Mohon tunggu...
Hayyun Nur
Hayyun Nur Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pemerhati Sosial

Seorang penulis frelance, peminat buka dan kajian-kajian filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

ZILZA

6 April 2019   03:45 Diperbarui: 22 Januari 2021   09:44 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi untuk ke RS tidak bisa seketika itu.  Neng Susi masih harus bersabar menahan rasa sakit akibat kontraksi hampir 1 jam lebih.  Karena harus menunggu kedua anak kami,  Inka dan Rangga berangkat ke sekolah masing-masing. Memang  tak ada orang lain di rumah, selain kami berempat.  Kami berdua dan kedua anak kami.  Inka, putri pertama kami yang kelas 2 SMA Al-Azhar dan   Rangga, adiknya yang kelas 1 SMP al-Azhar.

Meskipun kondisi neng susi begitu membuat khawatir,  kami baru benar-benar bergerak ke RS, sekitar pukul 08.15. Itupun setelah terlebih dahulu menjemput mama. Ketika diberitau, mama  spontan meminta untuk ikut menemani kami.

Sampai di sini,  ketika menulis kembali kisah ini,  saya baru menyadari.  Ternyata beberapa rentetan peristiwa di pagi itu, sungguh tak terduga. Ada skenario  skenario ilahi sangat rapi yang seolah sengaja disiapkan buat kami. Terutama kepada neng Susi.  Skenario ilahi yang memungkinkan kami bisa selamat dari bencana dahsyat nan mengerikan itu.  

Tanpa rentetan kejadian yang sesungguhnya sederhana,  bahkan terbilang sepele itu,  mungkin salah satu, sebagian bahkan seluruhnya dari kami, telah ikut  menjadi korban. Ikut tertimbun gunungan lumpur di sekitar RS itu.  Bahkan malah tergulng tsunami teluk Palu.  Ikut menjadi bagian dari ribuan korban yang hingga hari ke 6 sesudah bencana, belum diketahui nasibnya.   

Kejadian-kejadian sepele itu dimulai sejak berubahnya jadwal masuk RS. Itu perubahan yang begitu tiba-tiba.  Dari yang harusnya hari Jum'at sore, menjadi Jum'at pagi.  Hingga pada kenyataan bahwa neng Susi akhirnya tidak jadi dioperasi. Malah tanpa diduga 'terpaksa' melahirkan secara normal. 

Tak terbayangkan apa yang akan terjadi pada neng Susi,  bila proses bersalinnya benar-benar melalui tindakan operasi. Tak terbayangkan bagaimana setelah selesai operasi,  sesuai prosedur,  ia harus melewati masa pemulihan selama 6 jam di suatu kamar khusus. Tanpa boleh ditemui oleh siapapun. Bila itu terjadi,  hampir pasti, ketika guncangan dahsyat dan datangnya banjir bandang  lumpur dari arah Petobo yang  menerjang RS itu,  ia masih berada di ruang isolasi.  Entah dalam keadaan sadar atau tidak.  Bilapun sadar,  tentu dalam kondisi sangat lemah. Pasti tak mampu bergerak secara mandiri. Apalagi untuk bergerak cepat menyelamatkan diri dari terjangan lumpur yang datang dengan sangat tiba-tiba. Dengan  kecepatan sangat tinggi pula. Sungguh sesuatu yang sangat mengerikan pasti telah terjadi.

Begitulah pagi itu. Bertiga kami bergegas menuju RS Bersalin Nasanapura.  Sebelum berangkat,  masih sempat pula kami sarapan bubur yang dicampur kuah kacang hijau. Meski enggan, karena pengen secepatnya tiba di RS,  kami tetap harus sarapan. Karena mama memintanya  dengan setengah memaksa.  Sampai lupa kalau sebelum dioperasi, harus berpuasa beberapa jam sebelumnya.  Akibatnya begitu tiba di IGD RS, neng Susi yang sepanjang jalan terus meringis kesakitan karena kontraksi, tak bisa langsung dioperasi.  Harus menunggu beberapa jam. Setidaknya sampai perutnya relatif kosong.

Menunggu beberapa jam itu artinya paling cepat jam 13.00. Tak bisa kurang dari itu. Itupun harus antri. Menunggu selesainya operasi 3 pasien lain.   Yang sudah datang sebelum kami.  Artinya antrian ke-4.

Huuuftt...

Saya yang  sudah sangat mengkhawatirkan kondisi neng Susi,  sempat jengkel sekali. Levelnya hingga tingkat dewa.  Jengkel pada petugas RS. Jengkel pula (astaghfirullaah) pada mama. Pikir saya, kenapa pula mama pake acara maksa neng Susi tadi sarapan.  Coba kalau mama tidak maksa.  Pasti sekarang, begitu tiba,  bisa langsung dioperasi.  Sempat pula saya membatin,  kenapa  tadi ketika ditanya, neng Susi menjawab terlalu jujur.  Pake Mengaku kalau sebelum ke RS sudah  sarapan. Bilang kek, belum.  Atau kalau tidak mau bohong,  cukup diam saja.  Aduhhh,  benar-benar saya jengkel dan kalut karenanya.  

Tapi tak ada yang bisa dilakukan.  Harus ikut prosedur.  Itu juga untuk kepentingan suksesnya operasi.  Untuk keselamatan neng Susi sendiri juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun