Mohon tunggu...
Hendra Fahrizal
Hendra Fahrizal Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Certified Filmmaker and Script Writer.

Hendra Fahrizal, berdomisli di Banda Aceh. IG : @hendra_fahrizal Email : hendrafahrizal@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Cerita Seorang Bapak: Ikut Program Bayi Tabung dengan Dokter Binarwan Halim

11 Mei 2018   23:30 Diperbarui: 29 September 2020   00:15 43881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah mendapat penjelasan itu, yang pertama saya tanya adalah biayanya. Haha. Jelas, saya tak pernah berpikir sama sekali untuk ikut program bayi tabung ini. Saat itu, di depan dokter, saya masih cenderung memilih program inseminasi saja, karena untuk biaya inseminasi, Insya Allah saya masih sanggup. Tapi kalau bayi tabung? Saat itu saya memang tak pernah berpikir akan memilih program ini. Alasannya jelas saja, biaya yang sudah pasti mahal.

Keluar dari ruangan dokter, kami telah memutuskan tetap ikut program inseminasi saja.  Lalu kami diminta ke ruangan lain untuk melakukan pengambilan darah. Di ruangan tersebut seorang perawat, kalau tak salah namanya Sari, kembali berbicara, "Sayang bila tidak melompat ke program bayi tabung karena prosesnya tidak terlampau panjang lagi". Ia menyebutnya converted. Penjelasannya, sebagian tahapan proses bayi tabung telah dilakukan saat inseminasi, dan saya dan istri sudah melewati sebagian tahapan itu. Jadi tak banyak lagi tahapan bayi tabung yang harus dilewati, artinya, biayanya pun tak banyak lagi.

Nah, untuk pasien converted, biayanya bisa ditekan. Perawat ini lalu memberi penjelasan lebih rinci dari positif tidaknya memilih program bayi tabung daripada inseminasi. Saya nggak tau kenapa, penjelasan perawat ini lebih mengena di otak saya. Dia tidak memaksa, cuma dia memberi pemahaman untuk dipertimbangkan.

Setelah berkali-kali memandang istri saya, dan wajah istri saya membaca ia menyerahkan pada saya dan hanya berharap yang terbaik, oke, akhirnya saya setuju, walaupun pada awalnya masih belum tau soal kesanggupan biaya. Tapi, "Duit nanti kita cari," putus saya.

Nah, karena konversi ini, kami yang seharusnya kembali besok ke Banda Aceh besok, urung. Kami diminta tetap tinggal di Medan sampai 10 hari kedepan. Ini adalah masa terpanjang kami tinggal di Medan. Seringnya cuma 1 malam. Pernah sekali waktu menginap selama 5 hari, saya lupa waktu proses apa. Untungnya di depan klinik, ada sebuah hotel kecil, bangunannya ruko, yang memberi diskon bagi pasien (cukup dibuktikan dengan kartu berobat) dan mendapatkan kamar senilai 200 ribu saja. Itu sangat membantu sekali. Hotel 511 namanya. Walaupun berbentuk ruko dan kecil, tapi kamarnya bagus sekali dengan peralatan mandi lengkap plus air hangat. Kualitas kamar sudah setara hotel bintang 3. Ada juga restoran di bawahnya. Untungnya, karena terbiasa melayani tamu pasien, di restoran itu, saya bisa memesan healthy-food, karena dalam proses ini, dokter melarang benar istri saya makan makanan yang mengandung penyedap rasa, pengawet, dan sayur terkontaminasi pestisida. Tiga hal yang sulit sekali saya penuhi bila berada di Medan karena kami tak tinggal di rumah sendiri atau rumah relasi. Restoran ini membantu sekali. Satu porsi besar healty-food sekali makan adalah 50 ribu. Lauk dan sayurnya ternyata cukup besar dan banyak sehingga bisa dimakan berdua, jadi lebih hemat. Jadi saya tinggal request nasi tambahan saja untuk saya. 

Pada masa 10 hari itu, pertama kali, kami dikonseling. Dijelaskan secara komprehensif mengenai apa itu proses bayi tabung yang sebagian kami telah mengerti dari membaca-baca.

Lalu kami dimintai surat nikah dan disodori beberapa surat pernyataan, misalnya bila salah satu dari kami meninggal atau kami bercerai, maka sisa embrio akan dimusnahkan. Ini tentu aturan normatif, karena pasti biasanya banyak orang yang meminta proses bayi tabung dengan sperma dari luar pernikahan, misalnya sperma bule agar anaknya jadi blesteran. Hahaha. 

Setelah setuju dan menandatangani pernyataan, besoknya istri melakukan OPU atau Ovarium Pick Up yang berarti pengambilan sel telur. Sebelum proses ini, istri saya di cek tekanan darah dan suhu badannya untuk dilihat kesiapan fisik dan mentalnya. Karena perawat berkata, terkadang kalau pasien terlampau takut dan mempengaruhi tekanan darahnya, maka proses ini tidak dapat dilaksanakan. Alhamdulillah tekanan darah istri saya normal dan boleh segera dilakukan tindakan.

Tak lama kemudian, proses OPU dilaksanakan. Delapan sel telur itu diangkat dari rahimnya. Sperma saya juga diambil. Proses ini semuanya dilakukan di Rumah Sakit Stella Maris, tidak lagi di klinik. Tapi di rumah sakit itu, Dokter Binarwan juga salah satu pemiliknya.

Setelah melakukan proses OPU dan istri berbaring selama sekitar 1 jam, kami diizinkan kembali ke hotel. Perawat berkata, proses pembuahan sperma dan sel telur dalam tabung baru akan diketahui perkembangan dan hasilnya pada 3-5 hari.

Jadi kami diminta menunggu dan akan ditelpon sekitar 3-5 hari lagi bila proses pembuahan dalam tabung berhasil atau tidak berhasil. Bila berhasil, maka istri harus bersiap tindakan selanjutnya, yaitu proses ET atau embrio transfer, alias memasukkan kembali embrio yang telah berhasil dibuahi sperma ke dalam rahim. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun