangat halus pada hasil testpack. Saya tak berpikir macam-macam karena hal itu pernah terjadi dulu.

Pada hari ke 14, tanggal 23 Agustus 2017 lalu. Kami ke lab Prodia dan melakukan test BetaHCG. Esoknya mengambil hasil dengan hasilnya adalah 851. Saya tentu tak mengerti hasilnya. Cuma ada tulisan rujukan <5. Nah, kalau ini saya pernah baca di artikel di internet, kalau <5 katanya tidak hamil. 

Mulai galau.

Sambil pulang dan membawa hasil lab, saya beli testpack yang lebih bagus dan agak mahal. Di rumah, istri saya juga tak mengerti membaca itu (kecuali yang soal <5 itu) dan menyarankan menunggu kabar dari dokter klinik saja. Tapi saya suruh istri saya untuk pipis dan melihat hasil testpack. Hasilnya, jreeng, garisnya tegas. Tapi, apakah ini reaksi obat, atau memang hamil? Entahlah.

Dan dua hari sembari menunggu apa kata klinik tentang hasil pasti BetaHCG benar-benar membuat saya galau. Bayangkan, kalau gagal, maka sungguh sulit untuk mengulang lagi program, tentu atas alasan biaya. Oh ya, as info, pada saat yang hampir sama, saya harus melunasi biaya DP KPR rumah masa depan kami, jadi dua pengeluaran besar di waktu yang nyaris sama, itu benar-benar mengoyak qolbu ma men...

Besoknya, setelah saya memprediksi kopian hasil lab Banda Aceh telah tiba di Medan. Saya menelepon klinik.

"Bu, saya suami Maya, nomor pasien sekian, apakah hasil BetaHCG dari Banda Aceh sudah tiba?"

"Sudah pak, " sahut diseberang sana. "Hasilnya 851."

"Itu maksudnya apa bu, hamil atau tidak?"

"Hamil donk pak, kemungkinan kembar ini."

Ya Allah. Alhamdulillah.

Tapi sebenarnya saya tak boleh senang dulu. Karena proses janin menjadi bayi itu masih lama. Dan ada alasan dan kasus setelah hamil janin keguguran. Toh kami pernah alami 2 tahun lalu.

Tapi, untuk perkembangan ini, jelas saya tak bisa menyembunyikan kegembiraan. Ada hasil atas segala upaya selama ini. Yang lebih menyenangkan, kedua embrio yang ditanam, keduanya berhasil menjadi janin. 

Saya lalu diminta ke Medan untuk menebus obat lagi. Besoknya saya terbang ke Medan, sendiri, dan mengambil obat dari dokter, sekaligus mendengarkan apa arahan dari dokter selanjutnya.

Bertemu dokter di klinik, saya diberi list untuk melakukan beberapa tahapan cek darah lagi, boleh dilakukan di lab lokal. Kali ini yang di uji cukup banyak, kata perawat itu, biaya akan habis sekitar 5-6 juta. Dengan biaya obat yang baru saja saya tebus sudah 3 juta, tambahlah biaya pesawat dan menginap, berarti saya akan keluar uang 10 juta lagi. Padahal biaya untuk proses bayi tabungnya saja benar-benar mengoyak qolbu. Ini benar-benar diluar dugaan.

Setibanya di Banda Aceh, saya menyampaikan itu kepada istri saya. Saya bilang, mikirnya setelah hamil, biayanya tak banyak lagi, tapi ini malah harus keluar sekitar 6-10 juta lagi dan makin membuat tabungan ke ambang batas jurang gunung Geureute, tinggal senggol dikit, jatuh ke laut.

Tapi untunglah, pertolongan tak terduga datang. Ternyata untuk pemeriksaan lab, informasi dari kantor, dapat ditanggung oleh asuransi kantor istri saya. Begitu juga dengan pemeriksaan lab yang telah kami lakukan, bisa di reimburse atau tagih ke kantor.

Wah, ini sangat membantu. Sebagai info, pengobatan untuk program hamil jelas tidak ditanggung oleh asuransi kantor. Tapi untuk cek darah, melahirkan dan kuret, dapat ditanggung. Justru itu pula biayanya tidak kecil. Kesimpulannya, tertolong.

Istri diminta mengonsumsi obat yang telah saya tebus selama 2 minggu. Nanti bisa jadi akan ada obat tambahan tergantung pemeriksaan darah terakhir ini. Pemeriksaan darah terakhir ini tujuannya untuk mengetahui apakah ada virus dalam darah yang dapat mempengaruhi kesehatan janin.

Istri saya perlu melakukan cek darah ini karena ia punya riwayat keguguran, jadi dokter mencoba mendiagnosa, apakah keguguran kala itu akibat virus. Seminggu kemudian, hasil pengecekan darah keluar, hasilnya istri saya dinyatakan normal. Jadi tak perlu menebus obat lagi. Huft, kantong saya kembali bernapas lega.

Lalu kami diminta untuk melakukan USG pertama, tujuannya untuk mengecek kondisi janin setelah 4 minggu pasca ET. Sama seperti pemeriksaan darah, USG ini boleh dilakukan di Banda Aceh juga, dokter cukup dikirimi hasilnya saja.

Hasil dari USG di Banda Aceh dengan satu dokter obgyn lokal, hasil menunjukkan adanya 2 kantung di dalam rahim, yang kemungkinan adalah 2 calon janin. Dokter obgyn tersebut lalu meminta kami USG lagi 2 minggu kemudian setelah kantung tersebut menjadi janin. Ia tak memberikan resep karena obat dari Dokter Binarwan belum habis.

Saat obat habis. Saya berencana menebus obat kembali. Namun, staf Dokter Binarwan meminta kami melakukan USG di Medan untuk mempermudah pemberian resep berikutnya. Istri saya agak keberatan, karena itu artinya ia harus naik pesawat lagi. Ia takut risiko naik pesawat saat hamil muda. Sementara kalau naik bus saya yang keberatan, karena 12 jam perjalanan Banda Aceh ke Medan jelas sangat melelahkan. Di sisi lain, dengan dompet mulai pas-pasan, hal itu juga mulai memberatkan. Inginnya tetap lanjut berobat dengan dokter Binarwan. Tapi apa daya.

Mertua saya yang bekerja di RSUD di Banda Aceh dan kebetulan bertugas di ruang bersalin lalu berkonsultasi dengan dokter Yusra. Dokter tersebut menyarankan cukup mengonsumsikan Folamil Genio saja setelah hamil. Jadi, begitulah, istri akhirnya hanya menonsumsi Folamil Genio saja, sebagaimana saran dokter Yusra. 

Saya sebenarnya agak sangsi. Dengan dokter Binarwan, istri saya mendapat resep penguat kandungan lagi, yang dimasukkan melalui vagina. Folamil vs penguat kandungan? Apa saya tidak jadi ragu? Namun, sekali lagi, apa daya, keuangan sudah tak kuat. Bisa berobat sampai di titik ini saja jelas sudah diluar batas kemampuan yang coba saya tabrak dan akhirnya hanya dapat saya sanggupi. 

Setelah itu, kami tak pernah ke Medan lagi.

Pada masa setelah USG itu, saya jelas menjelma sebagai suami adalah pria siaga yang siap memijit-mijit istri yang mual-mual dan membersihkan muntahnya di mana saja ia mau muntah. Hehe. Bagi pasangan yang baru mengalami ini, ini memang bikin senewen, tapi orang-orang menjelaskan bahwa semakin calon ibu mual maka menunjukkan janin yang dikandungnya sehat. Uniknya juga, istri saya kini menyukai beberapa kesukaan saya yang awalnya ia tak begitu doyan. Saya rasa itu bawaan anak yang satu selera dengan ayahnya. Dia juga mulai tajam penciumannya, jangan harap saya akan disenyumi olehnya bila tak mandi pada sore hari. 

Saya sangat cerewet menjaga makanannya. Kadang tidak tega juga. Tapi demi-demi ya kan, apa boleh buat.

Komplain, karena terus menerus makan makanan yang
Komplain, karena terus menerus makan makanan yang
Apa Boleh buat.
Apa Boleh buat.
Pada 26 September, 4 minggu setelah USG pertama, istri mengajak untuk di USG. Kandungan sudah berusia 7 minggu. Mertua menyarankan ke dokter Yusra yang bekerja di satu ruangan dengannya, dan lagipula lokasi kliniknya lebih dekat dari tempat tinggal kami. Memanfaatkan perkenalanmungkin konsultasinya bisa jadi lebih mudah, tidak hanya di klinik, tapi juga di RS ketika dokter Yusra dan mertua sedang berada dalam satu ruangan.

Sore hari kami mengecek. Pada USG dokter ini, usia kandungan sudah 8 minggu. Ternyata prediksi dokter menggunakan USG memang 2 minggu lebih cepat dari embrio terbentuk. Hasilnya, monitor USG menunjukkan calon bayi tinggal 1.  Di cek lagi, memang benar tinggal satu janin.

Hal ini jelas merisaukan saya.

Dokter tersebut mengatakan, bisa jadi salah satunya sudah jatuh. Mertua saya lalu mengatakan, terkadang bahkan ada yang dua-duanya menghilang, atau bisa jadi tidak, tapi janin satu tertutupi oleh janin yang lain dan luput dari deteksi USG. Hal itu baru diketahui setelah besar janin cukup.

Untuk memastikannya, dokter meminta kami kembali lain waktu, ketika obat habis.

Saya lalu membaca bahwa USG menggunakan frekuensi suara, bukan sinar X, jadi masuk akal juga pendapat mertua saya itu. Tapi yang jelas, saya lalu mewanti-wanti istri agar lebih disiplin beristirahat dan menjaga pola makan. Keinginan anak kembar (boleh jadi akan) pupus, tapi sampai detik ini saya tetap bersyukur.

Trisemester pertama adalah masa paling menentukan dalam sebuah kehamilan, walaupun seluruh masa 9 bulan kehamilan sebenarnya tetap penting. Hanya saja di trimester pertama ini, adalah masa paling rentan bagi kehamilan, jadi harus benar-benar dijaga. Bagi saya, masa ini adalah masa paling mencemaskan, karena pernah kehilangan janin akibat keguguran di masa ini dua tahun lalu.

Di masa ini mual dan pusing istri saya mulai berkurang. Tapi saya agak khawatir karena badannya mulai kurus karena tak banyak pilihan makanan yang bisa dimakan. Dokter Binarwan menganjurkan banyak pantangan, sementara dokter di Banda Aceh membolehkan makan apa saja. Tentu saya mengikuti saran Dokter Binarwan saja.

Waktu berjalan, saya menanyakan perkembangan dan memperhatikan perut istri saya setiap hari. Haha. Istri saya mengaku belum merasakan apa-apa, kecuali mual dan pusing. Tapi di usia menuju 10 minggu ke atas perut istri saya mulai mengalami perubahan.

Tanggal 26 Oktober 2017. Obat habis. Usia kandungan, kalau menurut dokter saat ini adalah 13 minggu. Kami lalu pergi ke rumah sakit. Tak lama kami dipanggil. Dan isi adalah masa paling mencemaskan bagi saya. Jika ini terlewati, maka saya boleh "sedikit" bernafas lega. Istri saya lalu disuruh berbaring dan lalu di USG.

Janin telah terbentuk seperti manusia. Ada kepala, ada lengan, ada kaki, ada tulang badan, sekilas kelihatan jari-jari, dan... detak jantung. Alhamdulillah. Walau bayinya sudah dipastikan hanya tinggal satu.

Sejauh ini saya tetap bersyukur. Saat memperhatikan monitor USG bayi yang hampir bentuk badannya sudah sempurna begitu. Saya masih ingat di momen itu tak tergambarnya bercampurnya rasa haru dan syukur. Mendengar detak jantung dan melihat di monitor, istri saya bahkan mengeluarkan air mata.

Dokter memeriksa detak jantung. "Sehat, normal," katanya. Kalimat itu menambah kebahagiaan kami. Saya memandang istri saya. Ini memang momen yang dramatis. Ia telah menjadi bayi. Telah memiliki ruh. "Ini sudah dalam proses pembentukan ari-ari," kata dokter menutup percakapan.

Penantian trimester pertama ini, masa rentan, yang pada awalnya pernah gagal kami lewati, kini terlewatkan dengan baik. Kami tinggal merawat masa perkembangan bayi ini dengan tetap disiplin sebagaimana sebelumnya.

Sesuai dengan apa yang saya baca, pada masa trimester pertama, adalah ujian bagi janin. Sementara masa trimester kedua adalah ujian bagi ibu. Ujian apa? Sebisanya ibu tidak boleh sakit agar tak berpengaruh pada janin.

***

Tanggal 1 Desember 2017, 16 minggu, istri saya merasakan tendangan pertamanya. Saat ini perutnya sudah mulai keliatan membesar. Makannya sekarang udah banyak. Ia juga diminta untuk makan yang banyak karena menurut dokter, bayinya agak kecil untuk kandungan 18 minggu. 

Doc : Hendra
Doc : Hendra
**

27 Desember 2017

Istri kontrol bulanan lagi. Dokter sudah dapat melihat jenis kelamin bayi.

It's a boy!

**

Pada bulan Maret 2018, kandungan istri saya sudah 32 minggu versi pemeriksaan USG. Di sinilah terjadi hal yang buat saya bikin rada khawatir. Pertama, istri saya batuk.

Batuk memang hal sepele bagi seseorang. Tapi, batuk adalah sesuatu yang masuk list wajib dihindari versi dokter Binarwan, khususnya di masa kehamilan muda. Walaupun batuk terjadi di usia kandungan yang sudah 32 minggu, saya tetap sedikit khawatir.

Masalah kedua adalah, di usia 7 bulan ini, plasenta atau ari-ari masih menutupi jalan lahir. Istilahnya plasenta previa. Kalau istilah ibu-ibu komplek; ari-ari di bawah. Biasanya ari-ari ini akan menggeser ke atas kala usia kandungan makin tua. Tapi, di usia sudah 7 bulan, plasenta masih menutupi jalan lahir sepenuhnya. Apa sih dampaknya?

Pertama, wajib operasi sesar. Itu kata dokter. Okelah, itu saya terima dan dapat dipenuhi.

Kedua, ini yang ngeri-ngeri sedap. Bila saat bayi membesar, dan kemudian bayi mulai mendesak plasenta itu, maka akan terjadi kontraksi dan lalu terjadilah pendarahan. Kasus ini ada pada 1 di 200 kehamilan. Bila terus menerus terjadi, maka plasenta akan terlepas dan akibatnya bayi tak bisa mendapatkan pasokan makanan dan oksigen. Antisipasi sebelum hal fatal itu terjadi, bila terjadi pendarahan, segera operasi sesar.

Masalahnya, tindakan ini baru boleh dilakukan saat usia sudah 36 minggu, paling cepat 34 minggu, itupun setelah bayi disuntik pematangan di paru-parunya agar tidak terjadi gagal nafas karena dilahirkan sebelum waktunya. Nah, pertanyaannya, bagaimana bila hal itu terjadi sebelum 34-36 minggu itu? Sementara kandungan istri saya baru 32 minggu. Nah, masa selisih dua minggu ini jelas bikin deg deg ser. Dari sana saya minta istri saya untuk lebih banyak bedrest lagi. Walaupun saran bedrest itu dilakukan hanya bila terjadi pendarahan.

Hari demi hari berjalan terasa sangat lambat.

Keterangan foto : Syukuran 7 bulanan.
Keterangan foto : Syukuran 7 bulanan.
Akhirnya masa 36 minggu yang riskan itu terlewati. Pada usia kehamilan 37 minggu, kami kembali mengunjungi dokter. Ia lalu mengancang-ancang akan menjadwalkan tanggal operasi. Awalnya pertengahan April. Lalu mundur ke akhir April. Namun ditunda lagi karena berat bayi sesuai prediksi USG belum mencukupi. Pada usia kandungan 38 minggu, berat bayi masih 2,3 kg. Bayi harus memiliki berat setidaknya 2,7 kg agar aman, begitu kata dokter. 

Dan berat itu tercapai pada usia kehamilan 40 minggu tepat. Untung saja istri saya tidak mengalami pendarahan hingga saat itu. Pada USG terakhir, sekitar tanggal 25 April, dokter lalu menjadwalkan operasi sesar pada tanggal 1 Mei 2018 dan akan menjadi tanggal kelahiran bayi yang kami tunggu-tunggu.

***

1 Mei 2018. The day.

Jam 8 pagi kami bergerak ke rumah sakit yang ditunjuk oleh dokter klinik. Kami mengikuti prosedur biasa, yaitu masuk ke IGD. Di cek sana-sini. Kami dapat jadwal operasi kedua.

Menunggu beberapa jam sekaligus menyiapkan berkas administrasi, istri masuk ruang operasi selepas Dzuhur. Istri saya lalu didorong oleh perawat masuk ruang operasi. Saya tidak diperbolehkan masuk. Harus menunggu di luar.

Istri di ruang IGD. Masih bisa tertawa-tawa.
Istri di ruang IGD. Masih bisa tertawa-tawa.
Istri bersiap masuk ruang operasi.
Istri bersiap masuk ruang operasi.
Keluarga besar mulai berdatangan. Kami semua menunggu di tempat yang telah disediakan. Saya sendiri sesekali menunggu di luar dan sesekali masuk ke teras ruang operasi. Pukul 3 sore tepat, saya mendengar tangis bayi pecah. Saya yakin itu bayi saya. Mata saya berkaca-kaca. Tapi belum mampu menutupi rasa gelisah. Berharap semua baik-baik saja, bayi lahir normal dan ibu selamat.

Keterangan foto: Duh, lama sekali bayi keluar dari ruangan itu.
Keterangan foto: Duh, lama sekali bayi keluar dari ruangan itu.
Menjelang pukul 5 sore, saya dipanggil. Seorang dokter muda membawa bayi saya untuk diadzankan. Saya masuk. Saya memvideokan adegan pertama saya melihat bayi saya. Tak ada kata yang mampu mengungkapkan. Hampir enam tahun menunggu momen ini. Semua orang memang bisa saja menjadi ayah. Tapi menjadi ayah dengan penantian cukup lama, apa yang saya rasakan saat itu, mungkin akan lebih sentimentil dibandingkan orang lain yang memperoleh dengan mudah.
Keterangan foto: Our first sight, me and my baby. (Gambar dari video)
Keterangan foto: Our first sight, me and my baby. (Gambar dari video)
Anak saya lahir pada pukul 15.00 WIB. Dengan berat 2,5 Kg, meleset 200 gram dari hasil USG, tinggi 43 cm. Hasil operasi baik, ia segera menangis, apgar score-nya juga normal. Ia langsung dibawa bersama ibunya keruang rawat. Semua gembira saat itu. 

Tapi tidak selanjutnya.

Selepas Magrib, istri saya mengalami pendarahan. Mereka menyebut preshock. Tensinya turun hingga 80/60. HB nya juga drop. Tapi teratasi menjelang tengah malam. Ia mendapatkan tranfusi 4 kantung darah. Istri saya harus menginap lebih lama dari seharusnya, yaitu 4 malam.

Keterangan foto : Istri pada masa pemulihan.
Keterangan foto : Istri pada masa pemulihan.
Hari kedua setelah bersalin, kini giliran si bayi. Napasnya berbunyi seperti ada yang tersumbat pada hidungnya. Dokter anak dipanggil. Setelah diperiksa, dokter tersebut meminta bayi dibawa ke ruang highcare (tahap pertama sebelum bayi diputuskan masuk ke ruang NICU) untuk diobservasi lebih lanjut.

Ia akan mendapatkan antibiotik selama tiga hari. Di sini saya belum panik. Tapi di ruang observasi, bayi saya malah dinyatakan sesak. Dadanya naik-turun. Di situ saya paham, bayi saya akan menginap lebih lama dibanding ibunya. Ia juga dipasangi alat bantu napas dan diinfus.

Dokter anak mengatakan, bayi mengalami seperti ini, bila ibunya memiliki riwayat tertentu saat bersalin. Plasenta previa, yang jadi riwayat kandungan istri saya dianggap menjadi penyebabnya. Tapi, hal itu tidak ada hubungannya dengan program bayi tabung. Karena masalah plasenta previa adalah hal yang juga terjadi pada kehamilan normal dan bayi sesak juga lazim terjadi pada persalinan normal.

Keterangan foto : Ibu dan bayi di ruang highcare sebelum ia dipasangi alat bantu nafas.
Keterangan foto : Ibu dan bayi di ruang highcare sebelum ia dipasangi alat bantu nafas.
Hari Selasa, 8 hari setelah kelahirannya, si bayi diperbolehkan pulang. 

Di sanalah, saya menjadi ayah seperti ayah lainnya, ketika rotasi hari berputar 180 derajat, sang ayah harus mampu begadang, memanah, dan berkuda dalam waktu bersamaan. Bagian ini semua sudah paham, tak usahlah lagi diceritakan. Doakan si bayi tumbuh-kembang baik dan bermanfaat bagi sekitar serta membanggakan ayah dan ibunya.

whatsapp-image-2018-05-18-at-23-44-01-5ca8361ea8bc152c42133d13.jpeg
whatsapp-image-2018-05-18-at-23-44-01-5ca8361ea8bc152c42133d13.jpeg
***

Pertanyaannya, berapa biaya total yang telah dihabiskan untuk berobat bayi tabung ini?

Relatif sih. Pertama, untuk kondisi kami yang di luar kota Medan, pengeluarannya jelas akan lebih besar daripada yang tinggal di dalam kota Medan. 

Untuk kami yang memutuskan tinggal di hotel depan klinik, juga lebih besar dibanding yang tinggal di rumah relasi atau menyewa rumah. Untuk kami yang menggunakan moda angkutan udara dibandingkan yang bawa mobil sendiri, juga berbeda. Untuk yang memasak sendiri dan yang makan di luar atau catering makanan sehat di restoran seperti kami juga berbeda. Nah itu semua relatif. Tergantung opsi apa yang ingin dipakai.

Dalam brosur klinik Halim, tarifnya memang sekitar 37 juta. Tapi biaya itu hanya biaya klinik dan tindakan. Kita sama-sama tahulah bagaimana bahasa iklan berbicara. Toh, akhirnya akomodasi kita juga adalah hal yang tak boleh kita anggap sepele karena nilainya bisa saja bisa sama besar dengan tindakannya. Itupun belum termasuk biaya menginap di rumah sakit, obat-obatan, cek darah dan lainnya. Selain akomodasi, ada juga biaya hidup, karena ada saatnya kita akan tinggal lama disana. Untuk urusan biaya hidup, tetek bengeknya macam ragam. Kami telah menghitung kasar pengeluaran total selama disana dan menghabiskan duit sekira 55-60 juta. Bisa habis hanya segitu pun ada alasannya, karena kami menghentikan program berobat dengan Dokter Binarwan ditengah jalan, setelah istri dinyatakan hamil. Kalau lanjut, ya bisa nambah lagi, setidaknya di akomodasi. Karena ada teman yang memutuskan tinggal selama sebulan pasca ET untuk memastikan embrio harus kuat dulu baru kembali ke Banda Aceh. Bayangkan, kalau sudah tinggal disana selama 1 bulan, akomodasinya sudah habis berapa tuh?

Tapi, yang merasa nilai itu kemahalan, jangan ciut. Itu kan biaya kami yang tinggal di luar kota Medan. Terus, itu biaya yang keluar dengan cara hidup kami. Biaya hidup setiap orang berbeda-beda toh. Mungkin dengan cara hidup orang lain, biaya dapat lebih jauh ditekan. Tidak akan berselisih jauh dengan nilai 37 yang ditawarkan oleh klinik Halim. Saya rasa, lebih atau kurang, mungkin bisa di kisaran 40-45 juta. Lebih kurang.

Kabar baiknya, biaya itu jelas  jauh lebih murah dibandingkan berobat bayi tabung di Malaysia. Saya pernah peroleh informasi, untuk tindakan saja sekitar 75 juta. Belum akomodasi. Saya rasa, ya habis lah sekitar 100 juta.

Pada awalnya, banyak sekali orang yang skeptis dengan keputusan kami berobat bayi tabung (hanya) di Medan. Banyak yang terang-terangan ngomong, "Kenapa tidak ke Malaysia saja." Jawaban saya ke mereka sederhana, pertama, saya tak punya uang 100 juta (atau lebih) untuk kesana. Kedua, sebagian orang juga ada yang tetap tidak berhasil punya anak setelah berobat kesana. Jika kemudian peluangnya sama-sama tak mutlak, kenapa saya tak boleh memilih yang dekat dan lebih murah?"

Satu hal yang tak saya ikutsertakan dalam jawaban saya dan hanya saya simpan dalam hati. Entah mengapa, saya percaya langkah saya ini tepat.

Tapi, kesimpulannya, seberapapun biaya yang telah kami keluarkan, bagi saya, dengan kapasitas dompet dan saldo, ini adalah perjuangan paling habis-habisan yang telah kami perjuangkan dalam memimpikan kehadiran seorang bayi dalam keluarga kami. Jangan tanya tabungan tinggal berapa di bank.  Pokoknya sudah habis-habisan.

***

Hal lain yang perlu diperhatikan. Ikut program bayi tabung ini harus maha disiplin agar memperoleh hasil yang baik. Saya tak bisa menghitung istri saya sudah nangis berapa kali karena selalu dilarang makan yang dia ingin (karena yang sedap selalu berpenyedap). Atau memastikan agar selalu berada ditempat tidur pada 3 bulan pertama (bayangkan, siapa yang bisa tahan?) 

Selain disiplin, kemudahan dari Tuhan adalah salah satu anugerah. Seperti contohnya, efek setelah OPU tidak sampai tingkat ekstrem, muntah-muntah dan sebagainya, istri tidak terserang batuk (diawal kehamilan) atau penyakit lain yang memberi kendala terhadap lancarnya proses pengobatan, seperti tidak terlalu sering bersin, dan lain sebagainya.

***

Itulah sekelumit kisah --yang saya tulis cukup lama, nyaris setahun-- dan telah saya lewati dengan sebuah program hamil istri yang akhirnya memberikan hasil akhir sebuah senyum. Perjuangan yang sangat panjang. Delapan bulan melewati tahapan program hamil (April-Agustus 2017) dan sembilan bulan masa mengandung (Agustus 2017-1 Mei 2018). Itu bukan masa yang pendek dan perkara yang mudah melewati semuanya. Alhamdulillah, kini tunai sudah. 

Tulisan ini saya peruntukkan untuk kalian semua ingin memperoleh buah hati. Empati dan doa saya untuk anda semoga lekas dikaruniai momongan segera. Bila saya harus memberi saran bagi yang ingin ikut program ini, satu saja, don't wait too long, jangan tunggu anda lebih berumur. Lakukanlah selagi muda. Semakin muda, maka persentase keberhasilan semakin tinggi. Di usia istri saya yang 30 saja, dokter hanya sudi memberi peluang keberhasilan hanya 40 persen. Jadi jangan pernah menunggu hingga persentase keberhasilan semakin menipis dikarenakan usia. Uang yang keluar Insya Allah akan terganti, tapi waktu dan umur yang terbuang karena kita tak segera memulai, tak akan kembali. Semoga Yang Di Atas menjawab doa dan ikhtiar (usaha) kita semua. Ya, doa dan ikhtiar. Seperti kata-kata Dokter Binarwan yang akan selalu saya ingat, yang pernah ia ucapkan pada kami sekali waktu, "Ora et labora" katanya. Artinya, berdoa dan berusaha."

Terima kasih Dokter Binarwan Halim, sekali lagi..... terima kasih.

Banda Aceh, 11 Mei 2018.

Dari kami, Hendra Fahrizal & Maya Ramadhayanti, serta si kecil .... Nadhif Arfabian Shidqi.

Halo, namaku Nadhif.
Halo, namaku Nadhif.
nafhid9348938943-5ca83660cc528369c723fc12.jpg
nafhid9348938943-5ca83660cc528369c723fc12.jpg
Nadhif
Nadhif
Nadhif
Nadhif
Nadhif
Nadhif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun