Tak pernah terbayangkan sebelumnya, pada usia yang ke-28 waktu itu, saya memiliki rumah sendiri. Bisa memiliki rumah di usia muda, bukanlah perkara mudah, apalagi status saya bukan pengusaha atau anak orang kaya yang diwarisi banyak harta.
Walaupun ukuran rumah tipe 36, bagi saya itu sebuah kebahagiaan yang patut saya syukuri. Di kompleks perumahan tempat saya tinggal, saya satu-satunya keluarga yang termuda yang mengambil kredit rumah dari Program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi Bank Tabungan Negara (BTN), sedangkan keluarga yang lain rata-rata mereka sudah memiliki dua orang anak atau lebih.
Orang-orang di sana sempat heran sembari mengapresiasi atas keberanian saya sebagai pasangan yang baru menikah, tetapi langsung terpikir untuk tempat tinggal. Sedangkan mereka dulu saat awal pernikahan tidak pernah terpikirkan seperti itu.
Biasanya, hal yang dipikirkan oleh keluarga muda yang memiliki tabungan adalah berbulan madu ke luar negeri atau menikmati liburan. Tetapi hal itu tidak berlaku bagi saya. Uang tersebut mending saya investasikan untuk masa depan yang lebih baik. Buat apa hura-hura untuk kenikmatan sesaat, namun harus menangis darah di kemudian hari.
Waktu itu, saya bersama istri tinggal di kabupaten berbeda di Provinsi Aceh. Saya bekerja di Kota Banda Aceh, sedangkan istri saya tinggal di kabupaten Pidie Jaya di rumah mertua. Kami hanya bertemu di akhir pekan saja.
Kemudian, saya meyewa kontrakan Rp12 juta per tahun di Kota Banda Aceh. Yang namanya tinggal di kontrakan, setiap menjelang masa habis kontrakan, selalu membuat hati tidak tenang, jika bukan dinaikkan uang sewa, kemungkinan tidak disewakan lagi.
Memindah-mindahkan barang-barang isi rumah ke tempat baru setiap tahun itu bukan hal yang gampang. Belum lagi menyesuaikan dengan tetangga yang berbeda-beda, sehingga sangat mengganggu konsentrasi dalam berkeja.
Suatu hari, saya mengeluh kepada seorang teman bahwa susah sekali kalau tidak memiliki rumah sendiri. Kebetulan teman saya yang bekerja sebagai layouter koran itu baru saja mengkredit sebuah rumah KPR bersubsidi di sekitar Aceh Besar. Lokasinya tak jauh dari Kota Banda Aceh, sekitar 2 km dengan perbatasan Kota Banda Aceh.
Lalu saya bertanya, bagaimana uang mukanya dan apakah masih ada rumah tersebut. Ia menjawab bahwa uang mukanya sekitar 24 juta yang bentuknya kopel dan 59 juta yang berbentuk terpisah. Saat itu katanya tinggal dua unit lagi.