Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

RIP Prof JE Sahetapy: Sang Penjaga Nurani Hukum

21 September 2021   18:45 Diperbarui: 21 September 2021   18:54 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: via Tribunnews.com

Hari belum terlalu siang. Jam kantor baru beberapa saat dimulai. Setelah sehari kemarin jaringan internet bermasalah, kabar grup WA mengabarkan berita duka. Prof. JE Sahetapy berpulang pada pkl. 06.57 WIB hari ini, 21 September 2021.

Meninggalnya pakar hukum krimonologi dan guru besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, membuat profil dirinya kembali muncul. Sore ini, ia menjadi salah satu sosok dalam berita utama jika mengetikkan namanya di halaman pencarian.

Tangkapan layar berita Google
Tangkapan layar berita Google

Pandangan Kebangsaan

Jacob Elfinus Sahetapy. Itu nama lengkap dari pria kelahiran Saparua, 6 Juni 1933.  Sebagai orang yang lahir pada masa pra kemerdekaan, bisa dibilang ia termasuk golongan yang konservatif, kolot, memegang teguh pendirian, dan kritis.

Bagi yang belum tahu atau tak terlalu mengerti bidang hukum, silakan cek kembali siaran TV yang mengundangnya sebagai narasumber. Banyak juga istilah asing, terutama Bahasa Belanda yang dilontarkannya. Tak jarang kritikannya bisa membuat kuping panas bagi yang merasa disentil. Pembawaannya memang demikian adanya; blak-blakan saja kalau berbicara.

Ada banyak warisan buah pikirnya yang masih tetap relevan. Sebagian di antaranya, saya rangkumkan berdasarkan ingatan, sembari juga menelusuri jejak buah karyanya yang sempat tertuliskan.

Salah satunya adalah soal dikotomi proporsional “mayoritas-minoritas” dalam pemerintahan di NKRI. Menurutnya, “Demokrasi proporsional seperti ini menyesatkan.”

Penerapan ini akan mensyaratkan bahwa yang bisa memerintah di RI harus orang Jawa, karena secara mayoritas menang jumlahnya. Maka secara proporsional juga, orang yang punya agama mayoritas yang akan memerintah. Padahal Indonesia negara Pancasila, bukan negara agama. Prinsip negara kesatuan tidak memiliki terminologi mayoritas-minoritas. Ini masalah interpretasi yang tidak sesuai dengan konstitusi.

Analogi Hukum 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun