Berdasarkan teori estetika subjektif, seni biasanya menggambarkan ragam cakupan bentuk peran seni  dalam masyarakat, seni dapat menjadi salah satu bentuk pendidikan dan juga kritik terhadap dinamika kebudayaan manusia. Salah satu tokoh pendekatan subjektif, F. W. J. Schelling (1800; Fuchs & Holzner, 2005) berpendapat nilai keindahan seni merupakan bentuk kesadaran akan suatu hal yang absolute yang dapat terproyeksikan dalam perupaan.Â
Pendapat tersebut seakan menunjukan perspektif Schelling dalam posisi yang objektif namun objektivitas yang dimaksud merupakan konstruksi yang muncul berdasarkan pada kesatuan ragam aktivitas conscious dan unconscious seorang seniman. "The unknown that harmonically unites conscious and unconscious activity is termed the Absolute by Schelling. The Absolute stands outside of production and adds the Undesigned (das Absichtslose)." (Fuchs & Holzner, 2005: hlm. 3).Â
Dalam pandangan filosofis Schelling, subjektivitas dalam nilai keindahan seni berkaitan dengan proses kreasi dan produksi yang mungkin susah untuk dijelaskan. Pandangan Schelling, kurang lebih dapat terjelaskan oleh karya Action Painting dari Jackson Pollock yang dikenal orang memiliki nilai estetis yang baik justru pada kecenderungan proses kreasi yang lepas."It is more easier to grasp by taking a look at an Action Painting of Jackson Pollock who spattered paint wildly across the canvas with such heavy gestures that it was impossible to plan or foresee the form of the artwork." (Fuchs & Holzner, 2005: hlm.Â
4). Kebebasan ekspresi yang muncul mewakili perlintasan batasan conscious and unconscious activity yang menghasilkan komposisi rupa yang ekspresif, stimulatif, dan baik secara bersamaan. Selain Schelling, Fuchs menyebutkan Niklas Luhmann (1995) sebagai tokoh yang memiliki landasan berfikir subjektivisme.Â
Luhmann melihat seni sebagai suatu bentuk komunikasi dan proses observasi. Karya seni merupakan manifaestasi observasi yang dilakukan oleh seniman yang kemudian diapresiasi oleh masyarakat sebagai observer tingkat dua. Komunikasi yang terjadi dapat merupakan proses arbitrasi informasi yang disampaikan oleh seniman terhadap masyarakat yang mungkin tidak dapat langsung dipahami.Â
Pandangan Luhmann berkaitan dengan teori konstruktivis dengan posisi yang cenderung subjektif dan idealistik. Dalam pendekatannya terhadap seni, nilai keindahan tidak memiliki landasan konstruksi yang objektif, nilai keindahan hanyalah rangkaian proses komunikasi yang berkaitan dengan system dimana subjek mengkomunikasikan keindahan atau keburukan yang kemudian terkonstruksi secara permanen. "Art would be a process where a permanent communication process about whether something is beautiful or ugly takes place." (Fuchs & Holzner, 2005: hlm. 5).Â
Terdapat dua jenis pandangan tentang nilai keindahan dalam teori konstruktivis, yang pertama, seni dianggap sebagai suatu hal yang individualistik dan arbitrasi proses observasi. Sedangkan pandangan lainnya, subjektivitas dalam seni mengarah pada proses kreasi dalam praktek kesenian. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat dibuat beberapa kesimpulan tentang pendekatan subjektif yang dimaksud.Â
Pertama, pendekatan ini melihat bahwa keindahan seni merupakan bentuk kesadaran akan hal yang absolut yang terkonkritkan dalam perupaan. Kesadaran yang dimaksud berkaitan dengan proses observasi yang dilakukan oleh seniman yang kemudian dikomunikasikan melalui karya seninya. Kedua, penyadaran akan nilai keindahan yang disampaikan bersifat individualistik dan konstruktivistik dimana proses kreasi dan proses pemahaman sama-sama menjadi hal yang penting dalam memahami nilai keindahan yang dimaksud.