Mohon tunggu...
Didi Jagadita
Didi Jagadita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jadilah Relawan Damai Dunia Maya

6 Desember 2018   20:36 Diperbarui: 6 Desember 2018   21:12 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelaksanaan kampanye jelang Pilpres kini berubah format. Dari kampanye luar ruang yang menghabiskan biaya dan tenaga, kini menjadi  kampanye sosmed yang dianggap lebih kekinian dan hemat biaya.

Kini sedikit ditemui kampanye dengan penyanyi dangdut yang menyolok mata. Berlangsung di lapangan sepakbola suatu kampong. Dengan pembagian kaos yang membuat para bapak dan ibu di sudut kota hanyut dalam gelombang orang yang memperebutkannya. Kampanye jenis ini makin lama jarang kita jumpai.

Tapi apa yang terjadi ?

Yang terjadi sebaliknya. Sepi di nyata ternyata hiruk pikuk di dunia maya.  Lewat twitter, facebook, instagram, online dan blog-blog. Nyaris tanpa kendali. Narasi-narasi yang di sampaikan para pendukung itu gaduh dan sesekali sempat mengganggu ruang public yang seharusnya bebas kepentingan. Sehingga banyak masyarakat yang rugi karena pada dasarnya informasi itu harus bebas kepentingan politik.

Narasi-narasi yang dilontarkan itu seringkali tanpa dasar dan tidak memperlihatkan etika keindonesiaan yang berciri perdamaian dan kesantunan. Mereka mencaci maki tanpa mengindahkan kesopanan. Bahkan seakan mereka benar dengan pendapatnya itu.

Ini tidak saja mengarah satu pihak saja. Tetapi kedua belah pihak. Mereka saling serang tanpa ampun di dunia maya. Ujaran-ujaran kebencian meraja lela disertai hoax-hoax. 

Dalam konteks ini, jika kita perhatikan tak ada pihak yang mencoba untuk mengurangi ritme narasi yang sering tanpa dasar kuat. Mereka puas jika pihak lain tersudut. Seperti berhasil menjatuhkan lawan di medan pertandingan.

Kepentingan politik yang hanya lima tahunan itu meruntuhkan pertemanan, persahabatan bahkan pertemanan. Mereka bisa saja bertemu di jalan tanpa sapa , dan ketika di dunia maya mereka saling serang. Hanya karena pilihan yang tak sama.

Fanatisme sempit tumbuh merajalela. Dipicu oleh para influencer yang rajin memberi konsep-konsep salah soal Negara sampai agama. Sehingga para followerpun tanpa mengecek akan memberi dukungan kepada mereka. 

Lolosnya checking data ini seringkali disebabkan oleh kemampuan literasi masyarakat kita yang amat rendah. Banyak yang punya sosial media, akrab dengan internet tapi tak tahu bangimana membedakan narasi hoax, fake dan true news.

Melihat kondisi ini, untuk beberapa bulan mendatang ada baiknya para penggiat dunia maya melihat dan mendudukan persoalan secara lebih jernih. Narasi jangan ditelan begitu saja. Harus dikritisi apakah narasi itu penuh dengan akurasi data atau hanya hoax untuk kepentingan tertentu saja. Checking data mutlak dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun