Mohon tunggu...
Hayatullah Zuboidi
Hayatullah Zuboidi Mohon Tunggu... -

Pernah berkerja sebagai seorang jurnalis, kemudian memosisikan diri sebagai praktisi humas, penulis lepas, dan penikmat film-film bollywood. email: hayatullahjurnalis@gmail.com Faceboo: Hayatullah Pasee Instagram: @hayatullah_pasee Twitter: @hayatullah_pase

Selanjutnya

Tutup

Financial

BTN, Bank Harapan Keluarga Indonesia

26 Februari 2019   16:18 Diperbarui: 26 Februari 2019   18:03 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: dokumen pribadi besama ATM BTN

Tak pernah terbayangkan sebelumnya, pada usia yang ke-28 waktu itu, saya memiliki rumah sendiri. Bisa memiliki rumah di usia muda, bukanlah perkara mudah, apalagi status saya bukan pengusaha atau anak orang kaya yang diwarisi banyak harta.

Walaupun ukuran rumah tipe 36, bagi saya itu sebuah kebahagiaan yang patut saya syukuri. Di kompleks perumahan tempat saya tinggal, saya satu-satunya keluarga yang termuda yang mengambil kredit rumah dari Program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi Bank Tabungan Negara (BTN), sedangkan keluarga yang lain rata-rata mereka sudah memiliki dua orang anak atau lebih.

Orang-orang di sana sempat heran sembari mengapresiasi atas keberanian saya sebagai pasangan yang baru menikah, tetapi langsung terpikir untuk tempat tinggal. Sedangkan mereka dulu saat awal pernikahan tidak pernah terpikirkan seperti itu.

Biasanya, hal yang dipikirkan oleh keluarga muda yang memiliki tabungan adalah berbulan madu ke luar negeri atau menikmati liburan. Tetapi hal itu tidak berlaku bagi saya. Uang tersebut mending saya investasikan untuk masa depan yang lebih baik. Buat apa hura-hura untuk kenikmatan sesaat, namun harus menangis darah di kemudian hari.

Waktu itu, saya bersama istri tinggal di kabupaten berbeda di Provinsi Aceh. Saya bekerja di Kota Banda Aceh, sedangkan istri saya tinggal di kabupaten Pidie Jaya di rumah mertua. Kami hanya bertemu di akhir pekan saja.

Kemudian, saya meyewa kontrakan Rp12 juta per tahun di Kota Banda Aceh. Yang namanya tinggal di kontrakan, setiap menjelang masa habis kontrakan, selalu membuat hati tidak tenang, jika bukan dinaikkan uang sewa, kemungkinan tidak disewakan lagi.

Memindah-mindahkan barang-barang isi rumah ke tempat baru setiap tahun itu bukan hal yang gampang. Belum lagi menyesuaikan dengan tetangga yang berbeda-beda, sehingga sangat mengganggu konsentrasi dalam berkeja.

Suatu hari, saya mengeluh kepada seorang teman bahwa susah sekali kalau tidak memiliki rumah sendiri. Kebetulan teman saya yang bekerja sebagai layouter koran itu baru saja mengkredit sebuah rumah KPR bersubsidi di sekitar Aceh Besar. Lokasinya tak jauh dari Kota Banda Aceh, sekitar 2 km dengan perbatasan Kota Banda Aceh.

Lalu saya bertanya, bagaimana uang mukanya dan apakah masih ada rumah tersebut. Ia menjawab bahwa uang mukanya sekitar 24 juta yang bentuknya kopel dan 59 juta yang berbentuk terpisah. Saat itu katanya tinggal dua unit lagi.

Penampilan rumah saya sebelum dan sesudah. Fot: dokumen pribadi
Penampilan rumah saya sebelum dan sesudah. Fot: dokumen pribadi
Keesokannya kami pun melihat langsung ke lokasi. Ternyata sesuai dengan harapan saya tidak jauh dari tempat saya kerja. Saya pilih model yang terpisah. Ia pun memberikan saya nomor kontak developer perumahan tersebut. Saya diminta menyiapkan beberapa dokumen untuk pengajuan kredit ke BTN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun