Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Lelang Jabatan

17 April 2013   10:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:04 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelang atau tender pasti bukan istilah asing bagi para Kompasianer, baik terlintas konotasi positif  atau negatif.  Positif karena dengan dilakukan lelang atas suatu pekerjaan baik di instansi pemerintah maupun swasta, maka akan diperoleh pelaksana pekerjaan yang bonafid secara teknis, manajemen maupun keuangannya.  Negatif karena seringnya kita dengar permainan kotor dalam sebuah lelang pekerjaan atau pengadaan barang.   Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu atau yang bernilai kecil, pemilihan pelaksana pekerjaan dapat dilakukan dengan penunjukan, biasanya dengan syarat-syarat tertentu, misalnya perusahaan tersebut reputasinya baik, terdaftar dalam daftar rekanan, bahkan mungkin pula mempertimbangkan pekerjaan ini cukup dikerjakan perusahaan UKM.

Gubernur DKI Jakarta membuat sejarah dengan melelang jabatan Lurah dan Camat bagi PNS di lingkungan DKI Jakarta yang memenuhi syarat.  Peminat mengajukan lamaran plus berkas selengkapnya dan mestinya ada fit and proper test seperti di DPR, supaya orang yang terpilih benar-benar kapabel.  Revolusi pemilihan Lurah dan Camat model Jokowi ini tentu tak nyaman bagi para Lurah dan Camat incumbent atau para PNS yang secara hierarki sudah dekat ke jabatan itu.  Apa boleh buat Jokowi punya mau tak sama dengan keinginan para PNS tersebut.

Sekretaris Daerah DKI Jakarta dan Walikota Jakarta Barat belum lama mengundurkan diri dari jabatannya. Terlepas dari etis atau tidaknya mundur "tiba-tiba" karena menjadi calon legislatif sebuah Partai Politik, kekosongan pejabat relatif tak menjadi masalah besar, kecuali kalau semua walikota, wakil walikota, sekrretaris kota, Camat, Wakil Camat, Lurah, Wakil Lurah, kepala dinas, wakil kepala dinas dan para asisten di Gubernuran mundur serentak, pastilah Jokowi dan Ahok kelimpungan juga, walaupun sistem katanya sudah mapan.  Kejadian ini kecil kemungkinan terjadi selama Gubernur dan Wakli Gubernur mampu mengayomi para pejabat bawahannya.

Kembali ke lelang jabatan, jika jabatan Lurah dan Camat yang 'nilai'-nya di bawah jabatan Walikota dan Sekda DKI dilelang, bukan hasil penunjukan.   Kenapa jabatan Walikota dan Sekda DKI tidak dilelang saja sekalian?  "Nilai' jabatan Walikota dan Sekda jelas lebih tinggi, bukankah dengan demikian secara teoritis Jokowi dan Ahok akan dibantu oleh para Walikota dan Sekretaris Daerah yang jempolan, karena hasil lelang biasanya pemenangnya yang terbaik?

Warga DKI Jakarta dan tetangga-tetangganya di sekitar Jakarta akan melihat revolusi lelang jabatan ini akan berlanjut sampai ke pemilihan Walikota dan Sekda atau tidak?   Jika DKI berhasil dengan cara lelang, mungkin pejabat camat, lurah dan kepala dinas di Jawa Barat juga perlu dicari dengan cara lelang, karena Gubernur, Bupati dan Walikotanya sudah dipilih dengan cara "lelang" bukan?

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun