Mohon tunggu...
Humaniora

Merdeka? Benarkah Itu?

26 September 2016   19:24 Diperbarui: 26 September 2016   19:34 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semarang, 19 September 2016

Kepada Negara Indonesia

Salam empat lima,

Hai Indonesia! Negeri yang makmur dan begitu indahnya. Bulan lalu engkau baru saja berulang tahun, sekali lagi selamat ulang tahun Indonesiaku. Gak terasa ya sudah 71 tahun kau bebas dari tangan para penjajah. Ini sudah bukan usia yang muda lagi ya kan. Seharusnya umur yang semakin dewasa juga diikuti dengan perkembangan yang semakin baik juga dong.

Namun sekarang Indonesia belum menunjukkan perkembangan signifikan ke arah yang lebih baik. Lihat saja, para pemegang otoritas yang menjalankan roda pemerintahanmu masih banyak yang tak bertanggung jawab. Rakyat yang sudah memercayakan suatu tugas besar pada mereka dikecewakan begitu saja dengan tingkah lakunya yang seenaknya saja. Tikus-tikus berdasi itu menggerogoti uang rakyat. Hasil jerih payah rakyat Indonesia dicuri dan menjadi makanan mereka.

Inilah kehidupan di negeri Indonesia. Katanya sih sudah merdeka, tapi… apakah benar sudah merdeka? Nyatanya, masih banyak rakyat yang tak memiliki tempat tinggal serta kehidupan yang layak. Hidup mereka hanya bergantung dengan nasib dan belas kasih orang lain. Namun, mereka yang memiliki kuasa malah seenaknya saja mengambil uang rakyat. Yang kaya makin kaya, yang miskin semakin miskin. Pihak asing pun sering turut campur tangan dalam setiap urusan dalam negeri. Banyak pabrik dan perusahaan di Indonesia ini dipegang oleh pihak luar. Apakah ini yang namanya merdeka? Iya sih proklamasi sudah dikumandangkan 17 Agustus 1945 lalu. Tapi ternyata sampai sekarang pun mereka para pihak asing masih menjajah Indonesia. Bukan dengan kekerasan seperti dulu lagi, tapi menguras kekayaan Indonesia seenaknya saja.

Pendidikan yang kurang memadai membuat banyak masyarakat kecil tidak dapat memperolehnya. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang tidak tahu siapa presidennya. Sungguh miris melihat keadaaanmu, negara Indonesiaku. Hal inilah yang membuat pihak luar mudah untuk membodohi masyarakat Indonesia. Asalkan dapat uang, rakyatmu rela diambil kekayaan alamnya untuk dibawa mereka.

Ketika rakyat menderita, apa yang dilakukan oleh para pejabat pemerintahan? Mereka malah dengan santainya mengorek uang negara untuk kepentingan mereka sendiri. Kalau ketahuan, gampang, tinggal mengeluarkan uang lalu bisa bebas dan mencuri uang rakyat lagi. Sedangkan ketika ada rakyat kecil yang ketahuan mencuri jemuran tetangga langsung diadili dan dipenjara. Bandingkan saja, pejabat pemerintah yang mencuri uang rakyat bermiliar-miliar jumlahnya bisa bebas berkeliaran, tapi orang kecil yang hanya mencuri jemuran tetangga yang harganya tidak seberapa langsung dihukum. Adilkah kau Indonesia?

Di manakah semangat 45 mu yang dulu? Lihat, sekarang rakyatmu banyak yang tidak serius saat upacara, bahkan menyanyi lagumu saja tidak hafal. Apalagi harus memakai produkmu malah membuat mereka malu. Masyarakat banyak yang lebih memilih produk asing yang menurut mereka lebih bagus. Walaupun terkadang barang luar itu sebenarnya adalah produk Indonesia yang diekspor dan diberi label merk luar. Betapa mudahnya mereka dibodohi. Bahkan banyak orang-orang pintar dari rakyatmu yang memilih untuk menempuh pendidikan dan mengabdikan hidupnya di luar karena merasa Indonesia kurang baik. Rasa cinta Indonesia dan semangat rela berkorban yang 71 tahun lalu sangat berkobar sekarang jadi layu.

Untung saja masih ada beberapa orang yang masih memiliki rasa cinta dan rela berkorban kepadamu sampai sekarang. Tidak semua rakyatmu melupakan semangat 45 itu. Merekalah yang membuatmu bisa tetap bertahan sampai sekarang. Dan merekalah yang perlu diteladani oleh setiap rakyat Indonesia. Memang perjuangan mempertahankan itu lebih sulit daripada mendapatkan. Jadi, perlu usaha yang ekstra untuk mempertahakanmu, Indonesiaku.

Cukup sudah suratku terhadapmu. Semoga saja semakin banyak orang-orang seperti ini, orang-orang yang cinta denganmu dengan rela berkorban demi engkau serta mengabdikan hidupnya sepenuhnya untukmu. Dan juga semoga semangat 45 yang 71 tahun lalu terus-menerus diutarakan masih bertahan sampai sekarang dan selalu ada sampai selamanya. Akhir kata, mari saudara-saudara seperjuanganku kita membangun Negara kita tercinta ini bersama-sama dan menghapus penjajahan terselubung di sini!

Salam empat lima,

Rakyatmu,

Helena Oktaviani

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun