Sisi positifnya, memang orang seperti ini terkesan mandiri, sanggup diandalkan. Namun karena itu, pekerjaan bisa menjadi tidak tepat waktu atau kurang ‘sempurna’. Sebab tidak ada rekan yang memberikan evaluasi jika ada kekurangannya.
Namun ia bisa juga dianggap sombong, tak bisa bekerja sama, pelit ilmu, dan semacamnya.
Pelajaran yang bisa dipetik adalah tak boleh merasa diri yang paling hebat, sehingga menisbikan adanya relasi. Padahal dengan adanya rekan kerja akan membantu tumbuhnya sebuah keseimbangan. Bisa saling melengkapi kekurangan yang ada.
Makhluk Sosial
Ending dari film ini rasanya cukup untuk mewakili. Bahwa manusia itu unik. Ada beragam karakter di dalamnya. Itu bisa menyenangkan atau menyebalkan. Bisa menggembirakan atau mengecewakan.
Kita kadang tak bisa memilihnya yang baik-baik saja. Walaupun itu harapan sebagian besar manusia. Namun yang ditemui bisa saja sebaliknya.Â
Menghadapi orang-orang dengan beragam karakter itu merepotkan. Namun bisa lebih repot jika ada manusia yang ingin hidup sendiri. Walaupun mungkin bisa, tapi tak semestinya demikian adanya. Sebab manusia itu perlu pendamping, rekan kerja, partner, untuk bisa melakukan karya bersama.
Kita ada untuk saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Saling membantu untuk kesulitan yang dihadapi. Saling menopang dan menguatkan bagi yang lemah dan membutuhkan pertolongan.
Film-film untuk menguatkan karakter bangsa seperti ini memang perlu diperbanyak. Kita lebih banyak butuh karakter atau figur yang bisa menjadi teladan. Agar ke depan kita tak akan mudah menemukan orang yang gemar saling caci dan menyakiti hanya karena masalah perbedaan keyakinan dan sudut pandang tertentu.