Mohon tunggu...
Helga Evlin Zendrato
Helga Evlin Zendrato Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pecinta Tinta

Berlarilah yang kuat, setidaknya tetap berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoal Budaya Antre

12 Juni 2020   10:42 Diperbarui: 12 Juni 2020   10:56 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang dewasa berbaris dengan rapi memanjang hingga membuat lingkaran-lingkaran yang berlapis dan berlipat. Gerangan yang membuat mereka berdiri dengan rapi. Kelihatan formasi yang ramai seperti lipatan-lipatan yang berpola. 

Keraguan besar untuk mengatur semua orang melalui palang untuk mendata diri dengan baik. Seperti hal yang pernah dilakukan saat registrasi memasuki halaman sekolah. Kebiasaan ini hanya terjadi dalam beberapa kejadian saja, misalnya registrasi sekolah yang dilakukan pada awal semester. 

Menunggu kode yang digenggaman dibacakan oleh teller bank atau kondisi di dalam ruang pengadaian, juga saat pemeriksaan kesehatan. Kejadian-kejadian yang demikian membuat pandangan mata lebih santai dan nyaman. 

Tidak semua kejadian menerapkan budaya baris-berbaris dan menunggu giliran. Sederhananya, saat berswafoto. Semua wajah ingin berada tepat di depan kamera. 

Orientasi yang berbeda-beda menghasilkan ukuran gambar yang tidak seimbang. Dalam sebuah komunitas, misalnya kelas terdapat siswa yang hanya menunjukkan kedua jari ke langit, atau terhalang dengan tubuh teman dihadapannya. Namun, ini wajar saja karena memang beginilah adanya. 

Hal yang menarik lainnya adalah demo. Dalam kondisi ini ada kerinduan yang tidak dapat disampaikan dengan cara yang benar. Kondisi yang membuat jalanan macet, manusia bertaburan di jalanan, gerombolan manusia tidak tertata dengan barisan yang baik. 

Kondisi lainnya, tindakan serakah pembagian sembako. Negara ini belum sesak sekali dengan manusia yang menghuni. Namun, terasa sesak bila berdesak-desakan mengambil hak yang sudah diberikan oleh pemerintah. Banyak yang menjadi tidak sabar dan takut tidak kebagian. Meskipun dengan jelas tertera daftar nama yang akan menerima sembako. 

Budaya antre di negara ini mungkin saja asing. Terlalu banyak kebiasaan khawatir dan resah tidak mendapatkan giliran, iya juga sih. Umumnya kekhawatiran ini dipicu karena kita telah membiasakan diri menjadi tidak sabar. 

Menoleransi emosi yang mengontrol. Sehingga pada kondisi tertentu keinginan kita terburu-buru untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan, direspon pendapatnya, dan memperoleh kepuasan setelah berakhir ricuh dan berdarah. 

Secara kondisi harus disesuaikan dengan konteks yang terjadi tetapi saat ini tidak lagi ada toleransi buat mereka yang menyelip dan memotong antrean agar sesegera mungkin berada di barisan yang pertama. 

Kejadian antre di toilet. Tidak semua menyadari bahwa bergilir dan sabar menunggu adalah sikap yang mendatangkan kedamaian. Budaya antre di meja makan, ini juga dimulai di dalam rumah. Bagaimana mengajari individu memiliki sikap yang teratur dan rapi. Budaya antre akan kita temui di banyak momen tapi perasaan kita untuk mendahului yang berada di depan adalah kondisi tidak ingin menciptakan kedamaian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun