Mohon tunggu...
Didi Jagadita
Didi Jagadita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Toleransi dan Persatuan untuk Pecahkan Banyak Masalah

2 Januari 2020   17:51 Diperbarui: 2 Januari 2020   18:03 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia hidup dengan berbagai persoalan dunia. Sebagai bagian dari sebuah bangsa, kita juga harus berjibaku dengan berbagai persoalan sebagai bangsa di tengah bangsa yang lain. Sebagai bangsa kita bisa menghadapi masalah-masalah ekonomi, pendidikan, sosial kemasyarakatan, politik (diplomasi) bahkan pertahanan. Juga masalah agama dan berbagai macam persoalan lainnya.

Sebagai pribadi, kita juga menghadapi persoalan yang nyaris sama. Pendidikan anak-anak kita, sosial ekonomi, masa depan keluarga dan lain-lain. Mungkin yang harus kita fikirkan bukan hanya keluarga batih kita tetapi juga keluarga besar, sampai keluarga pasangan kita.

Dengan bertambahnya tahun dan usia, tentu tuntutan-tuntutan ini bisa membesar karena zaman memang menuntut demikian. Jika ayah ibunya dulu hanya lulusan SMA, maka ada tuntutan agar anaknya bisa mencapai lebih dari orang tuanya yaitu Sarjana. Jika ayah ibunya mencapai sarjana, ada semacam tuntutan dari zaman agar generasi penerus bisa meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu pasca sarjana. Dan seterusnya yang intinya ada persoalan-persoalan yang seakan berjenjang dan menuntut perhatian kita lebih banyak.

Indonesia sebagai bangsa juga menghadapi jenjang persoalan yang sama. Dulu kita harus berhadapan dengan penjajah seperti Belanda. Hanya dengan bersatu, kita bisa merdeka dan meyakinkan dunia bahwa kita mampu membentuk negara.

Lalu kita dihadapkan dengan bermacam persoalan bangsa. Persoalan sosial religius masyarakat misalnya. Jika dahulu masalah perbedaan keyakinan adalah masalah yang biasa terjadi, maka masa kini persoalannya telah berkembang sedemikian rupa dan lebih rumit.

Unsur kemajemukan (perbedaan) masyarakat kita sebenarnya tidak saja soal keyakinan, tapi juga soal etnis, bahasa, pulau asal dan sebegainya. Ini dimungkinkan karena bangsa kita merupakan negara kepulauan, dimana perbedaan etnis dan bahasa dimungkinkan. Bahasa lokal kita berjumlah ratusan, demikian juga budaya atau etnis yang lebih banyak lagi. Begitu juga keyakinan  atau agama.

Pada zaman dulu keyakinan dimanisfestasikan dengan berbagai cara atau aliran dan tidak saja merupakan satu agama tapi berupa kepercayaan atau yang biasa kita sebut sebagai penganut aliran kepecayaan. Kita juga harus ingat bahwa bangsa kita dibangun di atas perbedaan yang banyak itu dan diinisiasi oleh para pemuda, tidak hanya Islam dan etnis Jawa, tapi juga Katolik, Protestan bahkan Hindu dan Budha.

Pada masa 1970-2000-an, masyarakat kita masih saling menjaga persatuan atas dasar perbedaan itu. Mereka saling menghormati dan menjaga persatuan bangsa dengan menghargai perbedaan itu. Para tokoh agamapun banyak yang masih on the track.

Tetapi pada masa setelah 2000-an dimana teknologi informasi berkembang pesat, kita punya masalah dengan fanatisme yang berlebihan. Fanatisme ini kemudian melahirkan intoleransi dan selanjutnya dalam beberapa kondisi intoleransi ini melahirkan radikalisme dan kemudian bisa saja melahirkan terorisme. Kita tentu ingat pada awal era 2000 kita dikejutkan dengan pengeboman banyak gereja di malam Natal, saat umat Kristiani menjalankan ibadahnya. Bom dahsyat juga menggemparkan dunia saat bom Bali pada tahun tahun setelahnya. Selama hampir 20 tahun, hal itu masih terjadi.

Intoleransi juga masih tumbuh subur antara lain dipupuk oleh beberapa tokoh agama dengan mengambil momentum politik seperti Pilkada. Atau ada yang salah dalam menafsirkan satu ayat dalam kita suci masing-masing. Hal itu membuat seseorang salah berbuat.

Mungkin beberapa orang rindu masa-masa pada era awal kemerdekaan sampai akhir 1990-an, dimana orang saling menghargai keyakinan masing-masing, tanpa mengusiknya. Orang dengan nyaman bisa mengucapkan selamat hari raya agama masing-masing  tanpa takut dikatakan haram. Mungkin saja tidak beberapa orang saja, tapi banyak orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun