Disclaimer:
Tulisan ini sebenarnya lebih condong pada 'kalangan internal kristiani sendiri' tapi kalau 'nonkris' mau membaca, ya silakan... Sebab dasar penulisan juga dari acara TV yang sifatnya juga umum.Â
Kalau persoalam teologis, ada penjelasan yang cukup panjang. Tapi itu tidak disampaikan di sini. Jadi bagian ini hanya menyoroti dari segi praktisnya saja.
***
Artis Kristen yang biasa berucap terima kasih "Tuhan Yesus" seperti Agnez Monica, itu sudah biasa. Karena bukan satu dua kali, orang atau penonton, sudah memaklumi hal ini. Ekspresi kegembiraan dan rasa syukur yang wajar diucapkan sebagai orang beriman.
Kalau ada publik figur lain, yang juga sama dengannya dalam mengungkapkan ekspresi iman dalam panggung hiburan, sepertinya itu bukan jadi 'sesuatu yang tidak biasa' lagi. Sebaliknya, menjadi sebuah kewajaran.
Namun, bila sebutan itu di luar bayangan, di luar hal-hal yang tidak pernah terpikirkan secara umum, maka itu menjdi sebuah "fenomenal". Salah satunya adalah seperti ditampilkan oleh Melati Putri JKT48.
Sebenarnya peristiwanya sudah lama terjadi, yakni 30 November 2019. Ada tayangan hiburan  di televisi swasta, dalam acara "Pemilihan Member Single Original JKT48". Nah, Melati mendapatkan kemenangan vote dengan perolehan suara berada di posisi 11. Pidato kemenangannya inilah yang kemudian jadi ramai diperbincangkan. Namun bukan pada saat itu dan sesudahnya.
Justru sepertinya, tanggapan publik kala itu, "adem ayem" saja. Tidak menjadi 'heboh' yang berlebihan. Bisa jadi, karena tidak banyak juga yang melihatnya. Atau bukan acara yang 'penting-penting amat', sehingga luput perhatian.
Namun, ketika cuplikan video ini diangkat kembali oleh salah satu akun media sosial (medsos) kristiani di awal bulan ini, tanggapannya mulai beragam. Dan jadilah kembali viral ke mana-mana, khususnya sesama kanal medsos beraliran Kristen.
Tentu saja, ada yang pro, ada yang kontra. Dianggap merendahkanlah, tidak sopan, dan beragam pendapat miring yang lain. Sebab, acara ini ditonton oleh khalayak dan tidak semuanya Kristen. Dianggap menyebut nama Tuhan sekadar guyon, padahal semestinya dengan hormat.
Sementara di lain pihak menganggapnya biasa saja. Tidak ada yang perlu diributkan. Itu hanya persoalan hubungan personalitas dan tidak mengarah pada yang lebih esensial. Kalaupun dianggap salah, toh sebenarnya bukan cuma dia doang. Tapi "siapa" yang mengajari atau paham teologi yang melatarbelakanginya.
Justru, karena di belakang layar akun-akun medsos itu juga terdiri dari manusia-manusia yang punya latar belakang paham teologi yang berbeda pula, maka sesama admin pun sama-sama berapologi (punya pembelaan argumen) sendiri.
Seperti cuplikan capture berikut ini. Tapi, untuk dicatat, bukan akun ini yang saling 'serang'. Sebelah kiri diambil dari instagram, yang kanan dari twitter. Bagaimana di Facebook, YouTube? Ada juga, tapi tidak diambil buat ilustrasi tulisan ini. Ini hanya sekadar sample saja.
Kalau sekadar mencari salah benar, tentu bisa saja. Menghakimi orang lain, itu juga bisa dilakukan. Sebaliknya, mencari pembenaran diri, itu juga bisa dicari. Tetapi, terlepas dari semua itu, pelajaran terpenting bagi semua adalah tidak cepat menjustifikasi. Tentu di balik itu semua, ada hal yang terkait dengan latar belakangnya. Sehingga yang muncul di permukaan menjadi seperti demikian.
Maka, titik akhirnya, kembali permohonan agar hikmat Tuhan saja yang menyertai. Seperti kata pemazmur, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana."
Selamat hari Minggu semua. Soli Christo Deo Gloria. Tuhan memberkati...
 Hendra Setiawan
18 Oktober 2020