Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesan dari Pesisir

9 Juni 2021   17:00 Diperbarui: 9 Juni 2021   16:59 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com

Dulu sewaktu masih punya kesempatan keliling ke beragam lokasi di area Jawa Timur, bisa menjelajah banyak tempat, menjadi pengalaman yang menyenangkan.

Apalagi dalam kesempatan itu tidak mengeluarkan biaya sendiri, tapi malah dapat uang saku. Malah tambah menyenangkan, hehe... Mirip jadi guide pada sebuah layanan tour and travel.

Bisa dolan, main-main kawasan gunung atau pantai, menginap di rumah teman atau kenalam dalam sebuah komunitas, asyik rasanya. Bisa menambah persaudaraan, juga pengetahuan dan pengalaman.

***

Suatu ketika, saat berada di kawasan pantai di daerah Malang bagian selatan, ada nelayan yang pagi itu baru saja datang melaut. Kawan yang menemani tetiba mengajak kami untuk segera mendekat.

Sembari dengan berlari kecil ia berkata, "Ayo, melu (ikut) narik (menarik) perahu."

Bergegaslah kani menuju ke arah yang dimaksud. Tak hanya kami rupanya. Beberapa warga desa dan khususnya anak muda yang berada di dekat situ, tanpa dikomando juga ikut membantu mendaratkan perahu itu ke pasir pantai.

Bukan cuma sekadar diseret ke pasir pantai, tapi juga dengan sedikit diangkat. Riuh kata-kata yang meluncur dari mulut mereka. Saling menyemangati agar perahu nelayan tadi bisa sampai di tempat yang diinginkan.

Setelah itu, terlihat orang-orang yang tadi ikut menarik perahu, ada yang mengambil satu dua ikan yang ada dalam perahu. Termasuk sang kawan yang mengajak kami. Sambil mengambil ikan yang ukurannya cukup besar, ia berkata, "Lho, tak ikut ambil?"

"Tidak, tak apa-apa. Kami bantu saja."

Seperti tahu keheranan kami, kawan yang memang warga asli desa nelayan ini menceritakan, kalau kejadian tadi hanyalah salah satu tradisi yang ada. Saling membantu. Jadi pemilik perahu sudah maklum dan mempersilakan saja kalau ada yang mau meminta ikan. Semacam ganti ucapan terima kasih.

***

Tapi apa tdak rugi, hasil tangkapan itu diambil, diminta oleh orang-orang tadi? Entahlah, belum sampai ke arah sana pertanyaan yang muncul. Menguap bersamaan dengan aktivitas yang lainnya.  Jadi peristiwa yang kebetulan ini menjadi sebatas pengalaman baru. Melihat wujud gotong-royong penduduk di desa nelayan.

Barangkali kalau dihitung secara ekonomis, mungkin saja rugi. Karena kalau ikan tadi dijual, bisa laku lumayan harganya. Sebab hitungannya bukan satuan tapi perkilo. Kalau ukuran ikannya besar, nominal yang didapat juga besar.

Tetapi di sisi lain, yang barangkali tak boleh juga dilupakan adalah semangat kebersamaan, saling membantu, dan peduli. Nilai luhur warisan leluhur yang masih bisa terjaga dalam era kekinian, itu juga mahal harganya.

Nilai mata uang masih bisa dicari, tapi nilai persaudaraan itu jauh lebih berharga. Seperti bebasan (peribahasa) Jawa yang mengatakan, "Tuna Sathak Bathi Sanak". Artinya, biar rugi sedikit, yang penting jadi saudara.

Laut sudah memberi kehidupan bagi masyarakat pesisir. Apa salahnya jika mereka juga bisa saling berbagi? Kalau pelit, malah tak dapat kawan. Tak ada saudara yang mau membantu. Bukankah begitu?

 

9 Juni 2021

Hendra Setiawan

*) Terkait sebelumnya:  Anak Pantai, Anak Gunung; Tetap Bersama Cinta Lautan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun