Mohon tunggu...
Helga Evlin Zendrato
Helga Evlin Zendrato Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pecinta Tinta

Berlarilah yang kuat, setidaknya tetap berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teka-teki Ulang Tahun

25 Juni 2021   07:00 Diperbarui: 25 Juni 2021   07:02 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tidak ada waktu untuk yang sudah terjadi. Semua orang mulai pergi ke tujunya masing-masing, ada yang sempat singgah. Namun, tidak pernah bertahan dalam waktu yang lama. Seperti cerita ini, kusampaikan secara pelan dibaca dengan beragam ekspresi. Ada yang secara cepat karena diburu waktu untuk mengerjakan yang lain, ada yang dengan pelan karena memberi ruang untuk menyimak, ada yang sekadar bosan lalu memutuskan meninggalkan laman. Lucunya cerita ini baru di mulai saat kita berada di akhir.

Lagu selamat ulang tahun baru usai dinyanyikan, seseorang yang malu-malu menitipkan surat di dalam seikat bunga. Lantas tak ada waktu untuk segera membaca, yang hadir bukankah lebih penting dari yang tidak ada? Lihat saja, mereka mengucapkan selamat dalam bahasa yang tak terduga dengan harapan yang macam-macam. Semoga cepat, semoga demi semoga yang selalu jadi harapan. Salah satu dari mereka dalam kondisi sadar, mengucapkan sederet kalimat dengan suara bergetar. Apakah aku tampak pucat sehingga menakutkan baginya? Atau riasan ini sudah luntur sehingga tak tampak seperti manusia yang normal? Aku tidak bisa menjawabnya, mungkin matanya adalah cermin yang memberi jawab.

Ayah memperkenalkanku pada koleganya, apalagi kalau bukan untuk melihat perbandingan. Anak koleganya mendapatkan lebih banyak pujian dari ayahku, sedangkan koleganya memberikan banyak pujian untukku. Seperti orang tua pada umumnya, menyanjung sesuatu yang tampak sementara di mata sedangkan mata hatinya disimpan untuk diri sendiri. Dulu sih ayah pernah bilang, memegahkan diri bukan cara yang tepat menjatuhkan orang lain. Cara pandang ayah selalu punya tempat untukku menimbang. Bisa diterima bisa juga ditolak, kebanyakan membuat aku berpikir kembali.

Aku memilih kebebasan untuk diriku sendiri, seperti di hari ini. Meskipun aku yang berulang tahun, kebanyakan tamu adalah rekan kerja ayah juga teman-teman sekolah kakakku. Aku sendiri mengundang sahabat yang cukup dekat, tetapi tidak sempat hadir karena halangan.  Masyarakat urban bukan ruang yang ramah untuk ramai. Kadang-kadang butuh waktu untuk memahami dan butuh keberanian untuk melakukan banyak hal, termasuk pertemanan di dalamnya. Aku tidak bisa menyangkal bahwa aku sulit mendapat banyak teman. Aku cukup banyak menghabiskan waktuku sendiri menuliskan semua yang kupikirkan bahkan yang kurasakan dan kubaca diwaktu yang lain. Hanya aku yang tau juga Tuhan. Banyak rahasia di dalam diriku yang tidak umum untuk diberitahu. 

Rahasia yang bisa diketahui tapi belum sempat kusampaikan, aku tidak menyukai laki-laki. Sahabatku? Ya, dia laki-laki. Ayahku, kakakku? mereka pun laki-laki. Dimensi yang kelihatannya unik tapi tak pernah selesai kutuliskan dalam semalam. Meskipun kutambah menjadi cerita atau bualan seminggu tetap saja ini mustahil untuk jelas dimengerti. Kebanyakan orang mengatakan karena aku punya kepahitan dengan mereka. Ada juga yang menduga aku punya kelainan di dalam tubuhku. Aku bukan seperti dugaan itu, tapi aku membiarkan mereka membuat spekulasi dengan sudutnya masing-masing. Tidak semua hal harus mereka mengerti karena aku pun tak kuasa memahami semua yang terjadi. Namun, yang pasti sekarang aku di kelilingi oleh banyak laki-laki. 

"Ana, mau makan coklat?"

"ga mau"

"Kenapa? Takut gendut"

"Belum lapar aja"

Rama merasa bersalah setelah menghabiskan dua bungkus coklat sendirian. Padahal, aku tidak sedang menyindir atau mengolok karena menolak tawarannya. Aku makan kalau aku lapar bukan kalau ingin atau sedang mau. Bagiku, makan adalah kebutuhan. 

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun