Mohon tunggu...
Fiksiana

Tina Titin Afiyoka

8 Juni 2018   00:00 Diperbarui: 8 Juni 2018   00:26 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Tak heran kalau banyak orang dari luar kota Bengkulu berpendapat orang-orang Bengkulu itu cakep-cakep khususnya anak Rejang asli, pengakuan itu aku dengar sendiri dari beberapa teman yang aku temui di Jakarta. Dan Tina Rahel Amanda adalah salah satu gadis keturuan Rejang asli daerah di mana aku berasal. Hmm... Rejang Lebong, yang dikenal juga dengan hasil taninya seperti kopi, padi, karet dan yang paling aku suka adalah buah duriannya. Ups! Ini yang terpenting, masakan khas Rejang, yaitu Lemea, bahan bakunya dari rebung muda.

Pemandangan di daerah Lebong sangat indah baik  pada musim padi menguning ataupun saat padi menghijau di sawah yang luasnya sejauh mata memandang. Gunungnya yang termasuk bagian dari bukit barisan itu terlihat indah luar biasa menakjubkan dan lerengnya seakan mengecup pinggiran ladang nan elok. Apalagi cuacanya yang sejuk menambah lengkaplah semuanya.

Tina gadis yang berusia 13 tahun... duduk di bangku kelas 2 SMP terlahir di keluarga sederhana bahkan sangat sederhana. Anak ke empat dari lima bersaudara, satu laki-laki dan empat perempuan dari seorang ibu bernama Putri Ningsih biasa dipanggil Upik dan ayah bernama Sairin. Saat itu seorang wanita paruh baya  bernama I'a. datang ke rumah Tina dan bicara empat mata dengan anak itu.

"Kamu tidak usah meneruskan sekolah karena orang tuamu susah, mendingan kamu ikut aku ke Jakarta di sana kamu bisa bekerja dan mendapatkan uang tanpa harus kena lumpur sawah. Kamu bisa membantu kedua orang tuamu serta adikmu." Tutur wanita yang Tina panggil dengan sebutan nenek meski usianya belum terlalu tua dengan nada menyakinkan menggunakan bahasa ibu. 

Wanita itu memang sudah kenal dengan keluarga Tina serta sanak famili yang lain karena ia memang asli satu kampung dengan neneknya Tina dan biasa datang pada keluarga yang kurang mampu dan membawa dari anak-anak itu ke Jakarta bahkan sampai ke negeri tetangga untuk mengubah nasib mereka. Dulu salah satu kakak perempuan Tina pernah dibawa olehnya ke Malaysia namun sayangnya harus dikembalikan karena kesehatannya tidak memungkinkan. 

Tina tidak begitu menggubris tawaran wanita itu karena ia masih asik sekolah dan belum terpikir ke arah sana meski hati kecilnya menyadari maksud dari kata-kata yang mengandung impian tinggi itu. Tina tinggal di desa Tebo Nibung bersama orang tua beserta saudaranya sedangkan rumah neneknya di Talang Leak dengan jarak sekitar lima kilo meter. Rumah mungil yang mereka tempati yang mungkin lebih layak disebut gubuk namun Tina merasa bahagia karena berkumpul dengan keluarganya.

Beberapa hari berikutnya wanita yang diketahui punya rumah juga di Lampung itu datang lagi dan kali ini ia menemui ibunya Tina, ia coba membujuk wanita empat puluhan itu dengan nada santai.

"Tidak usahlah kamu menyekolahkan anakmu si Tina itu karena hidup kalian sudah susah." Ujar wanita itu dengan nada biasa dan tak dipungkiri kalau kata-kata itu benar adanya namun membuat wanita yang biasa dipanggil Upik itu trenyuh juga mengingat kondisi keluarganya yang serba kekurangan namun ia iklas membesarkan anak-anaknya.

Setelah Tina kelas tiga SMP dan usianya baru menginjak 14 tahun, sebelum lulus wanita itu kembali datang untuk menembus pertahanan Tina. "Kamu masih berpikir untuk melanjutkan sekolahmu ke tingkat SMA? Kamu pikir orang tuamu mampu? Untuk makan sehari-hari saja kalian susah." kali ini ia nampak serius membuat Tina tertegun karena tertarik dan sepertinya ia mulai goyah, bagaimana tidak! Ia bisa membantu keuangan keluarganya kalau bekerja dan Jakarta, kapan lagi ke Jakarta kalau tidak sekarang sedangkan kota itu menjadi impian banyak orang tak terkecuali dirinya yang mungkin akan sulit ke sana jika tidak ada yang mengajak. Nada serius dan pelan itu seakan mewajibkan Tina untuk memahaminya, atau mungkin kata-kata itu hanya omong kosong karena kedua orang tua Tina juga belum membicarakan masalah kelanjutan sekolahnya apalagi mengenai mampu atau tidak.

"Setamat SMP nanti...." lanjutnya. "Kamu bisa ikut aku ke Jakarta dan bekerja di sana. Kerjanya tidak berat dan kamu bisa dapat uang untuk membantu orang tua kamu. Kamu bisa pilih bekerja di salon atau yang lainya. Kamu cantik dan gampang untuk diterima." Kata-kata terakhirnya belum dipahami Tina. Selama ini Tina kenal wanita itu memang sering membawa anak-anak remaja ke Jakarta dan membantu ekonomi keluarga yang di kampung. 

Yang Tina dengar ia memang tinggal di Jakarta dan punya rumah juga di Lampung. Memang yang ia bawa selama ini tidak pernah mendapat masalah atau memang Tina tidak tahu? Wanita yang punya rumah sekampung dengan nenek Tina itu sepertinya tidak putus harapan untuk membawa Tina. Apakah ia memang ingin membantu orang kampung atau ia punya keuntungan sendiri? Itu yang belum terpikirkan oleh Tina.  Karena terbesit di otak Tina 'Jakarta?' anak kampung mana yang tidak pernah tergoda mendengar nama Jakarta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun