Mohon tunggu...
Helenerius Ajo Leda
Helenerius Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - Freedom

Borjuis Mini dan Buruh Separuh Hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Premanisme dan Lonceng Kematian Demokrasi

18 September 2021   07:25 Diperbarui: 18 September 2021   07:36 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Teruslah mengkritik untuk mencerdaskan kekuasaan, sebab seperti teknologi, kekuasaan mudah disalahgunakan dan hanya bermanfaat bagi pemiliknya.

Beberapa hari lalu, berbagai media elektronik melansir berita tentang ancaman dan teror sekelompok orang tidak dikenal (preman) terhadap sikap kritis salah satu politisi muda (Anggota DPRD) Kabupaten Ende Vinsen Sangu (VS).  Dalam pemberitaan tersebut dikatakan bahwa, segerombolan orang  tidak dikenal (preman) mendatangi kantor DPRD Ende dan mengancam VS, pasalnya VS sering kali melontarkan kritik terhadap berbagai permasalah carut marutnya tata pemerintahan dan birokrasi Kabupaten Ende. Mengingat kapasitasnya sebagai seorang politisi, VS memiliki tanggungjawab politik dan moral sebagai corong aspirasi rakyat yang tengah menjalankan fungsi kontrol terhadap kekuasaan. Oleh karena itu, terhadap persoalan ini, VS mengungkapkan ancaman dan teror preman merupakan ancanam dan teror terhadap dinamika pemerintahan dan demokrasi (floreseditorial.com, 2021; gesturi.id, 2021). 

Persoalan diatas mengisyaratkan bahwa, pertama, sikap kritis yang ditampilkan VS merupakan reperestasi kekritisan institusi pengontrol terhadap kekuasaan dalam tatanan demokrasi. Karena sikap kritis menjadi keniscayaan dalam mengkawal agenda tatakelola pemerintahan dan demokrasi lokal. Kedua, keberadaan preman menjadi sebuah fenomena sosial politik dan dalam praksisnya mereka memiliki "kekuatan terorgaisir" yang digunakan untuk mengancaman dan meneror. Tentunya keberadaan preman "disokong" oleh kekuatan tertentu sebagai alat kendali dan kontrol kepatuhan publik dalam proses politik dan demokrasi. Sehingga, ketiga, ancaman dan teror para preman mengejawantakan sikap kontra-demokrasi serta pendistorsian kesadaran kritis secara sistemik yang pada akhirnya akan membangkitkan tirani.

Frasa premanisme adalah sebutan pejoratif yang sering digunakan untuk merujuk pada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan penghasilnya dengan melakukan tindakan kejahatan seperti kegiatan pemerasan, penipuan, pencurian dan penjarahan terhdap masyarakat lainnya (Nugrho,et all, 2017). Wilson (2019), menyebutkan istilah preman sebagai istilah sehari-hari yang disematkan bagi geng, penjahat atau berandalan dan pengusaha kekerasan, dan seringkali dilibatkan dalam menyokong aktiftas sosial politik.

Mengapa preman dapat muncul dan menjadi fenomena sosial politik? Dalam tradisi Marxis, kelompok preman dikategorikan sebagai kaum lumpenproletariat yang mengacu pada kaum pekerja yang tersingkir dari sektor produsi, yang terlempar keluar dari sistem produksi kapitalis.  Jika terhimpit kemiskinan, kelompok ini gampang bertindak atau dibeli dan disewa oleh penguasa atau pengusaha untuk tujuan-tujuan kejahantan. Wilson (2019) memperlihatkan bahwa, di Indonesia premanisme sebagai fenomena sosial politik telah muncul sejak era kolonial sampai sekarang. Dimasa orde baru, kelompok preman digunakan sebagai alat kendali dan kontrol sosial ternahadap masayrakat dan melanggengkan kekuasan rezim. Penguasa selalu menciptakan ancaman lewat para peman agar warga negara tetap setia, takut dan patuh (Wilson, 2019). 

Sedangkan fenomena premanisme di Ende, sejauh ini belum ditemukan kajian maupun penelitian atau tulisan yang secara khusus membahasa fenomena premanisme dalam konteks sosial politik lokal Ende. Namun jika berpijak pada kasus yang dialami VS, maka kita dapat menyimpulkan bahwa, kategori preman di Ende, tentunya berbeda dengan kategori kaum lumpenproletariat sebagai kaum pekerja yang tersingkir dari sektor produsi kapitalis. Mengingat kapitalisme di Ende belum berkembang secara masif karena industrialisasi belum berkembang pesat, sehingga fenomena preman di Ende muncul karena dimobilisasi sebagai aparatus koersif privat yang terorganisir dari pemuda-pemuda geng (anak geng kompleks).  

Dalam relasinya dengan kekuatan ekonomi-politik, kelompok geng preman akan muncul jika secawaktu-waktu dibutuhkan dan tampil secara frontal, dimobilisasi dan tentunya dibayar/disewa oleh kekuasaan ekonomi-politik penguasa lokal Ende ketika mengalami ancaman. Berdasarkan testimoini beberapa aktivis gerakan mahasaiswa di Ende yang mengungkapkan bahwa mereka seringkali mendapat ancaman dari "geng preman" yang dibayar oleh oknum tertentu, ketika melakukan aksi-aksi protes sosial, mengadvokasi persoalan-persoalan rakyat. 

Kondisi sebagaimana digambarkan diatas, diperlihatkan Damien Kingsbury (2003) pada masa-masa transisi demokrasi dan pasca reformasi bahwa, premanisme terorganisir dilibatkan dan digunakan rezim penguasa untuk memukul mundur gerakan mahasiswa dan rakyat pro demokrasi, sekaligus sebagai aktor dalam kerusuhan, kekerasan, pembunuhan dan pemerkosaan yang terjadi di indonesia pada tahun 1999 hingga 2001. 

Tindakan politik VS dalam mekritisi carut marutnya tatakelola politik-pemerintahan Kabupaten Ende sejatinya perlu diapresiasi. Sikap kritis dibutuhkan guna merawat kualitas tatanan demokrasi agar kekuasaan politik-pemeritahan berjalan dengan baik. Sikap kritis dikumandangkan untuk mencerdaskan kekuasaan, sehingga kekuasaan yang dijalankan lebih demokrastis dan tidak disalahgunakan oleh para penguasa. 

Sikap kritis semacam itu sejatinya bertumbuh, menjalar dan diperjuangkan oleh kolektif publik. Dengan demikian, jika kolektif publik memiliki kesadaran kritis terhadap kekuasaan, maka pengorganisasian kekuatan massa dalam melancarkan perjuangan-perjuangan demokratik mudah dilakukan. Sehingga upaya sabotase demokrasi oleh jaringan "premanisme bayaran" akan berbenturan dengan kekuatan massa rakyat yang terorganisir secara kritis progresif.

Pustaka:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun