Mohon tunggu...
Didi Jagadita
Didi Jagadita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Masyarakat Butuh Media Massa yang Sehat

5 Februari 2020   04:00 Diperbarui: 5 Februari 2020   04:14 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Washington Post

Seperti kita ketahui bersama, kontestasi dua calon Presiden Amerika Serikat tahun 2016 lalu berasal dari dua partai itu yaitu Hillary dari Partai Demokrat dan Trump dari partai Republik bersaing dengan sangat ketat. Kampanye mereka melibatkan banyak pihak termasuk pers.

Seperti sebuah rahasia umum bahwa beberapa media seperti Fox berada di pihak Trump dan beberapa lagi di pihak Hillary.  Selain  'berperang' melalui media massa, mereka juga melakukannya di media sosial. Pada saat itu konten perang mereka bersifat  politik identitas termasuk rasis dan itu tercermin baik di media sosial maupun di media mainstream mereka.

Mereka bahkan tak malu-malu untuk menyerang pihak lain berdasar warna kulit dan agama padahal sebagai negara demokrasi yang paling tua di dunia, Amerika Serikat selama ini menunjukkan sikap demokrasi yang cukup matang. Salah satu ciri demokrasi yang matang adalah rasional dan pandai dalam berargumentasi tapi jarang melibatkan hal-hal yang berbau rasis.

Ada penemuan yang cukup mengejutkan soal media di AS pasca Pilpres 2016 yang dimenangi oleh Donald Trump itu.Penelitian media mengejutkan itu adalah saat pilpres AS, performance media AS ada di titik rendah karena banyak masyarakat skeptis terhadap media massa (pers). Mereka seakan alami traumatic,  karena narasi-narasi rasial di medsos kurang bisa dipertanggungjawabkan dan itu berimbas pada media massa. Mereka sempat sulit percaya ketika media massa memberikan berita yang netral, berimbang dan dibutuhkan oleh khalayak.

Lalu penelitian itu (dilakukan oleh Pew Institute) menemukan bahwa setahun setelah Pilpres AS, masyarakat mulai mempercayai media massa. Hal itu terbukti dengan mulai naiknya oplah The New York Times dan Washington Post. Ini mengejutkan karena platform koran sebenarnya sudah mulai ditinggalkan oleh orang-orang modern seperti di AS. Mereka sibuk dan akan lebih nyaman dengan media online dan televisi.  Tetapi fakta menunjukkan premis itu tidak berlaku.

Lebih lanjut Pew menemukan bahwa orang-orang yang mulai membaca media massa cetak adalah orang-orang yang percaya soal akurasi, netralitas dan solusi yang ditawarkan media. Media cetak memang sedikit terlambat dibanding dengan media online dan televisi, tetapi mereka telah melampaui tahapan-tahap jurnalistik ketat dan menampilkan berita yang bukan sekadar narasi-narasi provokatif yang membakar dan mempengaruhi.

Ini menunjukkan meskipun terlambat, masyarakat pada akhirnya menunjukkan rasionalitasnya. Mereka butuh media massa sehat yang netral, akurat dan obyektif dan tidak sekadar media yang provokatif dan hanya membahas sesuatu yang viral di masyarakat dan media sosial.

Semoga hal ini juga terjadi pada media massa Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun