Mohon tunggu...
Helwiyah ewi
Helwiyah ewi Mohon Tunggu... Guru - Lakukan Yang terbaik

Blogger. ,writer, teacher

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berbeda tapi Sama (Bagian 2)

19 Januari 2023   23:27 Diperbarui: 19 Januari 2023   23:33 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari itu Wiwit di  bawa pulang ke rumah dalam kondisi tubuh sehat namun sisa operasi masih diperban  . Hari demi hari hari ibu menjaga wiwit kecil dengan penuh kesabaran.  Kurang tidur , kurang makan, sedikit waktu beristirahat walau lelah karena masih harus mengurus kakak kakak wiwit yang  juga masih balita. Sementara ayah bertugas mencari nafkah  sambil sesekali membantu tugas ibu di rumah.  Kerjasama ayah dan ibu sangat luar biasa demi anak anak .

" Bu... wiwit sudah tidur, ibu tidur saja dulu. Menjaganya sambil duduk seperti itu pasti  badan ibu pegal pegal. luruskan saja dulu di kasur, biar ayah gantikan", ujar ayah sambil menatap wiwit mungil yang tertidur pulas  dengan lugu tanpa  dosa.

" Baiklah... nanti kalo wiwit terbangun ayah bangunin ibu ya, dia belum menyusu, pasti dia lapar", ibu masih berat meninggalkan wiwit yang tertidur. 

" oke... semoga ayah juga tidak ketiduran  sehingga bisa mengawasi tangannya agar tidak mengoyak perban". 

Begitulah hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Wiwit tumbuh secara normal seperti anak anak lain. Secara fisik ada yang berbeda di wajahnya jika dibandingkan dengan anak anak lain.  Namun secara mental dan psikis  wiwit merasa tak ada bedanya  dia dan anak anak lain. Dia anak yang percaya diri . Berani, cerdas dan lincah. Dia bisa berbaur dengan siapa saja, laki laki dan perempuan , seusia , lebih muda bahkan lebih tua. Wiwit pandai membawa diri dan mencairkan suasana.   Ketika usia sekolah dasar, banyak kisah  kisah berkesan yang dialaminya, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah bersama teman teman sepermainan. 

  

Ayah dan ibu  akhirnya merasa lega  karena Wiwit bisa bersikap wajar dan normal .  Tak merasa rendah diri atau minder. Pernah sesekali  Wiwit di ejek orang di jalan, dianggap aneh, ditertawakan  bahkan dilecehkan karena kondisi hidungnya yang aneh. namun hanya dibalas senyuman oleh wiwit, karena dia merasa memang begitulah keadaannya . Wiwit tak mau orang tuanya merasa  bersalah jika wiwit menangis atau sedih karena hal itu. Biarkan saja,  hak orang lain menilai, Wiwit harus sabar dan kuat.

Ketika lulus dari sekolah menengah kejuruan , Wiwit bertekad untuk melanjutkan kuliah. Dia sadar adik adiknya masih kecil kecil . Membutuhkan cermin dan contoh yang baik . Wiwit harus sukses dalam pendidikan agar adik adiknya mengikuti jejaknya. Memberi motivasi untuk menjadikan pendidikan sebagai bekal masa depan. Bergeser dari keinginan semula, memilih sekolah menengah kejuruan agar setelah lulus   dapat  langsung bekerja membantu perekonomian keluarga.  Orang tua dan  abang Wiwit  pun memberikan  dukungan  agar Wiwit  dapat  lulus test masuk perguruan tinggi negeri di Jakarta. 

Wiwit menyadari sebenarnya berat bagi ayah  membiayai pendidikan anak anak  dengan wiraswasta  yang ayah jalani, sementara ibu hanya seorang ibu rumah tangga.  Berbekal keyakinan, doa dan kerja keras, ayah  harus semangat . Hujan dan panas di jalan harus ayah lalui. Untungnya fisik ayah kuat, sehingga jarang mengalami sakit yang berarti.

 Akhirnya Wiwit pun lulus test dan masuk Perguruan tinggi negeri pilihan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun