Satu gambar oleh banyak tangan (foto: dok. pribadi)
Dokumentasi pribadi
Anak-anak menggambar bersama di atas satu kanvas, diiringi karawitan di atas panggung. Hasilnya warbyasah (lihat gambar ilustrasi awal). Tak gampang lho, menyatukan ide dalam satu frame.
Dokumentasi pribadi
 Joko Berek alias Sawunggaling. Tumbuh tanpa kehadiran ayah kandungnya. Sukanya beradu ayam. Jagonya selalu menangan. Tapi, pada masa itulah, istilah jaman now, ia kerap mengalami perundungan (bully). Tak tahan lagi, ia bertanya kepada kakek dan ibunya, "Mengapa ia tak punya ayah seperti teman-teman lainnya?!" Terkuaklah pada akhirnya, siapa ia sebenarnya.
Dokumentasi pribadi
"Ayahmu adalah seorang Adipati di Kadipaten Surabaya. Namanya Adipati Jayengrana. Bila kamu ingin bertemu dengannya, datanglah ke sana." Restu pamit dari sang ibu diterima Joko Berek.
Dokumentasi pribadi
 Adegan lantas diisi kolaborasi seni kolosal yang bersifat tradisional, sebagai penggambaran perjalanan batin dan tekad Joko Berek yang sudah bulat.
Dokumentasi pribadi
Dikisahkan, kedatangan Joko berek dicegat oleh prajurit yang sedang bertugas. Ia memaksa masuk dan menantang siapa yang berani menghalanginya. Ribut-ribut ini didengar oleh dua orang putra Adipati Jayengrana: Sawungsari dan Sawunggrana. Ia diakali dengan menantang adu ayam. Tentu saja diladeni.
Adegan diperagakan ke tampilan kolaborasi seni kontemporer. Kisahnya adu jago. Hip hop, dance (kiri) versus tari atau seni tradisi (kanan).
Dokumentasi pribadi
Ya.... jagonya dibawa kabur. Dikejarlah oleh Joko berek. Hingga... bertemu dengan sang Adipati.
"Nanti dulu. Siapa nama ibumu, dan apa buktinya kalau kamu anakku?" tanya Adipati.
"Hamba adalah putra dari Biyung Dewi Sangkrah. Sebagai bukti bahwa hamba memang anak Dewi Sangkrah, ibu memberi hamba sebuah selendang Cinde Puspita ini!" jawab Joko berek.
Terkejutlah Adipati Jayengrana, tapi ia tak bisa mengelak. Selendang itu memang pernah ia berikan kepada Dewi Sangkrah yang dicintainya.
Dokumentasi pribadi
Ini tuturan kisah yang lain, semi sejarah. Â Pada suatu hari kadipaten Surabaya kedatangan kompeni Belanda yang dipimpin oleh Kapten Knol yang membawa surat dari Jenderal De Boor yang isinya mengatakan bahwa kedudukan adipati di Surabaya akan dicabut karena Adipati Jayengrana tak mau bekerja sama dengan kompeni Belanda.
Tetapi pada saat itu ada pengumuman bahwa di alun-alun Kartasura akan diadakan sayembara sodoran. Sodoran adalah perang tanding prajurit berkuda dengan bersenjatakan tombak dengan memanah umbul-umbul yang bernama Umbul-Umbul Tunggul Yuda.