Mohon tunggu...
Sayyidatiihayaa Afra Raseukiy
Sayyidatiihayaa Afra Raseukiy Mohon Tunggu... Lainnya - akun ini akan berisi apa-apa yang sedang saya gemari. sangat terbuka untuk diskusi.

suka baca, menulis, dan harus masih banyak belajar. sedang sekolah sarjana di Fakultas Hukum UNPAD bagian hukum tata negara.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konsep Hierarki sebagai Konstruksi Khayalan Masyarakat

26 Januari 2019   14:57 Diperbarui: 27 Januari 2019   21:25 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hierarki merupakan produk khayalan yang diciptakan sejarah untuk memperkuat yang kuat dan melemahkan yang lemah---memberikan legitimasi atas diskriminasi. Ide-ide egalitarian cenderung dimusuhi oleh penguasa-penguasa konservatif, gereja-gereja orthodox, laki-laki, dan orang dewasa. Sebab, konsep egalitarianisme membuat orang-orang yang kadung memanfaatkan kedudukan hierarkis untuk kepentingan pribadi menjadi terancam.

Lebih jauh, hierarki memberikan bagi kelompok dominan dalam sebuah masyarakat. Bagaimana mungkin orang-orang Amerika Serikat dapat menganggap bahwa ras kulit putih lebih baik secara kualitatif dibandingkan dengan masyarakat berkulit hitam? Atau bagaimana orang kulit putih Amerika Serikat dapat secara otoritatif mengklaim bahwa orang kulit hitam tak lebih dari sekedar junkies yang tak bernilai?

Menjelajah semakin lampau ke Turki Usmani yang menilai seseorang berdasarkan agama yang dipeluknya, bagaimana mungkin urusan kebaikan atas nama Tuhan diberikan penilaian yang taktis secara serampangan oleh manusia? Atau lebih dekat dengan kenyataan sekarang, bagaimana mungkin laki-laki menilai perempuan sebagai simbol kepayahan dan tak lebih dari sekedar objek seksual?

Tak asing di benak bagaimana headline berita nasional atau internasional menggunakan kata yang memberikan objektifikasi terhadap perempuan, "Kisah Pilot Cantik Terbangkan Pesawat, Digoda Penumpang dan Kerap Alami Turbulensi" atau headline senada lainnya yang pada intinya menjual adjektiva seksual; disematkan kepada perempuan seolah perempuan tak lebih dari sekedar tampilan luar. 

Dapat pula menengok, kisah Dian Sastro ketika menjadi bagian tim konsultan dari sebuah perusahaan besar yang berusaha dua kali lebih keras dari perempuan lain di timnya karena objektifikasi dilekatkan bahwa Dian adalah seorang aktris cantik yang tak lebih dari seorang pajangan pemanis layar kaca. 

Tidak, laki-laki yang melihatnya, secara jelas terbutakan untuk menilai bahwa Dian adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang konsultan. Lagi, hierarki (dalam hal ini berkonteks patriaki) selalu menjadikan perempuan sebagai kaum yang terpinggirkan, inferior mengenaskan, subsektor sosial,  dan terdiskualifikasi.

Seorang sejarawan, Yuval Noah Harari, dalam bukunya Sapiens menyampaikan kebingungannya saat menjelaskan fenomena hierarki ini. Hierarki sosio-politik tidak memiliki dasar logis atau biologis---hierarki-hierarki itu sekadar melanggengkan peristiwa-peristiwa "kebetulan" yang didukung oleh mitos. 

Ketentuan biologis ini kemudian mempengaruhi pikiran alam bawah sadar manusia, secara psikologis ketentuan tersebut memberikan legitimasi sedemikian rupa atas segmentasi yang diciptakan manusia dengan dalih agama dan sejarah untuk membenarkan tindakan pembatasan gerak satu kelompok atas kelompok lainnya, sehingga muncullah diskualifikasi-diskualifikasi sosial, intelektual, bahkan mental karena kesempatan yang dimiliki tidak sama---diskriminasi tersebut nyata adanya.

Harari menambahkan, "Tentu saja, perbedaan-perbedaan dalam hal kemampuan alami juga berperan dalam pembentukan pembedaan sosial. Namun, keanekaragaman kecakapan dan karakter semacam itu biasanya dibantu melalui hierarki-hierarki khayalan. Ketimpangan kecakapan dan karakter tetap harus diberikan kesempatan untuk dikembangkan, diasah, dan dilatih karena seseorang lahir dengan bakat tertentu. Sehingga setiap orang harus diberikan kesempatan yang sama untuk berkembang."

Pada perkembangannya, aliran pemikiran mulai bergerak untuk menentang hierarki yang menghasilkan diskriminasi. Buddha muncul sebagai sebuah ajaran yang memprotes hierarki tak masuk akal yang diciptakan oleh Hindu. 

Protestan juga muncul sebagai sebuah pergerakan atas hierarki dan otoritarianisme yang dilembagakan oleh Gereja Katolik; dari segi politik, dogma, dan eklesiologi. Di sisi lain, feminisme muncul dan mendobrak ketidakadilan dan relasi kuasa laki-laki terhadap perempuan sebagai sebuah bentuk emansipasi yang menuntut kesamaan hak atas kewajiban yang sama dengan laki-laki, baik dalam segi sosial, ekonomi maupun politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun