Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Potret Ambiguitas Kita

22 Desember 2018   01:21 Diperbarui: 22 Desember 2018   01:29 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Satubahasa.com

"Kekalahan" ternyata bukan hanya milik masyarakat petani seperti yang ditulis Scott, tetapi juga pada masyarakat yang lebih terpelajar (masyarakat perkotaan dan para intelektual) dan tak menggantungkan dirinya pada ekonomi subsistensi. Yang terjadi kemudian adalah adanya paradigma kompromi, bahwa ideologi-ideologi modern (Barat) tersebut tidak harus serta-merta dilawan dengan brutal dan sporadis, tetapi dipahami sebagai sebuah sistem yang bisa dicangkok atau dikloning dengan kearifan lokal. Kondisi inilah yang kemudian memunculkan ambiguitas tersebut yang membuat kita menjadi benci sekaligus sayang dengan ideologi-ideologi tersebut.

Potret ini, setidaknya, muncul dalam kehidupan beragama kita, saat Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri bagi umat muslim. Islam menyarankan kesederhanaan bagi kita saat berbuka dan bersahur, juga saat merayakan Idul Fitri. Tetapi tak bisa dipungkiri bahwa tingkat konsumsi masyarakat muslim justru selalu tinggi di saat Ramadhan dan Idul Fitri. 

Dengan begini, apakah perbenturan Barat versus Timur dan modern versus tradisional akan terus terjadi sebagai sebuah dialektika sebagaimana perang ideologi selayaknya dalam Perang Dingin di masa lalu? Kompromi yang memunculkan ambiguitas, nampaknya, adalah jalan tengah yang kini diyakini masyarakat sebagai jalan keluarnya.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun