Mohon tunggu...
Helen Adelina
Helen Adelina Mohon Tunggu... Insinyur - Passionate Learner

Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value - Einstein

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Laki-Laki yang Berziarah ke Makamnya Sendiri

25 April 2021   16:17 Diperbarui: 25 April 2021   18:24 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Pikiran Rakyat

Sejak kuliah, Bayu  jarang pulang ke rumah. Waktu liburan dihabiskannya berlibur dengan teman-teman. Walaupun akhirnya Bayu menyelesaikan kuliahnya, bahkan sampai mendapat gelar keprofesian keuangan, hubungannya dengan Bayu sangat dingin. Di kantor, dia dan Bayu hampir tidak pernah berinteraksi selain waktu meeting.

Saat istrinya meninggal, tidak ada lagi yang merekatkan dia dan anak-anaknya. Selama ini, istrinya yang menjadi jembatan bagi dirinya dan anak-anaknya. Sejak istrinya meninggal, rumah besar yang ditinggalinya sepi seperti tak berpenghuni. Anak-anaknya tidak pernah berkunjung. Padahal dia ingin sekali bertemu dengan mereka dan cucu-cucunya. Dengan alasan sibuk, bahkan lebaranpun tak ubahnya seperti berkunjung ke rumah tetangga. Hanya 2-3 jam, lalu pulang ke rumah mereka masing-masing. Sampai akhirnya laki-laki tua itu menghembuskan nafas terakhir akibat sakit jantung yang dideritanya dan dikuburkan di makam ini.

Saat dia mengenang semua ini, penyesalan menghampirinya seperti raksasa yang menghimpit anak kecil. Tangisan pilu perempuan di sebelah makamnya membawanya ke perjalanan hidup yang dulu tidak pernah dia sadari. 

Saat dirinya meninggal, tak satupun anak-anaknya yang menangisinya. Seakan-akan mereka memang tidak berduka atas kepergiannya. Seakan-akan mereka lepas dari sipir penjara yang mengurung mereka. Ironisnya, dia banting tulang selama hidupnya hanya agar anak-anaknya bahagia dan tak menderita. Namun, apa yang dianggapnya kebahagiaan, sangat berbeda dengan apa yang diinginkan anak-anaknya.

Dan kematiannya bukannya membuat anak-anaknya bahagia, malah tercerai berai akibat warisan. Saat itu, dia pikir dia akan hidup lebih lama. Jadi dia belum menyiapkan surat wasiat untuk anak-anaknya. Kini anak-anaknya saling melaporkan saudara-saudaranya yang lain ke pengadilan. Berapa kali dia ingin berteriak saat anak-anaknya berada di ruang sidang. Namun tak satupun yang mendengarkannya. Dan sekarang, dia berada di sini. Di makamnya sendiri yang tak penah dikunjungi anak-anaknya.

Perempuan di makam sebelah akhirnya beranjak dari tempatnya. Dibasuhnya wajahnya yang telah kering dengan air mata dengan sebotol air kemasan. Lalu dia menyeka wajahnya dengan tisu kertas. Dikebaskannya butir-butir tanah dari pakaiannya. Perempuan itu menatap makam sekali lagi sebelum akhirnya pergi.

Saat laki-laki tua memandang perempuan itu, si penjaga kubur menghampirinya. “Maaf Pak, saya tidak sempat membersihkan makam Bapak. Banyak orang-orang yang meminta bantuan saya untuk membersihkan makam. Dan anak saya lagi sibuk ujian. Jadi saya tidak ada yang bantuin”. Lelaki tua tidak heran jika si penjaga kubur dapat melihatnya. Dia menjawab “Tidak apa-apa, nak”. “Apakah anak-anak Bapak tidak datang berziarah tahun ini?”, tanya si penjaga kubur. “Saya tidak tahu, nak. Mungkin mereka sibuk”, jawab si orang tua.

Dipandanginya si penjaga kubur yang sedang menyiangi rumput di makamnya. Sebenarnya tidak ada anak-anaknya meminta si penjaga kubur melakukannya. Namun, si penjaga kubur tetap membersihkan makamnya saat menjelang puasa. 

Setelah membersihkan makamnya, si penjaga kubur meletakkan bunga gladiol putih di atasnya. “Maaf Pak, tadi ada pengunjung yang bawa bunga kebanyakan. Jadi tempatnya tidak cukup dan dikasih ke saya. Kalau Bapak tidak keberatan, saya letakkan di sini ya, Pak”. Lelaki tua itu terharu, ternyata masih ada yang peduli dengan dirinya.

Seandainya dia dapat membalikkan waktu, ingin rasanya si lelaki tua mengunjungi anak-anaknya dan bersimpuh di hadapan mereka. Ingin rasanya dia mengatakan pada anak-anaknya bahwa dia mencintai mereka walaupun dia mencintai dengan cara yang salah. Kini segalanya sudah terlambat. Namun dia masih berharap ada keajaiban. Siapa tahu tahun depan anak-anaknya, paling tidak salah satu dari mereka, datang berkunjung ke makam ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun