Mohon tunggu...
Heru Cokro
Heru Cokro Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan dan Pengamat SDM

Proud Father!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Donald Trump dan Rasa Muak

11 November 2020   21:55 Diperbarui: 18 Desember 2020   04:01 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar telegraph.co.uk

Kalau kita baca judulnya, seolah-olah saya ingin mengisyaratkan bahwa perilaku Donald Trump mendorong rasa mual. Sebelum saya jelaskan makna sebenarnya, mungkin saya perlu bercerita sedikit tentang beberapa peristiwa unik yang melatarbelakangi saya menulis artikel ini.

Seperti yang kita ketahui bersama, mayoritas media pers AS telah mendeklarasikan bahwa Joe Biden sebagai pemenang pemilihan Presiden AS tahun 2020 ini. Dan sebagaimana yang kita ketahui bersama juga, Trump menolak mengakui kemenangan Biden dan bahkan mengklaim -tanpa bukti yang jelas- bahwa telah terjadi tindak kecurangan yang membuat dirinya kalah dalam penghitungan suara di beberapa negara bagian. 

Untuk itu, Trump menuntut untuk dilakukan penghitungan ulang dan pembatalan ribuan kertas suara yang dianggapnya ilegal. Trump juga memerintahkan jajaran birokrat pemerintahannya untuk menolak melakukan transisi pemerintahan ke tangan Joe Biden. Tak lupa, Trump memerintahkan Jaksa Agung AS untuk melakukan investigasi dengan segala macam cara untuk menemukan kecurangan ini.

Di tengah kekacauan yang terjadi karena polah Trump yang eksentrik dan bertentangan dengan tradisi turun temurun demokrasi AS, Trump tidak lupa melakukan balas dendam terhadap jajaran yang dianggap tidak loyal menjalankan titahnya. Korban pertama, Menteri Pertahanan Mark Esper. Selanjutnya, berturut-turut empat orang bawahan Esper, termasuk Wakil Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Kementerian Pertahanan ikut dipecat atau diminta mengundurkan diri. Beberapa pengamat meramalkan bahwa aksi ini akan terus terjadi sampai beberapa saat ke depan, termasuk untuk posisi Kepala CIA (badan intelijen AS) dan Kepala FBI.

Nah, yang mengejutkan dari ini semua, tindakan Trump ini diamini oleh sebagian besar politisi dari partai Republik (partai asal Trump) dan sebagian besar pemilih Trump yang berjumlah kurang lebih 70 juta orang (bandingkan dengan pemilih Biden yang berkisar 74 juta orang). Seolah-olah, semua kehebohan ini merupakan hal yang wajar demi kemenangan kelompok dan aspirasi-nya.

Kalau perilaku ini muncul di negara-negara berkembang yang umumnya tradisi demokrasi belum berjalan baik, mungkin hal ini bisa dimaklumi. Tapi ketika ini terjadi di AS, maka kita harus mulai menggaruk-garuk kepala dan mempertanyakan: Ada apa?

Dalam tulisan ini, saya tidak bermaksud menganalisa lebih dalam tentang kenapa dan bagaimana sehingga politisi partai Republik dan sebagian rakyat AS bisa menampilkan perilaku ini. Mestinya ada individu-individu yang lebih kompeten untuk mengiris dalam-dalam hal ini. 

Saya hanya ingin bilang, rasa muak itu tanda bahwa ada sesuatu di persepsi dan interpretasi kita. Rasa muak juga pengalaman subyektif yang bisa jadi berbeda-beda antara satu sama lain. Dengan kata lain, boleh jadi kita harus mulai menghargai rasa muak sebagai keunikan individual. Jadi tak usah terlalu pusing bila tiba-tiba kita mendapati kita sendirian yang biasa-biasa saja sementara orang-orang di sekitar Anda merasa muak tidak ketulungan.

Terakhir, apakah perilaku Trump menimbulkan rasa muak? Belum tentu, buktinya jutaan orang merasa tenang-tenang saja dengan hal itu. Tapi, saya muak.  

Heru Cokro
https://www.twitter.com/herucokro

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun