Mohon tunggu...
Rois HeldanArgayudha
Rois HeldanArgayudha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Penulis Nama : Rois Heldan Argayudha Tempat Lahir : Wonogiri, 14 Juli 2001 Alamat : JL. Tambora Tengah V/02, RT/RW 003/023, Mojosongo, Surakarta, Jawa Tengah Telp : 089674601943 Email : heldanrois@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Makam Kiri

18 Januari 2020   23:57 Diperbarui: 19 Januari 2020   00:03 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

24 Desember 1965 merupakan masa kelap bagi teman Soemarno yang bernama Amin, ia dibantai ditempat ini bersama mereka yang diduga maupun benar pengikut simpatisan PKI, di tempat ini, di pinggir rel yang sudah tidak aktif lagi di daerah purwodadi ini.

Soemarno yang sudah bertubuh tua dan lemah ini, menatap kuburan massal itu dengan sedih, kuburan yang datar itu telah ditutupi oleh tumbuhan liar diatasnya, nampak seperti bukan kuburan malah wujud nya seperti tanah lapang yang ditutupi semak belukar. Peristiwa itu di ingatnya dengan jelas diingatannya yang sudah mulai pikun itu, yang membuat ia menjadi trauma karena temannya di bantai dengan, dipukul kepalanya hingga remun dengan sebuah batang besi.

"Kek itu kuburan siapa ?, kok tidak ada nisannya ?" tanya Adit cucu Soemarno yang berumur 8 tahun, sambil tangan kiri Adit menarik lengan kanan Soemarno. "ooo, itu kuburan teman, kakek, sebenarnya ada banyak orang di kubur disitu, namanya ini kuburan massal dit" jawabnya sambil memandang wajah Adit yang polos itu.

"Kek, berarti dulu di Purwodadi pernah tsunami seperti Aceh" sahut Adit dengan senyum."Tidaaak dit, sejarah nya beda, sini duduk disini, tak ceritakan sejarah kuburan ini dit" kata Soemarno dengan tawa kecil, sambil mengajak Adit itu duduk di atas rel kereta api yang telah tidak aktif itu.

Kedua orang itu duduk diatas rel yang tidak aktif lagi. Soermano pun menceritakan segala sesuatu yang terjadi 54 tahun silam, dinama waktu itu ia masih muda, dan baru berumur 17 tahun. Ia bercerita dengan penuh ekspresi kepada cucunya Adit agar, cucunya dapat memahami apa yang di ceritakannya, dengan wajah Adit yang polos ia tak jenuh memamdang apa yang di ceritakan oleh kakeknya.

Aku dan Amin dulu adalah sahabat, jika orang lain memandang kami mereka akan, mengatakan bahwa kami adalah saudara. Sebenarnya Amin itu adalah anak tetangga kakek yaitu dari Pak Buki dan Bu Marni. Aku dan Amin sejak kecil bermain bersama dimana pun berada kami selalu bersama. Lama-lama perteman aku dan Amin menjadi sahabat bahkan kuanggap sebagai saudara, karena Amin selalu membantu saat aku sedang mengalami kesulitan seperti dulu.

 "Waduuuh peruttttku, sakiittnya, mana belum makan seharian" kata ku sambil mengelus perutnku, karena aku tidak diberi uang saku oleh ayahnku karena ayahnku hanya bekerja sebagai buruh, tani yang digaji Rp5 perhari. Setiap hari aku hanya menahan kelaparannku, sampai ayahku memberikanku makan, aku biasa makan 1 kali sehari di setiap waktu sore, kandang kala ayahnku hanya memberikan makan 2 bahkan sampi 5 hari untuk sekali makan.

Aku berjalan dengan keadaan lemas sekali, apalagi lampu bumi yang tak bersahabat menyinari kepala ku hingga panas, aku pun mecari tempat teduh, "wahh sepertinya enak itu dibawah pohon kelapa" kata ku sambil mengelus perut. Sambil berjalan tertatih-tatih aku pun mulai sampai di bawah pohon itu, tubuhku mulai lemas sekali, seakan-akan aku akan mati.

Sesampainya aku di bawah pohon kelapa itu, mataku mulai rusak seperti orang yang buta, akan tetapi hal ini akan sementara, aku sudah biasa dengan hal itu, akan tetapi hal ini lebih parah dari hari biasanya.

Aku pun tiba-tiba pingsan di bawah pohon kelapa, tak ada seorang pun yang menolong ku, mungkin ini akhir hayat ku untuk mati dibawah pohon kelapa, aku berdoa kepada Allah jika aku mati nanti,  aku mohon ampun padanya, dan diterima nya aku disisinya.

Setelah aku pingsan sekitar 2 jam, aku pun dibangunkan oleh orang lain, entah siapa itu, karena mataku tak jelas melihat nya. "Nooo, Soemarnoo, no, bangun, ini minum duluuu"kata Amin sambil mengangkat kepala Soemarno dengan memberikan minum pada mulutnya yang tak berdaya itu. "Miiin, itu engkau? " tanya ku dengan suara lemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun