Mohon tunggu...
Darwanto
Darwanto Mohon Tunggu... Freelancer - Pria manula, purnabakti PNS

Mencari, membagi, mensyukuri...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kenaikan Iuran BPJS: Jangan Grusa-grusu

15 Mei 2020   14:29 Diperbarui: 15 Mei 2020   14:49 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hemat saya, kali ini Presiden Jokowi kurang bijak dalam menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Pada saat sebagian orang tengah mengalami kesulitan ekonomi karena terdampak pandemi Covid-19, kenaikan iuran BPJS itu semakin menambah berat beban masyarakat.

Memang kenaikan itu tidak berpengaruh besar bagi masyarakat berpenghasilan besar (MBB), kenaikan iuran dari Rp. 80.000 menjadi Rp.150.000 per orang atau Rp.600.000 per bulan bagi keluarga dengan 2 anak tidak begitu signifikan.

Namun bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tidak menerima bantuan iuran (PBI), kenaikan iuran BPJS sebesar Rp.10.000 untuk satu orang atau Rp.40.000 untuk satu keluarga dengan 2 anak kiranya cukup memberatkan. Mulai awal tahun 2021 mereka  harus membayar iuran sebesar Rp.35.000 per orang atau Rp140.000 per keluarga, yang cukup besar.

Juga bagi masyarakat berpenghasilan sedang (MBS), kenaikan yang sebesar Rp.50.000 (dibulatkan) atau Rp.200.000 per bulan untuk satu keluarga terasa cukup besar. Setahun berjumlah Rp.2,4 juta, bisa dipakai untuk membeli barang-barang yang mungkin sudah lama diinginkan, seperti sepeda anak, peralatan dapur, dsb.

Kesulitan terbesar akan dialami oleh mereka yang terkena PHK atau penurunan upah akibat kebijakan bekerja di rumah. Mereka tidak bisa masuk ke dalam kelompok penerima bantuan iuran karena harus mendaftar terlebih dahulu, yang belum tentu bisa cepat selesai.
***
Sebetulnya kenaikan itu bisa diterima jika tidak sekarang, tapi setahun atau dua tahun lagi. Bukankah MA baru saja membatalkan kenaikan iuran yang diajukan sebelumnya? Baru saja rakyat gembira, khususnya MBR, ternyata tidak sampai tiga bulan iuran BPJS tetap dinaikkan. Apakah pemerintah tidak menggunakan perasaan dalam memutuskan kenaikan iuran BPJS ini?

Tidak biasanya Presiden Jokowi mengabaikan perasaan rakyat, terutama kelompok MBR itu. Tetapi kini kepekaan itu sepertinya luntur. Padahal Presiden sebetulnya bisa bertanya dulu kepada Wantimpres, atau para menterinya, sebelum memutuskan kebijakan kenaikan iuran BPJS kesehatan, yang kemudian menjadi Perpres Nomor 64 Tahun 2020 itu.

Hingga saat tulisan ini dibuat, tidak ada penjelasan resmi dari Presiden Jokowi sendiri tentang kenaikan iuran itu. Yang ada adalah penjelasan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan bahwa kebijakan menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan merupakan pilihan yang sulit dalam kondisi ekonomi masyarakat yang masih rendah.

Kemudian ada keterangan dari Menteri Kesehatan bahwa kenaikan iuran digunakan untuk menutup defisit BPJS agar kewajiban membayar rumah sakit dapat dilunasi.

Dirut BPJS di tempat lain menyatakan bahwa kebijakan kenaikan iuran ini tidak bertentangan dengan Keputusan MA sebelumnya dan jika ada yang keberatan dengan kenaikan iuran bisa menurunkan kelasnya. Sebelumnya salah seorang Staf Khusus Presiden menyebutkan bahwa pemerintah juga sedang mengalami kesulitan keuangan.

Penjelasan yang terakhir ini perlu diluruskan karena penerimaan pajak pada tahun 2020 ini memang menurun, namun pemerintah mengalokasikan dana yang besar yaitu Rp.155,6 triliun untuk membantu BUMN melakukan percepatan pembayaran kompensasi dan penugasan, dan talangan modal kerja. Anggaran untuk itu mestinya bisa dikurangi untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.

Hal lain yang kurang pas adalah siapa yang mestinya menjelaskan kebijakan ini ke masyarakat luas. Bukankah yang paling pas menjelaskan adalah Menteri Keuangan dan Menteri BUMN.

Menteri Keuangan menjelaskan kebijakan fiskal secara umum dan pertimbangan mengapa masyarakat harus diminta kontribusinya untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.

Sedang Menteri BUMN perlu menjawab mengapa BPJS Kesehatan selalu defisit, dan lebih prioritas mana antara memberikan stimulus kepada BUMN atau menutupi defisit BPJS Kesehatan yang juga BUMN.
***
Kita berharap akan ada penjelasan resmi dari Presiden Jokowi atau beberapa menterinya mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini. DPR juga sebaiknya memanggil menteri-menteri terkait untuk membahas masalah ini. Jika tidak, DPR juga tidak peka dengan penderitaan rakyat.

Jika ingin tahu kehendak rakyat, jawabnya adalah jangan naikkan iuran BPJS sekarang. Tunggu sampai pandemi Covid-19 reda dulu, baru pikirkan itu. Jangan grusa grusu. <>

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun