Mohon tunggu...
Helen Adelina
Helen Adelina Mohon Tunggu... Insinyur - Passionate Learner

Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value - Einstein

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan yang Mencintai Bunga-bunga Liar

24 Mei 2021   17:25 Diperbarui: 24 Mei 2021   18:32 1127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bunga-bunga liar (theodysseyonline.com)

Perempuan itu menjawab “Aku dari dulu memang senang lihat bunga-bunga liar. Kalau kamu tanya alasannya, aku juga ngak tahu. Mungkin karena bunga-bunga liar ini mengingatkanku akan diriku sendiri”.

“Maksudmu?” laki-laki itu bertanya lagi.
“Dalam banyak hal, aku merasa diriku sama seperti bunga liar. Kamu tahu bunga-bunga liar itu tumbuh dengan sendirinya, bukan sengaja ditanam seperti bunga-bunga lain. Entah darimana benihnya datang. Bunga-bunga ini tak pernah dianggap indah oleh orang-orang. Kadang malah dianggap seperti rumput yang kehadirannya tak diinginkan,” perempuan itu menjelaskan.

Laki-laki itu cukup terkejut mendengar perkataan perempuan itu. Jarang-jarang dia bertemu dengan orang baru, langsung menceritakan sesuatu yang personal. Tapi anehnya, dia merasa nyaman dan tidak merasa terganggu. Dia malah justru ingin tahu lebih banyak tentang perempuan pencinta bunga liar ini.

“Menurutmu, apa bunga-bunga liar itu jelek?” perempuan itu bertanya balik.
“Jelek sih ngak. Cuma memang kalau dibandingin dengan bunga-bunga lain, mungkin kurang menarik ya.”
“Benarkah? Menurutku justru bunga-bunga liar itu lebih indah walaupun mahkota bunganya tidak sebesar bunga-bunga lain. Terus, warna-warnanya juga ngak kalah bagus dengan bunga-bunga lain.”

“Yang menarik buatku, bunga-bunga itu kan tidak dipelihara, tumbuh saja dengan sendirinya. Tidak disirami, tidak diberi pupuk. Tidak ada juga yang menyiangi rumput-rumput di sekitarnya. Tapi entah bagaimana, bunga-bunga liar ini justru tetap bisa berbunga warna warni. Kalau dipikir-pikir, bisa saja bunga-bunga ini tidak berbunga atau mati kekeringan misalnya.”

“Oh, aku kira aku menangkap maksudmu. Di tengah keterbatasannya dan perjuangannya untuk bertahan hidup, bunga-bunga ini justru berusaha semaksimal mungkin berbunga sejauh yang dia mampu. Itukah yang membuatmu tertarik?” ujar laki-laki itu.

“Tepat sekali. Itu yang membuat bunga-bunga liar justru lebih indah.”
“Aku jadi ingat cerita bunga mawar di novel Pangeran Kecil?”
“Kamu pernah baca novel Pangeran Kecil? Itu salah satu novel kesukaanku lho. ”
“Iya, aku dulu pernah baca. Jadi menurutmu perjuangan bunga liar untuk bertahan hidup itu yang membuat bunga-bunga itu jadi lebih indah? Semacam inner beauty barangkali?”
“Benar sekali.”

Kali ini perempuan itu mengarahkan wajahnya berhadap-hadapan langsung dengan wajah lelaki itu. Kedua pasang mata mereka beradu.
“Terus terang, baru kali ini ada orang yang memahami kenapa aku menyukai bunga liar. Biasanya orang-orang bilang aku aneh. Ngak punya sense of art. Kelihatannya kamu tipe orang yang toughtful.”
Ngak juga. Tapi aku memang suka baca buku-buku yang perlu berpikir sedikit.”
“Aku rasa selera kita sama.”

“Terus, menurutmu apa persamaan kamu dengan bunga-bunga liar itu? Maaf kalau aku lancang bertanya,” lelaki itu bertanya.
“Apa kamu pernah merasa kamu berada di tempat yang salah di waktu yang salah? Maksudku, kamu seperti missfit? Itu yang aku rasakan. Entah kenapa aku merasa berbeda. Aku tidak bisa “masuk” ke orang-orang di sekitarku, bahkan ke keluargaku sendiri,” perempuan itu menjawab sambil menggerakkan kedua tangannya membentuk tanda petik.

“Apa kamu pernah bertanya apa arti hidup ini?” lanjutnya lagi.
“Kalau yang kamu maksud tujuan hidup, aku pernah merenungkan. Dulu, setelah lulus kuliah.”
“Kalau sekarang, apa kamu pernah memikirkannya kembali?”
“Terus terang ngak. Sekarang aku lebih mengikuti rutinitas.”

“Apa kamu merasa bahagia? Maksudku, pernahkah terlintas dalam pikiranmu ada yang salah dengan hidup yang dijalani? Hidup tidak sekedar bangun tidur, mandi, bersiap-siap pergi kerja, lalu sore pulang ke rumah, makan malam, istirahat, tidur, besok pagi bangun lagi. Begitu terus setiap hari.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun