Mohon tunggu...
Hazairin Alfian
Hazairin Alfian Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Berbagi apapun yang patut dibagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Untuk Para Scholarship Hunter: Jer Basuki Mawa Bea!

6 November 2019   10:27 Diperbarui: 6 November 2019   10:36 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: koleksi pribadi.

Tidak dipungkiri lagi bahwa pada hari ini kita hidup pada zaman apa yang dikenal dengan istilah zaman disrupsi. Zaman dimana informasi seperti banjir pada musim hujan. Penyokong utamanya tentu saja adalah teknologi digital yang hari ini mungkin hampir semua penduduk bumi tidak satupun tidak menggunakannya. Istilah "dunia tak selebar daun kelor" bisa jadi tidak relevan lagi dengan konteks kekinian dimana informasi dari seluruh penjuru bumi bisa diakses dalam hitungan detik.

Buktinya, anda bisa ketikkan di mesin pencari Google kata apapun, maka akan muncul semua informasi yang berkaitan dengan kata kunci yang anda masukkan tersebut, plus dengan keterangan durasi kecepatan pencarian tersebut. Google adalah salah satu saja dari sekian media yang bisa digunakan untuk mengakses informasi dengan super cepat. Masih banyak mesin pencari lain yang semisal dengannya. Tentu anda lebih tahu hal ini dari saya.

Teknologi tersebut bisa saja terus menerus berubah kearah yang semakin maju, namun tidak demikian dengan manusianya. Dalam beberapa kasus, saya menemukan manusia-manusia yang paradoks dengan kemajuan teknologi tersebut. Ini sering saya temukan dalam kasus beasiswa.

Ditengah informasi yang membanjir tersebut, masih banyak yang bertanya kepada saya, "Kapan informasi beasiswa itu diumumin?" lalu dibumbui dengan keluhan menggelikan "Kok gak ada yang ngasih tahu sih?", "Kamu kok gak ngasih tahu kemarin?" mereka lalu menuntut, "Jangan lupa kasih tahu aku nanti kalau infonya sudah ada!", "Kirimin aku infonya nanti kalau sudah keluar,ya!".

Begitulah beberapa ucapan yang masih saya rekam dari beberapa orang kepada saya baik melalui Whatsaap atau secara langsung bertatap muka. Saya, bukannya komplain dengan pertanyaan orang-orang tersebut, malah tercengang sambil geleng-geleng kepala dan sering menggerutu dalam hati, "Masih ada manusia purba hidup dalam zaman digital!"

Bukannya tidak mau membantu atau pelit informasi, tapi bukankah informasi itu justru lebih cepat dan lengkap didapatkan andai mereka menyempatkan untuk jari mereka mengetikkan beberapa kata kunci dalam kolom mesin pencari? Malah di beberapa media sosial mereka dengan mudah bisa men-follow akun-akun yang berkaitan dengan segala tetek bengek beasiswa. 

Nantinya setelah men-follow akun-akun itu, setiap postingan terbarunya mereka bisa ikuti. Lebih hebatnya lagi, jika tidak mau repot berlama-lama scroll layar hp-nya, mereka bisa saja menekan tombol notifikasi yang nantinya akan ada pemberitahuan info jika akun tersebut membuat postingan baru.

Pertanyaan-pertanyaan menjengkelkan itu membuat saya teringat dengan salah satu pribahasa jawa: "Jer basuki mawa bea", bahwa segala keberhasilan membuntuhkan pengorbanan. Sebuah pribahasa yang bermakna universal dan berlaku untuk semua manusia. Bahkan di zaman dimana informasi untuk meraih keberhasilan seperti didepan mata, anda tetap saja mesti bergerak baru bisa mendapatkannya.

Ibaratnya, anda sudah tahu penjual barang yang anda inginkan dimana-mana, tetapi jika anda tidak kerja dan dengan itu anda dapat uang untuk memiliki barang yang anda inginkan tersebut, anda tidak mungkin mendapatkannya. Itupun tidak cukup jika anda tidak menggerakkan kaki ke toko itu, atau menggoyangkan jari memesan secara online. Singkatnya, anda tidak bisa meraihnya hanya dengan menghayal atau mengharap ada malaikat yang datang menyuapi anda!

Sebagian mungkin berfikir bahwa prinsip itu sudah takluk oleh kenyataan bahwa sebagian orang mendapatkan keberhasilan melalui "orang dalem". Padahal untuk mendapatkan "orang dalem"pun tetap melalui jalan usaha kan?hehe. Ini serius, meski terdengar bercanda. Tanpa bermaksud ingin mengamini bahwa tindakan-tindakan culas seperti itu boleh dilakukan, saya hanya ingin kita lebih sadar akan realitas itu, bahwa kadang kondisi demikian ada disekitar kita. Malah mungkin sudah biasa untuk dilakukan bagi sebagian orang.

Namun kembali ke diri masing-masing bagaimana kita memilih jalan usaha yang mana mau ditempuh. Toh pada akhirnya cara-cara masing-masing juga menentukan hasilnya sendiri, paling tidak tingkat kepuasan batin yang berbeda. Pada intinya, semua keberhasilan itu harus melalui jalur yang sama yakni usaha, kerja keras, ketekunan yang semuanya terakumulasi menjadi sebuah pengorbanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun