Mohon tunggu...
Tuwi Haydie
Tuwi Haydie Mohon Tunggu... -

Amatir yang terus belajar menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa Menolak, Mendukung dan Bermuka Dua dalam Rencana Revisi UU KPK

12 Februari 2016   17:47 Diperbarui: 13 Februari 2016   01:29 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="kpk"][/caption]

Polemik rencana Revisi UU KPK terus bergulir, pro dan kontra sangat jelas membaur pada diri seluruh rakyat Indonesia, yang mendukung tentu ada, namun yang tidak mendukung jauh lebih banyak ( mayoritas) sebagian rakyat di buat bimbang, karena di satu sisi kita semua adalah pendukung pemerintahan Jokowi-JK. harus memberikan pendapat apa kita selayaknya, sepantasnya dan sewajarnya untuk pemerintahan ini.

Melalui juru bicara Presiden ' Johan budi, mengatakan' Presiden tegas menyatakan, kalaupun ada revisi UU KPK, revisi itu harus memperkuat KPK, dan apabila revisi tersebut mengindikasikan untuk melemahkan KPK, maka pemerintah akan menarik diri, Johan budi, jubir Presiden yang notabene mantan pejabat dan Pimpinan KPK tentu mengetahui draf yang telah ada di DPR, dalam draf tersebut mengatakan.

Pertama Soal penyadapan, misalnya diatur pada Pasal 12A yang menyatakan bahwa penyadapan dapat dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup, dan atas izin tertulis Dewan Pengawas ( ayat 1.) jadi mekanismenya Pimpinan KPK harus meminta izin tertulis dari Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan ( ayat 2 ), dan penyadapan dilakukan paling lama 3 bulan sejak izin tertulis diterima penyidik dan dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu yang sama ( ayat 3 )

Penyadapan menjadi rancu, apabila, Dewan pengawas memiliki keberpihakan.( memihak ) dan berpotensi terjadi kebocoran informasi. kita tidak sedang bernegatif, namun itulah resiko yang ada. tentu resiko Operasi Tangkap Tangan menjadi terganggu, mengingat OTT di awali dengan penyadapan.

Butir kedua, hal mengenai kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang menyangkut kerugian negara paling sedikit 25 miliar dan bila di bawah jumlah tersebut wajib diserahkan kepada Kepolisian atau Kejaksaan Agung (pasal 11 ayat 1 dan 2)

dalam butir kedua tersebut akan menjadi krusial atau dilema untuk KPK, hemat penulis pengembangan kasus korupsi yang di tangani KPK sangatlah berbeda dengan yang di tangani Polri ataupun kejaksaan. penyelidikan, penyidikan dalam kasus korupsi di KPK cenderung berkembang, dari nominal rendah hingga pada akhrinya membumbung tinggi, sedang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan KPK belum persis mengetahui nominal nilai korupsi. siapa yang menjamin dalam suatu kasus korupsi kerugian negara hanya 25 miliar. Kecuali kasus korupsi di daerah, yang di mana memang anggaranya kecil. Lalu apakah kejaksaan selama ini sudah siap dan mampu menangani korupsi besar.? sebagai lembaga penegak hukum yang juga terhormat, kejaksaan belum mampu menujukan prestasi sejak kelahiran KPK. ingat, KPK lahir di karenakan minimnya prestasi dari kejaksaan, apabila lembaga Polri cakupanya sungguh luas, ( baca: bukan hanya kasus korupsi.) menjadi wajar jika Polri harus membagi-bagi tugas, dan pada akhirnya kasus korupsi lebih banyak di tangani KPK .

untuk mensinergikan antar lembaga, KPK, Polri, dan Kejaksaan, seharusnya bukan membatasi atau mengkotak kotakan antar lembaga tersebut dengan pasal/Ayat-ayat baru. biarkanlan mereka.( Polri,KPK dan kejaksaan ) saling menyidik dan bersama-sama menangani kasus korupsi kecil maupun besar. sudah sebaiknya untuk mereka semua tetap memiliki kewenangan ini.

Ketiga, pembentukan Dewan Pengawas yang diatur dalam Pasal 37 yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, menyelenggarakan sidang untuk memeriksa ada dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK, melakukan evaluasi kinerja pimpinan KPK secara berkala dalam 1 tahun dan menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK atau pelanggaran tertentu dalam UU.

Siapa yang bisa mengawasi Dewan pengawas tersebut, apakah kita meyakini jika Dewan pengawas itu bersih semua,( non kepentingan ) apakah patut dewan pengawas ikut dalam penyelidikan satu perkara korupsi.? dengan adanya permintaan izin tertulis untuk menyadap seseorang yang terindikasi bermasalah dalam hal korupsi,maka di sini secara langsung UU telah melibatkan Dewan pengawas dalam zona baru konflik.
lalu apakah para anggota Dewan pernah melihat atau melakukan studi ' tentang Dewan pengawas pada lembaga lainya.? lakukan studi pada Dewan pengawas - Dewan pengawas tersebut. apa fungsi dan pekerjaan mereka sebagai Dewan pengawas.

Selanjutnya adalah soal KPK yang disebutkan berwenang untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan dalam perkara Tipikor (pasal 40). dan terakhir adalah mengenai pengangkatan penyelidik dan penyidik KPK (pada pasal 43 dan 45) yang harus berasal dari Kepolisian atau Kejaksaan Agung yang diperbantukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun