Aku bergegas menatap diri di dalam cermin. Syukurlah, hari Sabtu sekolah libur. Aku ngak bisa bayangkan bagaimana teman-temanku akan mengembangkan imajinasinya bila mendengarkan kisahku.Â
Sarapan pagiku hanyalah imajinasi, tangis dan tawa bercampur di indekos yang kecil ini.Â
Aku seharusnya lebih gesit merebut paha di tangan kakakku saat itu. Namun, aku menyesal tidak mengalah untuknya.Â
Telepon terakhir, kakak akan menikah dua bulan lagi. Ayah dan ibu akan ikut ke rumah kakak. Adikku juga menyewa indekos  untuk menjalani masa awal perkuliahannya.Â
Rumah yang artistik dan antik kabarnya akan dilelang. Aku hanya rindu pulang. Rumah yang menjadi tempatku berlabuh dan mengadu adalah tempat yang sama, orang-orang di dalamnya.Â