Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kopitiam Tidak Boleh Dimonopoli di Singapura

10 Maret 2012   01:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:17 1301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kaget juga saat membaca rubrik bahasa harian Kompas edisi 9 Maret 2012.   Mahkamah Agung telah mengesahkan keputusan Pengadilan Niaga Medan, bahwa kopitiam adalah merk eksklusif milik seorang pengusaha Jakarta (Samsudin Berlian, Kompas 9 Maret 2012). [caption id="attachment_175661" align="aligncenter" width="300" caption="Satu set kopitiam"][/caption] Kopitiam rasanya bukan kata atau istilah asing untuk kuping saya.  Kopitiam atau kopi tiam, sering saya dengar waktu tinggal di Medan tahun 1980-1981.  Terdiri dari gabungan kata Melayu dan Hokian yang artinya kedai kopi atau warkop alias warung kopi.   Saya pernah nongkrong di kedai kopi semacam ini di sebuah kota kecamatan antara Kuta Binjai - Langsa, Aceh Timur.   Suasananya cukup ramai dipenuhi lelaki dewasa dengan kepulan asap rokoknya. [caption id="attachment_175659" align="aligncenter" width="300" caption="Kopitiam di Jakarta"]

1331342915630100054
1331342915630100054
[/caption] Kopitiam yang lebih 'modern' dengan penampilan cafe, pernah saya temukan di Terminal 2 Bandara Changi Singapura dan baru menyadari ternyata si kedai kopi sudah mewabah bukan hanya di Malaysia dan Singapura, juga di Jakarta kita dapat menemukan kedai kopi 'kopitiam' di banyak tempat. [caption id="attachment_175660" align="aligncenter" width="300" caption="Kopitiam di Terminal 2 Changi-Singapura"]
13313430071732041597
13313430071732041597
[/caption] Setelah ditelusuri di dunia maya ternyata memang benar 'kopitiam' telah disahkan Mahkamah Agung menjadi merek eksklusif milik seorang pengusaha.  Sang pengusaha telah mendaftarkan Kopitiam ke Direktorat Merek, Ditjen Hak Cipta, Paten dan Merek sejak  18 Oktober 1996, dengan nomor 371718, untuk usaha "Jasa- jasa dibidang penyedia an makanan dan minuman; penginapan (akomodasi ) sementara; kedokteran, kebersihan dan perawatan kecantikan ; jasa - jasa dibidang kedokteran hewan dan pertanian ; jasa- jasa dibidang hukum; ilmu pengetahuan, dan riset Industri , pemprograman komputer.  Demikian kutipan dari Putusan Mahkamah Agung   No. 261 K/Pdt .Sus/2011. Keputusan Mahkamah Agung ini tentu saja menimbulkan pro dan kontra.  Saya termasuk yang mempertanyakan apakah benar sebuah kata atau istilah yang digunakan masyarakat Melayu-Hokian atau Hokian-Melayu di Indonesia, Malaysia dan Singapura selama puluhan atau malahan ratusan tahun dapat dijadikan merek dagang yang hanya boleh dimiliki seseorang tertentu saja. Berdasarkan penelusuran di dunia maya, sebuah dokumen dari The Intellectual Property Office Singapore (IPOS),  pernah menolak permohonan pemilikan merek dagang kopitiam, dengan alasan  kata 'kopitiam' merupakan istilah umum dan biasa digunakan masyarakat lokal. Kasus 'kopitiam' pernah digunakan sebagai rujukan oleh IPOS pada sengketa merk dagang COMPANYS vs CBR COMPANIES. Kutipan dari dokumen dimaksud dapat dibaca di bawah ini, sedangkan dokumen selengkapnya setebal 47 halaman dapat dibaca dengan membuka tautan berikut    http://www.ipos.gov.sg/NR/rdonlyres/C541BDCF-8E05-4B16-85DA-21F15950452D/17456/GDT0704281ACompanysICCompanysASvCBRTextileGMBH.pdf ...................................

The Applicants submitted that the above conclusion is supported by the case of Kopitiam Investment Pte Ltd v RC Hotels (Pte) Ltd [2008] SGIPOS 8 (“Kopitiam Case”) where the applicant sought to register “Kopitiam” under Class 42 for inter alia “provision of food and drinks”. In the Kopitiam Case it was held that:-“Given the descriptive nature of the word “kopitiam” and how it is so commonly and generically used in the local parlance to mean an eating place or coffee shop which sells a variety of cooked food and beverages, the Applicants’ mark stripped of the evidence of use clearly lacks the capacity to distinguish. The word  “kopitiam” therefore ought not to be monopolised by anyone trader who desires to trade in services relating to provision of food and drink.” .................................................................................................

The Kopitiam Case can be distinguished in this instance. In the Kopitiam Case, the Applicants’ mark consisting of in essence, the word “KOPITIAM” in a particular font (paragraph 1 of the Grounds of Decision) was in respect of Class 42 services namely, “Cafes, Cafeterias, canteens, provision of food and drinks; all included in Class 42”. “Kopitiam” is a portmanteau word - a word which has been coined by “the telescoping of two dictionary (and generally descriptive) words.” “Kopitiam” is derived from the joining of the Malay word “kopi” which means “coffee” and “tiam” which means “shop” in the Hokkien dialect. The word “kopitiam” has long been accepted in Singapore’s multiracial multilingual society to mean a traditional coffee shop. Although English dictionaries such as the Oxford or the Collins Dictionary do not carry a definition of the term, it is pertinent to note that the word “kopitiam” can be found in the 4th and most recent edition of the Kamus Dewan, the authoritative Malay dictionary published by Malaysia’s Dewan Bahasa dan Pustaka. This Malay language dictionary is used in Singapore by the Malay community and students of the Malay language, and is one of the Singapore Ministry of Education’s approved Malay language dictionaries for use in schools.  At page 822 of the said dictionary, it states that the entry “kopitiam” means “kedai kopi” (the Malay words “kedai kopi” mean “coffee shop”). In view of the all the evidence, the PAR came to the conclusion that given the descriptive nature of the word “kopitiam” and how it is so commonly and generically used in the local parlance to mean an eating place or coffee shop which sells a variety of cooked food and beverages, the Applicants’ mark stripped of the evidence of use clearly lacks the capacity to distinguish. .............................................................................................

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun