Mohon tunggu...
Helga Evlin Zendrato
Helga Evlin Zendrato Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pecinta Tinta

Berlarilah yang kuat, setidaknya tetap berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelakon Jiwa

11 Oktober 2020   22:00 Diperbarui: 11 Oktober 2020   22:03 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Minggu, 11 Oktober 2020. Tersendat-sendat keyakinan untuk meneruskan perjuangan. Bayangan akan hari esok masih penuh kabut. Bisa selamat bisa juga tamat. Hal sederhana terus membayang dan menggelapkan arah. Pikiran buntu mahasiswa dihadapan tumpukan ujian-ujian pertengahan. Dirasuk iming-iming mimpi menjadi pembesar, diraihnya buku lalu terlelap. Melayang harapan akan menjadi orang besar. Aku mengalami masa yang selalu kambuh di masa penting. Mata lebih berat dan mudah terkantuk. Jemari lebih lihai protes, menunjuk-nunjuk beban bagi siapa pun yang ingin menanggung. Berhentilah, berhenti. Masa-masa akan menjadi terlelap, kesempatan lepas, hidup akan tidak terarah. Setir yang pegang adalah orang yang belajar. Sesekali matanya lelap pada malam. Ia menabrak kawanan kumbang yang liar melintas. Ia mendadak kejut pada hewan yang lewat dengan cepat. Ia dipalang oleh polisi tidur yang tajam. Ia juga tidak menyangka akan disorot cahaya benderang dari arah berlawanan. Belum lagi tanjakan dan lembah yang curam. Kerikil-kerikil kecil menggulir roda keseberang, gorong-gorong yang terkikis aspalnya membuat roda menjadi mogok. Berhentilah, berhenti. Jangan banting setir dan tancap gas. Siapa menduga rem bolong dan keadaan semakin memburuk.

Kaum yang sama denganku, berhenti menuntut diri sendiri menjadi lebih sempurna dari yang lainnya. Kelak, hari-hari tidak memandang tulisan-tulisan yang pernah ditorehkan untuk diberi nilai. Jauh lebih kejam saat tulang-tulangmu hampir menyerah, semangatmu redup, darahmu membeku, dan pikiranmu masih terletak di nuranimu, matamu tetap terjaga pada tujuan yang ada. Mereka yang kau sebut sebagai pahlawan, tidak akan pernah kau sadari langkah-langkah yang sudah mereka tempuh penuh keluh dan lika-liku. Berhenti, berhentilah. mengasihi diri sendiri adalah tindakan penganiayaan terhadap energi, menguras yang positif menjadi mati rasa. Berhentilah, berhenti. Ia yang berkuasa tak pernah memilih berkedip. BagiNya aku berharga. Berhentilah, berhentilah. Duduk dalam diam dan pikirkan 2 orang dewasa yang tersenyum memandang fotomu. Berhentilah, berhenti. Kau ingat aku? Bukan sahabatmu, teman juga bukan, sahabat tidak. Aku hanya tulisan yang menjelma menghantarkan sebuah pesan dari kekasih-kekasihmu nun jauh di sisimu.

"Semangat, kami rindu kau menjadi berharga"

"Terus Belajar, Kau pasti bisa"

"Meskipun, sekarang sulit. Kau tidak pernah sendiri berjuang"

"Lihatlah langit, di bawah kawah yang sama. Aku  mengucap namamu di dalam doa"

"Kau yang membaca, pasti menerima doa-doa seturut kehendak-Nya"

"Kau pemilik masa depan, masa sekarang sedang mempersiapkanmu"

"Kami menunggumu di rumah. Ingin, berhenti dari rutinitas hanya untuk memberi telinga padamu"

"Pundak-pundak kami jauh, tetapi doa-doa kami dekat untukmu"

"Kami mengasihimu? mohon katakan sebaliknya dengan tindakanmu"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun