Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menjadi Anak Rantau, Bekal Positif dan Pengalaman Hidup yang Tak Terlupakan

15 Maret 2025   15:30 Diperbarui: 18 Maret 2025   10:25 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi--mahasiswa rantau.  (Dok Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) via Kompas.com)

Menjadi "Anak Rantau", bisa jadi sebuah kebutuhan yang tak bisa ditolak. Ataukah itu sebenarnya adalah pilihan yang bisa diterima atau ditolak?

Ia menjadi kebutuhan ketika di daerah tempat tinggalnya tidak tersedia fasilitas sekolah (tempat pendidikan) yang memadai. Sehingga mau tak mau, ia akan pergi meninggalkan tempat asalnya untuk sementara waktu pindah ke tempat yang baru.

Demikian juga dengan lapangan pekerjaan. Tetapi ini ada pembedanya. Seseorang bisa tetap memilih tinggal dan berkarya di daerah asalnya. Atau ia harus juga merantau ke tempat baru. Mencari jenis pekerjaan yang lebih sesuai dengan minat atau pengembangan dirinya. Atau mencari pekerjaan dengan imbalan gaji yang lebih besar ketimbang ia terus menetap di kampung halamannya sendiri. Ada status atau gengsi yang lebih yang diinginkan.

Anak rantau dalam konteks tulisan ini adalah mereka yang selama ini sudah nyaman berada dan tinggal bersama dengan anggota keluarga. Hidup yang menyenangkan karena bisa bersama dan menemani orang tua tercinta. Mendapat perhatian dan dukungan jika ada persoalan menimpa.

Khawatir di Awal

Anak rumahan yang sudah terbiasa merasakan enaknya tinggal bersama orang tua dan  bersama anggota keluarga yang lain, terkadang muncul rasa cemas dan kuatir. Tidak saja bagi dia yang akan pergi jauh dari rumah, tetapi juga keluarga yang akan ditinggalkan.

"Bisa tidak anak yang terbiasa mendapat pelayanan baik di rumah, tetiba harus pergi? Apakah ia akan mampu? Bagaimana jika terjadi apa-apa dengannya; sakit misalnya? Siapa yang akan mengurusi?"

Beragam persoalan riil itu tentunya hal yang wajar saja. Melepas kepergian, setelah sekian puluh tahun hidup bersama. Keluarga dekat pasti akan tahu kemampuan seseorang yang "dipaksa hidup mandiri".

Menjadi
Menjadi "Anak Rantau", belajar kemandirian dan tanggung jawab (gambar dibuat dan diolah dengan AI/dok. pribadi)

Sisi Positif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun