Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Nama" yang Berarti

18 Oktober 2020   18:10 Diperbarui: 18 Oktober 2020   18:25 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capture YouTube kabar paseduluan media dan Twitter @Melati_JKT48


Disclaimer:

Tulisan ini sebenarnya lebih condong pada 'kalangan internal kristiani sendiri' tapi kalau 'nonkris' mau membaca, ya silakan... Sebab dasar penulisan juga dari acara TV yang sifatnya juga umum. 

Kalau persoalam teologis, ada penjelasan yang cukup panjang. Tapi itu tidak disampaikan di sini. Jadi bagian ini hanya menyoroti dari segi praktisnya saja.

***

Artis Kristen yang biasa berucap terima kasih "Tuhan Yesus" seperti Agnez Monica, itu sudah biasa. Karena bukan satu dua kali, orang atau penonton, sudah memaklumi hal ini. Ekspresi kegembiraan dan rasa syukur yang wajar diucapkan sebagai orang beriman.

Kalau ada publik figur lain, yang juga sama dengannya dalam mengungkapkan ekspresi iman dalam panggung hiburan, sepertinya itu bukan jadi 'sesuatu yang tidak biasa' lagi. Sebaliknya, menjadi sebuah kewajaran.

Namun, bila sebutan itu di luar bayangan, di luar hal-hal yang tidak pernah terpikirkan secara umum, maka itu menjdi sebuah "fenomenal". Salah satunya adalah seperti ditampilkan oleh Melati Putri JKT48.

Sebenarnya peristiwanya sudah lama terjadi, yakni 30 November 2019. Ada tayangan hiburan  di televisi swasta, dalam acara "Pemilihan Member Single Original JKT48". Nah, Melati mendapatkan kemenangan vote dengan perolehan suara berada di posisi 11. Pidato kemenangannya inilah yang kemudian jadi ramai diperbincangkan. Namun bukan pada saat itu dan sesudahnya.

Justru sepertinya, tanggapan publik kala itu, "adem ayem" saja. Tidak menjadi 'heboh' yang berlebihan. Bisa jadi, karena tidak banyak juga yang melihatnya. Atau bukan acara yang 'penting-penting amat', sehingga luput perhatian.

Namun, ketika cuplikan video ini diangkat kembali oleh salah satu akun media sosial (medsos) kristiani di awal bulan ini, tanggapannya mulai beragam. Dan jadilah kembali viral ke mana-mana, khususnya sesama kanal medsos beraliran Kristen.

Tentu saja, ada yang pro, ada yang kontra. Dianggap merendahkanlah, tidak sopan, dan beragam pendapat miring yang lain. Sebab, acara ini ditonton oleh khalayak dan tidak semuanya Kristen. Dianggap menyebut nama Tuhan sekadar guyon, padahal semestinya dengan hormat.

Sementara di lain pihak menganggapnya biasa saja. Tidak ada yang perlu diributkan. Itu hanya persoalan hubungan personalitas dan tidak mengarah pada yang lebih esensial. Kalaupun dianggap salah, toh sebenarnya bukan cuma dia doang. Tapi "siapa" yang mengajari atau paham teologi yang melatarbelakanginya.

Justru, karena di belakang layar akun-akun medsos itu juga terdiri dari manusia-manusia yang punya latar belakang paham teologi yang berbeda pula, maka sesama admin pun sama-sama berapologi (punya pembelaan argumen) sendiri.

Capture @bagisateku dan @krestenisasi_terselubung
Capture @bagisateku dan @krestenisasi_terselubung
Hehe.... jadi bukan cuma komentar netizen-nya semata yang beradu pendapat. Mereka (pengawal admin medsos masing-masing) sepertinya juga punya 'aliansi' sendiri. Grup yang sependapat dan yang berseberangan.

Seperti cuplikan capture berikut ini. Tapi, untuk dicatat, bukan akun ini yang saling 'serang'. Sebelah kiri diambil dari instagram, yang kanan dari twitter. Bagaimana di Facebook, YouTube? Ada juga, tapi tidak diambil buat ilustrasi tulisan ini. Ini hanya sekadar sample saja.

Capture @bagisateku dan @krestenisasi_terselubung
Capture @bagisateku dan @krestenisasi_terselubung
Capture @bagisateku dan @krestenisasi_terselubung
Capture @bagisateku dan @krestenisasi_terselubung
Nah, terlepas dari itu semua, memang senyatanya kekristenan bukan tunggal. Walaupun secara mainstream mempercayai pada Pribadi yang sama. Tetapi dalam teknis-teknis yang lain penjabarannya, ada cukup banyak varian. Denominasi alias aliran-aliran dalam kekristenan ini, ada yang berada dalam garis yang sama, namun ada juga yang mulai berbelok arah.

Capture @bagisateku
Capture @bagisateku
Jelas, perbedaan cara pandang itu mesti ada. Apakah bisa dipertemukan letak perbedaan itu dalam titik sambung yang sama? Jelas, ada yang bisa, ada juga yang tidak (baca tulisan sebelum ini di sini)

Kalau sekadar mencari salah benar, tentu bisa saja. Menghakimi orang lain, itu juga bisa dilakukan. Sebaliknya, mencari pembenaran diri, itu juga bisa dicari. Tetapi, terlepas dari semua itu, pelajaran terpenting bagi semua adalah tidak cepat menjustifikasi. Tentu di balik itu semua, ada hal yang terkait dengan latar belakangnya. Sehingga yang muncul di permukaan menjadi seperti demikian.

Maka, titik akhirnya, kembali permohonan agar hikmat Tuhan saja yang menyertai. Seperti kata pemazmur, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana."

Selamat hari Minggu semua. Soli Christo Deo Gloria. Tuhan memberkati...

 Hendra Setiawan

18 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun