Aku takut dengan kehidupan mereka, di rumah pun tak pernah kudengar suitan atau pujian seramah ujaran mereka. Namun, aku tak pernah termakan suit-suit yang mengemis di jalan-jalan. Bukan namaku yang tertera di buku utang itu pun aku sudah malu. Berkali-kali ibu menyuruhku untuk mengutang beras di warung-warung tempat ayah bersinggah, aku tak pernah punya keberanian yang cukup untuk melakukannya. Kutahan lapar yang melilit perutku dan meneguk air sebanyak mungkin agar tak ingat dengan rasa nasi yang di masak di tungku api.
Biarpun nama ayah yang akan dituliskan oleh anak pemilik warung, aku tak mau untuk melakukannya. Pernah aku datang ingin berutang beras, aku tertunduk sepanjang jalan. Bapak-bapak yang sudah berjam-jam di warung menatapku berbelas kasihan, menawarkan jajanan yang belum tentu telah dimakan oleh anaknya sendiri di rumah. Â Aku selalu menolak pemberian mereka, walauku tahu akan ada hujatan terhadap orang tuaku. Pikirnya, aku sombong karena sekolah atau tak sudi menerima pemberian orang tua.
Menyakitkan bila kuingat-ingat, menikmati pisang rebus sepanjang hari. Sekarang aku belum mengenal arti uang seutuhnya, masa laluku kusyukuri dengan cukup untuk apa yang diberikan orang tuaku. Aku prihatin, satu per satu teman-temanku mungkin sudah menempuh kehidupan berumah tangga. Dengan adat yang belum kumengerti baik atau tidak, dengan modal membaca dan menulis pun belum tentu diketahui. Namun, berani mengambil keputusan untuk hal-hal yang akan menjadi besar kelak.
Sekarang tugasku belajar, melepaskan diri dari jarahan agar nasibku baik. Siapa duga, kalau anak-anak yang dahulu adalah temanku sudah punya anak. Harap kecilku bisa mengubah pikirannya yang terlalu cepat membubuhi keputusan yang tanpa terpikir akibatnya. Anak-anak itu jiwa sebuah bangsa, mungkin karena aku dari daerah pinggiran sangat jauh dari pusat masih terabaikan. Tapi kelak, ketika hidupnya mungkin membaik akan ada pandangan yang tak pupus untuk menyanjung. Aku masih belum membuat keputusan itu, meski mimpiku tinggi. Aku masih bermalas-malasan, ingin sejenak beristirahat, dan selamanya diam menunggu yang lain untuk mengubahnya.