Mohon tunggu...
Hawra aeni
Hawra aeni Mohon Tunggu... Penulis - hamba Allah yang berusaha taat

Hejo is my fav colour. berlelah-lelah didunia agar tidak kelelahan diakhirat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anehnya, Rindu dan Imajinasiku (Part 1)

11 Januari 2014   10:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:56 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku bukan ahlinya mengerjakan sesuatu dengan sempurna. Aku bingung saat orang hendak menyuruhku ini dan itu. Ntahlah aku menderita apa. Takadaseorangpunyang menjelaskan keanehanku ini. Aku mungkin baru menyadarinya.Meskipun,mungkin dan mungkin lagi, keanehan ini benar-benar bersemayam jauh sebelum aku menyadari hal ini. Ah biarlah, tak peduli kapan dan bagaimana aku bisa seperti ini. Yang pasti kini aku semakin bingung. Ntah apa yang harus aku lakukan dengan keanehanku ini.

Aku sangat terganggu dengan ini. Sangat mengganggu. Kenapa? Karena orang-orang disekelilingku menatapku dan memperlakukanku tidak sama seperti mereka memperlakukan teman-temanku yang lain.

Jelas aku tersiksa dengan semua ini. Kenapa aku dibedakan dalam hal apapun. Kenapa dan kenapa yang selalu bertengger di kepalaku ini. Inilah keanehan yang terasa sulit ku temukan jawabnya.

Umurku yang begitu mini, membuatku dipandang mini pula dalam hal apapun. Sehingga semakin menyulitkan berpikirku untuk mendapat solusi atas keanehanku ini.

Ada apa sih dengan aku?

Begitulah aku. Berhari-hari bergelut dengan pikiran macam itu.

Setiap aku tanyakan pada Bunda. “Aku.. Aku  kenapa?” dengan datar. Selalu jawaban “Kenapa bagaimana, diaz sayang? Kamu gak kenapa-kenapa nak!

Terlalu jelas. Jelas yang semakin membuatku gila.

Ah, aku semakin bingung.

Memerangi rasa ingin tahuku semakin membuatku tersiksa dari hari kehari.

Aku benar-benar hilang kendali. Kendaliku untuk memendam rasa ingin tahuku yang terus membuncah. Aku hanya bisa menyalurkanya dalam tangisan hebat sambil mencak-mencak tak beraturan.

Aku terlahir dari seorang ibu, wanita karir. Bunda aku memanggilnya. Dia adalah manusia yang melahirkanku kedunia. Hidupku tak kan ada jika bunda tak ada. Aku terlahir menjadi manusia yang sedikit sulit mencerna kata.

Ya. aku sangat bermasalah dalam memahami setiap kata atau kalimat. Begitu payah. Aku harus mendapat penjelasan yang benar-benar jelas hanya untuk mengetahui dari satu buah kata. Jika orang yang kutanyai atau Bunda sekalipun tidak mampu menjelaskan suatu kata yang mampu aku mengerti maka sejadi-jadinya aku akan mengamuk detik itu juga. Ntahlah aku kenapa. Aku sendiri bingung mengartikannya. Kenapa aku begitu menginginkan penjelasan berupa kata-kata juga. Setiap ada penjelasan kata yang tak kumengerti lagi maka akan terus ku tanyakan apa.

Bingung. Bingung dan membingungkan.

Selain kata yang menjadi masalahku. Aku pun bermasalah dengan bunyi-bunyian tertentu yang membuat telingaku setengah mati tak tahan mendengarnya, rasanya inginku copot saja. Misalkan bunyi musik yang keras seperti batu, tega menghantam telingaku. yang di nyalakan kencang-kencang oleh si penikmat musik itu. Serta merta aku akan ikut berteriak dan menutup rapat-rapat telingaku. Ntahlah.. yang pasti aku tak suka itu.

Ketika umurku 4 tahun. Mungkin karena mendapat aduan dari Ummi (panggilan murid-murid disekolahku kepada setiap guru disana) bahwa aku sering memukul dan ngamuk-ngamuk tak keruan sehingga, Bunda melengkapiku seorang guru yang akan selalu menemaniku sepanjang hari (baik dirumah, disekolah dan dimanapun) dari pukul 8 pagi hingga Bunda pulang dari tempat kerja nya sore hari.

Jumpa pertamaku dengannya terjadi dirumah, saat aku akan pergi sekolah playgroup. Aku dikenalkan dengan guruku itu. Dia aku panggil buguru. Nama nya Nayma. Ntah nama lengkapnya apa, tak pernah ku tanyakan. Senyum manisnya saat jumpa pertama meyakinkanku akan kebaikannya. Walau awalnya sedikitpun aku tak dapat disentuhnya.

“Diaz sayang.. tak usah takut. Buguru Nayma ini baik, dia akan menjagamu selama bunda tak bisa menemanimu bersama disekolah. Dia juga yang akan mengantarmu kemanapun kamu pergi selama bunda kerja.”

Begitu bunda meyakinkanku. Aku percaya pada bunda. Aku pun percaya dengan keyakinannya bahwa makhluk yang ada di depan kami ini baik.

Maka sejak itu aku rangkul tangannya agar ia menjagaku selama aku bergerak. Aku diantarnya pergi ke sekolah. Aku di jaganya selama aku berada didalam kelas. Hanya aku. Ya, hanya aku saja, murid yang diperbolehkan untuk selalu didampingi buguruku Nayma. Hanya aku, tidak yang lain. Lihat saja diluar sana bunda-bunda mereka menunggu sambil merumpi bareng. ntahlah kenapa.

Saat aku makan siang bersama teman-teman di kelasku. Saat itu aku begitu menginginkan menu makan siang hari itu, yang disediakan Ummi disana. Ya, aku menginginkannya tapi aku tak diperbolehkan, karena harus makan makanan yang disediakan bunda dari rumah saja tapi, tidak, tidak. Aku harus mendapat apa yang aku inginkan. Jika tidak, maka aku akan ngamuk sejadi-jadinya.

“Aku ingin itu.. aku ingin itu.. aku ingin itu...” Berteriak-teriak tidak mengerti.

Tapi setelah diberikan Ummi, aku mengatakan aku tak ingin itu. Aku menginginkannya tadi, sebelum aku merajuk dengan amukan. Maka tangis dan teriakanku pun tak mau kuhentikan. Aku terus dan terus saja menangis dan meronta-ronta seperti anak yang habis dimarahi orang tuanya lantas dipukuli dengan sapu lidi. Meskipun tak terjadi padaku, aku tetap menangis dan berteriak. Dengan cepat buguru Nayma memelukku, menenangkanku. Percuma, aku hanya berhenti meronta, menangis, berteriak seperti itu jika aku sudah merasa lelah melakukannya. Aku aneh?? Hmm...mungkin,

Untuk itulah mungkin.. kenapa, bunda menyertakan pendamping seperti buguru Nayma. Setidaknya aku merasa tenang, saat aku tak dapat menyelesaikan problemku dan  mendapatkan apa yang aku inginkan. dalam keadaan daruratku itu.

Setelah merasa tenang. Aku kembali duduk ditempatku. Fokus pada satu titik yang tak kupahami, apa sebenarnya yang kuamati dan aku lakukan. Aku hanya melihat dalam waktu yang lama. Tak menghiraukan celotehan temanku  si Bagas disebelah atau kicauan Ummi di depan kelas yang ntah berkicau tentang apa. Sesekali aku menatap Ummi. Tak ada yang istimewa dari penampilannya. Namun, seketika penampilannya berubah, membuatku terpesona. Ummi memiliki sayap yang terus kembang kempis, ketika mulutnya menganga saat berkicau, seolah ada api yang menyembur kepermukaan kami murid-muridnya. Hi.. hii.. aku pun tertawa kecil.

“Ada api yaa.. ada aapiiii.. hi hi hi hiii.. Ummi punya sayap yaa hihihihiiiiii” aku terus tertawa kecil sambil menunjuk-nunjuk mulut Ummi. Sementara Ummi dan teman-temanku melongo keheranan. Kemudian,

“Kenapa sayang.. tidak ada api. Ummi tak membawa api nak,” kata Ummi. Dan benarlah memang tak ada. Kemudian aku terdiam. Selebihnya aku menjadi batu saja sambil menatap semut yang sesekali lewat di lantai bersama kawanannya membawa sisa-sisa makanan kami. Setelah bosan menatapnya. Aku menggambar mobil, robot dan apapun yang aku suka di buku gambarku atau menatap langit, burung, kupu-kupu, pohon diluar sana lewat jendela. Kusempatkan sepersekian detik untuk menatap Ummi yang masih terus berkicau agar tak curiga dengan kelengahanku.

Kulihat guruku Nayma masih terus mengamatiku di samping kanan atau sesekali pindah disebelah kiriku. Jika ada anak yang mengejekku, aku tak akan menoleh sedikitpun pada anak itu. Aku hanya sibuk dengan duniaku. Imajinasikulah segalanya yang menjadi pusat perhatianku. Hanya imajiku. Tapi, jika sudah terlalu lama. Maka akupun sedikit terganggu dengan olokan mereka sehingga, yang kulakukan adalah menonjoknya. Memukul kepalanya. Menyakitinya.

to be continue...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun